Mas Dino, macho dahhhh
Mantan Chovet wkwkwwkwk
Dino POV
Aku membuka pintu mobil begitu aku melihat sosok perempuan yang baru saja keluar dari pintu gerbang.
"Kamu ngapain ke sini Dit? Ada perlu sama Pak Erwin?" Tanyaku setelah berdiri di depannya yang mematung menatapku.
Dirinya menggeser tubuhnya dan nyengir ke arah mobilku. Persisnya ke arah Pak Erwin yang masih berada di balik kemudi.
"Gak ada perlu sama bapak ko mas, musti buru-buru kabur nih sebelum diomelin bapak ketauan datang lagi ke sini, malam mas Dino" Katanya cepat sambil melangkah melewatiku.
Aku menarik pergelangan tangannya.
"Saya anterin" Kataku ketika melihat dirinya mengerutkan keningnya menatap genggaman tanganku.
"Eh, gak usah mas, aduh, gawat nih, saya bisa diomelin double sama bapak, lepasin tangan saya mas, aduh duh duh, kan kan bapak keluar" Dirinya berusaha melepaskan genggaman tanganku dengan panik.
"Kamu ngapain ke sini Dit?" Pak Erwin menghampiri kami.
Kulirik Dita yang meringis.
"Ada perlu Pak" Jawabnya pelan.
"Sama ibu?" Tanya Pak Erwin lagi.
Dita menggeleng.
"Ada perlu sama Pak security hehehe, Dita pulang dulu Pak. Mas lepasin tangannya dong, kan gak enak diliat sama bapak saya hehehe" Dirinya cengengesan sambil kembali melepaskan genggaman tanganku.
Genggaman tanganku mengendur, dirinya langsung berlari kecil meninggalkan kami.
"Udah den, gak usah di susul, den Dino kan belum istirahat dari pagi, mending den Dino masuk ke rumah, mandi, istirahat" Ucapan Pak Erwin mencegahku untuk melangkah mengejar Dita.
Aku menoleh ke arahnya.
Benar juga sih, kurasakan tubuhku sedikit capek karena belum beristirahat dari pagi.
Tapi gak tega juga membiarkan perempuan pulang malam-malam sendirian, sedangkan aku juga tidak mengetahui rumah mereka jauh atau dekat dari rumah kami.
"Tapi Dita pulang malam-malam sendirian Pak"
"Takut nanti kenapa-napa, takut ada yang jahilin" Lanjutku lagi.
Pak Erwin menggeleng sambil berjalan ke arah mobil.
"Biarin aja, udah biasa, preman sama dia galakan dia" Jawab Pak Erwin santai.
Aku meringis mendengar perkataannya.
Mataku memicing memandang ke arah perginya Dita yang sudah tidak terlihat lagi.
Aku memutar tubuhku dan berjalan masuk melewati pagar yang sudah terbuka lebar.
Ada perlu apa dirinya datang ke sini malam-malam.
°°°
Aku memarkirkan mobilku di parkiran basement di gedung perkantoran setelah tadi sempat beragumen dengan Pak Erwin yang berserikeras untuk mengantarkanku ke kantor.
Padahal dirinya baru saja pulang dari mengantarkan Papa dan Mama ke bandara untuk memulai liburan mereka.
Supir Papa yang biasa mengantarkan Papa hari ini berhalangan masuk. Jadi subuh-subuh Pak Erwin sudah mulai bekerja.
Tadinya aku berencana untuk naik motor setelah sekian lama tidak menunggangi motor-motor gedeku. Tapi kuurungkan niatku, mengingat aku yang baru saja pulang ke Jakarta, harus beradaptasi dengan jalanan ibu kota dulu.
Mungkin lain hari.
Aku berjalan melewati kubikel-kubikel dan ruangan-ruangan menuju ruangan Papa yang akan aku tempati sampai 6 bulan ke depan.
Berpapasan dengan bawahan Papa yang tersenyum ke arahku.
Aku meletakkan tas kerjaku, dan duduk di kursi kebesaran Papa.
Begini rasanya duduk di kursi boss. Aku meringis.
Jujur saja, bukan cita-citaku untuk menjadi boss dan menggantikan posisi Papa.
Background kuliah yang ku ambil dengan bisnis yang Papa jalani sangat berbeda, walaupun aku bisa dengan cepat menguasai dan mempelajari history perusahaan ini.
Aku membuka-buka dokumen yang tersusun rapi di meja ketika suara ketukan pintu membuatku mendongak.
Sosok pria asing yang ku ketahui adalah anak dari pemegang saham kecil di perusahaan Papa masuk sambil tersenyum.
"Selamat pagi Pak boss" Sapanya sambil berjalan dan mengambil duduk di kursi depan mejaku.
"Apa kabarnya? 4 tahun ya kita baru ketemu lagi" Lanjutnya.
Aku menyunggingkan senyum tipis mendengar perkataannya.
"Kabar baik, posisimu masih purchasing manager di sini?" Tanyaku.
Dirinya mengangguk.
"Posisi aman, aku udah enak di posisi ini, kedatangan ku ke sini, mau memperjelas jangan sampai ada perubahan posisi begitu kamu menjabat menggantikan posisi ayahmu untuk sementara waktu"
Shaun, pria asing itu tersenyum samar sambil menopang pergelangan kaki di atas dengkulnya.
Aku terdiam beberapa saat mendengar perkataannya.
Yang ku tahu, pria di hadapanku ini adalah pria pengacau di kantor ini, cuma karena dirinya adalah anak dari pemegang saham, dia bisa bekerja dan menjabat di posisi yang lumayan tinggi.
Aku menyesali keputusan Papa saat itu yang menerima permintaan dari ayahnya yang meminta dirinya bekerja padahal tidak mempunyai kemampuan dan keahlian apa-apa.
"Posisi kamu aman, jangan khawatir, lagian aku tidak bisa seenaknya merombak posisi orang-orang di perusahaan ini tanpa persetujuan petinggi-petinggi terlebih dahulu" Kataku sambil kembali membuka dokumen yang tadi aku ambil.
"Kamu bisa kembali bekerja Shaun" Kataku.
Dirinya berdiri.
"Oh iya, satu lagi yang ingin aku sampaikan, perempuan-perempuan yang bekerja di sini, mereka penggemar ku, jangan kamu usik-usik ya" Katanya sebelum memutar tubuhnya berjalan keluar ruangan.
Keningku berkerut bingung mendengar perkataannya.
Dia pikir ini arena persaingan?
Aku menggelengkan kepalaku.
Mengingat kejadian di mana Vani yang dulu pernah bekerja di perusahaan Papa, Shaun menyukai sahabatku itu.
Tapi Vani menolaknya sampai dirinya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan karena jengah dengan tingkah laku Shaun yang mengejar dirinya.
Saat itu Shaun menyudutkan aku, dengan mengatakan aku sudah mempengaruhi Vani untuk keluar dari pekerjaan.
Sehingga membuat dirinya gagal mendapatkan Vani.
Aku mengusap wajahku.
Semoga saja dalam waktu 6 bulan ke depan tidak ada masalah yang bearti agar aku dapat kembali ke Jerman.
Semoga.
Tbc
Persaingan gak sehat nih, Shaun the sheep selain sok kegantengan, sok iya juga wkwkwwkw
Apalah apalah 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisahku
HumorPenulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 28/10/17 - 27/11/17