Aku dengar kamu menanyakan kabarku. Tenang saja, semua sudah kembali ke masa yang baik-baik. Aku menang atas pikiranku sendiri. Membenarkan semuanya, dari awal aku sendirian dan memang akan kembali pada kesendirian. Anggap saja, jika ada yang menemaniku setelah kamu, itu adalah hadiah atas perjuanganku. Siapapun nanti, pasti akan ada orang yang membuatku kembali benar-benar pulih dan mempercayai cinta untuk kesekian kalinya.
Hari-hari biasa setelah jatuh dan bahagia. Aku tenang dalam kesendirian. Kamu ketakutan dalam cinta barumu. Rasa patah hati menghantuimu, rasa kecewa yang bersembunyi dibelakang kebahagiaan siap memelukmu dengan duri tertajamnya. Lebih baik kamu menyiapkan balut-balut rintih terkuatmu. Sebelum semuanya terlambat. Kecewa terlanjur memelukmu, dan kamu harus berjuang dalam masa penyembuhan.
Sekarang aku hanya menyiapkan rinduku baik-baik. Lagi pula siapa yang ingin rindunya dibiarkan begitu saja. Dengan sabar aku akan menumbuhkan kembali rindu yang entah untuk siapa. Kedepannya semoga rindu jatuh kepada orang yang tepat. Yang benar-benar melihat dan memeluk erat. Bukan jatuh kepada orang yang sekedar membuncahkan rindu dan membiarkan semuanya berlalu.
Bersabarlah rindu. Jangan terburu-buru. Tunggulah orang yang menghargaimu. Yang akan menemani rasamu hingga rindu menjadi satu. Bukankah kemungkinan gagal selalu ada? Sungguh aku tidak mau memulihkan diri untuk kesekian kalinya dalam hal cinta.
Memaksakan untuk jatuh cinta secara cepat bukanlah hal yang baik. Hanya untuk menunjukan bahwa aku bisa lebih melakukan apa yang dilakukan orang yang menyakitiku. Hal seperti itu hanya akan menunujkan bahwa aku adalah seorang yang memberikan rindu sembarangan. Percayalah ada orang yang lebih berhak untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
17.280 Jam silam
Non-Fiction#1 non-fiksi (03-11-2017) Dua orang itu kini berusaha saling melupakan dengan jalannya masing-masing. Bagaimana rasanya? Kita yang dulu begitu benar-benar saling mengejar, kini silih berlari ke arah yang berlawanan. Tidak ada yang salah. Karena dari...