Alvaro mengetuk-ngetukkan bolpoinnya di atas meja. Pelajaran seni budaya sedang berlangsung saat ini. Guru nya sedang menjelaskan materi mengenai tarian daerah. Alvaro menatap ke depan, tetapi pikirannya sedang tidak tempat. Pikirannya sedang melayang-layang entah kemana.
Wajahnya terlihat gelisah. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganggunya sehingga Alvaro tidak bisa berkonsentrasi terhadap materi yang sedang disampaikan.
Suara ketuka bolpoin Alvaro semakin keras menandakan bahwa ia sangat gelisah. Alvaro sampai tidak sadar bahwa kelas menjadi sangat hening karenanya. Guru seni budaya yang sedang menjelaskan di depan pun berhenti dan menatapnya datar. Hingga pukulan di kepalanya membuat Alvaro tersadar dari lamunannya.
Alvaro menatap garang terhadap Bobby yang berada disampingnya, "Sakit bego, apaan sih lo?!" ucap Alvaro.
Sedangkan Bobby hanya menatap tajam terhadap Alvaro, memberikan isyarat bahwa semua sedang memperhatikannya saat ini.
Alvaro mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas, ia mengernyit bingung. Lalu pandangannya terhenti pada satu titik, dimana gurunya sedang menatap datar namun tegas terhadapnya.
Alvaro meneguk salivanya dengan susah.
"Sudah selesai dengan lamunan kamu Alvaro?" tanya gurunya.
Alvaro hanya diam.
"Alvaro saya bertanya!" ucap gurunya tegas.
"Hm" jawab Alvaro singkat.
Azka mencubit kecil punggung Alvaro dan dibalas dengan tatapan tajam dari Alvaro. Azka tak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Sulit sekali membuatnya hangat seperti beberapa tahun yang lalu.
Sedangkan guru seni budaya nya hanya menghela napas kasar. Ia tahu akan percuma menegur Alvaro karena lelaki itu tidak akan mendengarkannya dengan baik. Satu sekolah sudah tahu bahwa anak itu memang memiliki sikap yang dingin, hanya kepada orang-orang tertentu saja ia akan bersikap hangat. Itupun tidak Alvaro tunjukkan di depan umum.
Kemudian mereka melanjutkan kegiatan belajar-mengajar yang sempat terhenti karena Alvaro. Tetapi, bukannya mendengarkan apa yang dijelaskan gurunya, Alvaro memilih untuk menjatuhkan kepalanya di atas meja dan bukunya ia jadikan bantal.
Bobby, Azka, dan Kanya yang melihat itu hanya menggelengkan kepala mereka. Pusing dengan Alvaro.
***
Waktu baru menunjukkan pukul 10.00 WIB, tetapi kantin sudah dipenuhi oleh para murid seperti biasanya. Diantaranya ada Alvaro, Azka, dan Bobby. Guru mereka sudah meninggalkan kelas terlebih dahulu dikarenakan ada sesuatu yang penting yang harus diurus. Entah apa itu, mereka tidak peduli.
Azka dan Bobby sedang mengantri di kantin Bunda Dwi untuk membeli nasi goreng favorit mereka. Kalau kata Bobby, itu nasi goreng cinta dari Bunda Dwi untuknya. Karena kalau Bobby membeli nasi goreng disitu, di akhir Bunda Dwi pasti memberikan cium jauh untuknya.
"Terima kasih Bunda Dwi. Muaahh." ucap Bobby.
"Sama-sama dong Bobby. Muahh." balas Bunda Dwi.
Hei. Kalian jangan serius dulu. Mereka memang seperti itu. Bunda Dwi adalah salah satu penjual kantin yang suka bercanda.
Azka tertawa geli seperti biasanya. Padahal, hal itu sudah dilakukan Bobby hampir setiap hari. Tetapi, Azka masih saja tidak bisa menahan tawanya. Selera lawak Azka memang receh.
Sedangkan Alvaro sedang duduk manis di kantin, menunggu seseorang yang sedang mengantri di penjual siomay.
Setelah menunggu 5 menit lamanya, seseorang itu datang membawa satu piring siomay dan air mineral. Dengan gugup ia mendatangi Alvaro.