Bab 18 - Memory

50 4 1
                                    

Terkadang rindu menjelma sebagai tamu yang tak sopan, ia masuk tanpa permisi, lalu menetap tak tahu diri.
-unknow

***


H

ari ini para murid free class, setelah satu minggu lamanya mereka menghadapi ujian yang cukup melelahkan otak dan pikiran mereka.

Selama itu pula, sikap Fahmi semakin aneh pada Adelia dan sikap Alvaro semakin bertambah manisnya. Bahkan, Fahmi tak segan-segan untuk modus pada Adelia di depan mata Alvaro. Seperti menganggap Alvaro angin lalu saja. Hal itu membuat Alvaro menjadi sedikit posesif pada Adelia. Tapi, Adelia merasa senang saat Alvaro bersikap posesif padanya. Membuatnya melambung tinggi keatas tanpa memikirkan bagaimana kalau ia jatuh.

"Kita mau kemana?" tanya Adelia saat mobil Alvaro berbelok ke arah lain, bukan ke rumahnya. Karena free class, mereka memutuskan untuk meninggalkan sekolah.

"Kamu tau nanti." jawab Alvaro sekenanya. Membuat Adelia menghela napas pelan dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Setelah satu jam lamanya mereka diperjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang sangat berarti bagi keduanya.

Tempat dimana keduanya pertama kali saling bertemu, bertatap muka. Tempat yang menjadi saksi bisu sebuah kisah yang mereka ciptakan.

Di sebuah danau yang tersembunyi dari keramaian kota Jakarta. Danau yang sangat indah, sepi, dan nyaman. Tidak banyak orang yang mengetahui letak danau ini.

Adelia tersenyum senang saat tau ternyata Alvaro membawanya kesini. Ia memang lupa jalan menuju tempat indah ini. Walaupun sudah beberapa kali kesini, tetap saja Adelia tidak mengingat arah jalannya.

"Ah, seger banget!!!" seru Adelia saat kakinya mendarat di atas tanah. Tangannya ditelentangkan seolah-olah memeluk angin segar yang berkeliaran disekitarnya.

Alvaro tersenyum kecil. Setiap tanggal 2 Desember, ia pasti akan mengunjungi tempat ini. Banyak kenangan yang tercipta disini.

"Alvaro, sini!" Seru Adelia pada Alvaro. Ia sekarang sudah berada di tepi danau itu. Ia tersenyum pada Alvaro yang sedang berjalan ke arahnya.

Lalu mereka duduk di rerumputan yang tumbuh disekitar danau. Seperti biasa, sebelumnya Adelia mengambil beberapa batu kerikil yang ada untuk ia lemparkan ke danau. Di setiap lemparannya, ia akan mengucapkan harapan-harapan yang ingin ia capai. Bukan hal mistis. Hanya saja agar ada sedikit hiburan untuknya.

Adelia memulai lemparan pertamanya, memejamkan matanya dan mengucapkan harapan di dalam hati. Saat lemparan terakhir, ia membuka matanya sejenak. Mengalihkan padangannya pada Alvaro yang sedari tadi diam menatap kosong ke arah depan.

Lalu Adelia tersenyum dan mengarahkan pandangannya ke depan lagi, untuk mengucapkan harapan terakhirnya kali ini.

"Semoga aku gak salah pilih kamu, Al."

Kalimat itu, harapan yang selalu ia ucapkan.

Flashback on.

Adelia menangis sesenggukan di tepi sebuah danau, di tempat yang menjadi sangat berarti baginya mulai sekarang. Tempat yang sering ia kunjungi bersama saudarinya. Tempat yang membuatnya menjadi tenang bersama saudarinya, Angelia.

Kini, ia tidak bisa lagi berkunjung ke tempat ini bersama Angelia. Angelia telah pergi meninggalkannya. Ini semua karena dirinya.

Sebuah tepukan di pundaknya membuatnya berhenti sejenak. Seorang lelaki seumuran dengannya menatapnya dengan sendu.

Rain Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang