My Last Friend

110 4 0
                                    

My Last Best Friend

Bersahabat bukanlah hal yang mudah seperti apa yang kita bayangkan. Kenapa? Karena, satu sama lain harus saling menjaga perasaan dan kebersamaan di antara mereka. Namaku Intan Syerully, dan aku mempunyai sahabat yang bernama Ringga Satria Putra. Ia adalah sahabat terbaikku di waktu aku masih SD. Dan Ahmad Zikri. Ia adalah teman sekelasku IX.1. Ia juga adalah sahabat terbaikku di waktu aku masih MTsN. Semua waktu kuhabiskan bersamanya. Dan tidak ada waktu tanpa kehadirannya.

Hari ini aku dan Zikri pulang bersama dari sekolah. Yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami berdua. Dari seragam biru dan putih. kami selalu berteman dengan baik. Dan tak pernah ada permusuhan di antara kami. Maka dari itu kami selalu bersama

"Sampai bertemu besok!" Zikri melambaikan tangannya ke arahku, setelah tiba di depan rumahnya yang berpagar tinggi. Lalu aku pun membalas lambaiannya.

Setiap hari, Zikri tak penah lupa mengucapkan kalimat itu. Kalimat perpisahan di persimpangan jalan. Setiap hari, aku selalu menunggu hari sekolah tiba. Dan saat itulah hari yang sangat menyenangkan.

Ketika di sekolah, ada satu kebiasaan lagi yang selalu kuucapkan. Tetapi kejadiannya bukan di persimpangan jalan. Lalu

"Bu Sarry, bakso dua dan jus jeruk dua. Baksonya yang satu pakai mi putih dan yang satunya pakai mi kuning hahaha?

Kalimat itu tidak pernah tinggal saat kami berada di canteen. Mungkin saja si penjual sudah hafal dengan pesanan kami.

"Syerly, sebenarnya sudah lama aku mau memberi tahu kamu tentang aku. Tetapi,-" Perkataan Zikri terhenti. Dan saat itu aku merasa ada sesuatu yang ganjil di antara kami. Entah mengapa, ada kecanggungan yang sebelumnya tidak pernah terjadi di antara kami.

"Memangnya ada apa dengan kamu?" Aku terdiam. Hanya dua kata itu yang bisa terucap dari bibirku. Bingung. Dan hanya itu yang ada di pikiranku.

"Dua minggu yang lalu, perusahaan orangtuaku yang ada di Padang, semakin hari semakin memburuk. Bukan hanya itu, semua barangnya yang ada di rumahku perlahan habis dengan perusahaan Bank. Maka dari itu, aku harus melanjutkan sekolahku di Palembang. Dan di sanalah tempat seluruh keluarga dari papaku. Jadi,-" Tiba-tiba saja Zikri memberhentikan penjelasannya. Pada saat itu pula aku merasa seluruh tubuhku lemas merasakan apa yang kurasakan.

"Apa kamu akan menetap tinggal di sana?" Perlahan, aku melontarkan pertanyaan, untuk meyakinkan kebenaran. Yang selama ini tak pernah terpikirkan.

"Ya, mungkin saja aku menetap di sana untuk seterusnya. Karena aku tidak tahu bagaimana ke depannya"

Aku berusaha untuk tetap tegar. Aku menahan air mata yang kutunda dalam ketegaran.

"Hmm, tapi aku mengerti. Ini adalah tujuan hidup kamu. Dan aku harap itu adalah pilihan yang terbaik yang diberi Tuhan untukmu. Aku malah senang banget kalau kamu bisa sekolah di tempat kelahiranmu sendiri. Aku juga turut bahagia, nantinya kamu bisa bertemu nenek dan kakek kamu, iya kan?" Aku berusaha kuat, walau aku tahu, Tuhan pasti merasakan apa yang kurasakan. Ya, kepergian adalah hal yang paling menyedihkan di setiap insan.

1 Minggu Sebelum UN

Kejadian beberapa hari yang lalu, sudah membuat perasaanku sedikit tenang. Dan saat ini adalah persiapan dalam perjuangan kami. Setiap harinya, aku dan Zikri selalu belajar bersama. Terkadang di rumahku dan terkadang juga di rumah Zikri, yang kebetulan sedang tidak ada di rumah. Seminggu sudah kami melaksanakan Ujian Nasional. Hari ini, sekaligus penentuan lulus dan ketidak lulusan siswa-siswi kelas akhir. Dengan tidak sabar. Aku dan Zikri berlari menuju mading sekolah. Menerobos adik kelas yang sedang berlalu lalang di tangah koridor sekolah. Aku tahu apa yang dirasakan Zikri. Ya, bahagia. Bahagia karena menanti kabar kelulusan. Setelah sampai di depan mading atau yang sering kita sebut majalah dinding, telah banyak murid yang berkerumunan untuk melihat pengumuman. Dan saat itu Zikri tampak bersemangat. Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang lucu.

Life TeenegersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang