Adelia dan Alvaro berjalan beriringan menuju parkiran sekolah. Saat dikantin tadi Alvaro bilang bahwa ia akan mengantar Adelia pulang kerumah. Adelia menurut tanpa membahas tentang Alvaro membawa motor atau mobil.
Alvaro menampakkan wajah yang datar namun santai. Ia menoleh ke samping melihat Adelia. Keningnya berkerut menandakan heran.
"Kamu kenapa, sih? Gelisah banget daritadi" ujar Alvaro.
Adelia menghela napas pelan, kali ini ia harus menanyakan kejadian tadi pagi pada Alvaro. Hal ini sudah berkali-kali terjadi, berkali-kali pula mereka membicarakan hal ini, tetapi tidak sekalipun Alavaro memberitahu kepada Adelia kalau ia akan melakukan ini lagi.
Rasanya sudah sangat keterlaluan. Bukankah disuatu hubungan harus ada keterbukaan? Bukankah harus saling mejaga perasaan masing-masing? Tetapi mengapa hanya Adelia yang menjaga perasaan Alvaro?
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu" Adelia memberanikan diri menatap mata Alvaro.
"Ya tinggal ngomong lah" ujar Alvaro santai.
"Ini serius, Alvaro" Adelia menghentikan jalannya, lalu menghadapkan tubuhnya ke arah Alvaro, wajahnya sangat serius sehingga Alvaro pun menuruti dan duduk diatas motornya.
"Ya udah, sekarang kamu mau ngomong apa sama aku?" Alvaro bertanya dengan tangan yang memegang helmnya.
"Tadi pagi kamu boncengin siapa? Beatrice? " Adelia menggigit bibir bawahnya mencoba untuk tidak menangis.
"Maaf" Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Alvaro.
Adelia menundukkan kepalanya, menatap sepasang sepatunya. Maaf. Selalu kata itu yang keluar dari mulut Alvaro saat membahas hal ini. Adelia bisa mengerti keadaan Alvaro saat ini, tetapi tidak bisa kah, Alvaro berkata jujur padanya?
Adelia takut. Takut kalau ia akan dipisahkan dengan Alvaro. Ia takut jauh dari Alvaro. Walaupun ia tahu, ia pasti akan berpisah dengan Alvaro. Tapi, ia hanya ingin menikmati waktunya bersama Alvaro.
"Aku mau pulang" Adelia memutuskan untuk mengakhiri, percuma saja ia memperdebatkan karena semua tidak akan bisa berubah, tanpa usaha.
Alvaro memeluk Adelia. Ia tersenyum miris mengingat keadaan hubungan mereka. Ia berharap semoga semua akan baik-baik saja.
Maafin aku, Del.
***
"Whoa, kusut banget bro, muka lo. Kayak habis di godain banci lampu merah" Bobby terkekeh, saat melihat Alvaro datang dengan wajah lesu.
"Garing lo, mbahnya banci" ujar Azka.
"Heh, lo kira lo gak garing, gitu? Ck. Kasihan banget sih lo bro, kalau ngelucu gak pernah lucu" balas Bobby menggebu-gebu.
"Ribut lo, babi" Alvaro menjitak kepala Bobby.
Bobby mengusap kepalanya sambil menggerutu pelan. Nyali nya menciut saat Alvaro sudah bersuara seperti ini.
Saat ini mereka sedang berkumpul di rumah Bobby. Mereka setiap hari selalu berkumpul, entah itu di rumah Bobby, Azka, ataupun Alvaro.
"Lo kenapa dah?" tanya Bobby saat suasana hati Alvaro mulai tenang.
"Biasa" jawab Alvaro datar tanpa melihat ke arah Bobby. Sebenarnya sudah biasa ia berbicara datar karena memang sudah dari sananya, tapi kali ini berbeda.
"Mau sampai kapan, lo begini? Lo tau kan, hal yang lo inginkan itu mustahil terjadi?" Azka benar-benar frustasi dengan Alvaro yang bersikeras mengabulkan keinginannya yang tidak mungkin terjadi.
"Lo masih mikirin dia? Gila lo, bro! Prihatin gue sama Adelia" sambung Bobby sambil menggelengkan kepalanya heran.
"Lo pada gak ngerti perasaan gue! Kalian gak pernah ngerasain di posisi gue." jawab Alvaro masih dengan kedatarannya.
"Itu semua terserah lo, Al. Gue cuma ngingatin ke lo. Lo tau kan gue pernah kehilangan orang yang bener-bener gue sayang dan gue menyesal karena sia-siain dia. Gue gak mau ini kejadian sama lo, Al. Rasanya gak enak" nasehat Azka terhadap Alvaro.
Alvaro terdiam menatap kedepan. Walaupun ia seperti tidak mendengarkan, tetapi diam-diam ia merenungkan perkataan sahabatnya itu.
***
Selamat malam, readers.
Jangan lupa vote & comment nya yaa...
Jangan jadi pembaca gelap hehe.
-salam Alavaro yang lagi galau