Honda Jazz berwarna putih memasuki salah satu kawasan perumahan elit yang ada di kota Jakarta. Lalu memasuki satu rumah mewah.
Pemilik mobil itu keluar dari mobilnya, mengunci kembali mobilnya yang sudah ia masukkan ke dalam garasi. Ia berjalan dengan santai menuju pintu, dengan tangan yang memutar-mutar kunci mobil.
"Alvaro." orang itu menoleh, merasa ada yang memanggilnya. Ya, ia adalah Alvaro.
"Mama?" Alvaro berbalik, terkejut melihat mamanya.
Selama ini ia hanya tinggal dengan kakaknya, sedangkan mamanya tinggal di luar negeri untuk mengurus butik yang ada disana.
Alvaro menghela napas pelan. Setelah ini pasti hidupnya tambah rumit. Bukannya ia tidak suka melihat kehadiran mamanya, ia senang jika mamanya tinggal bersama dengannya, hanya saja mamanya selalu mengatur hidupnya tanpa membiarkan Alvaro memilih jalan hidup sendiri.
Alvaro sudah cukup dewasa untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
"Mama ngapain disini?" tanya Alvaro datar.
"Memang kenapa kalau mama pulang ke sini? Kamu gak suka?" ucap mamanya dengan mata yang meyorot tajam.
Sekali lagi, Alvaro menghela napas. Ia selalu saja berdebat dengan mamanya. Selalu saja berbeda pendapat.
"Alvaro capek." Alvaro berbalik, melanjutkan perjalanannya menuju kamar yang sempat tertunda.
Ia tidak mempedulikan teriakan mamanya yang memanggil Alvaro untuk tetap tinggal dan mendengarkan omelan mamanya itu.
Saat ia sudah sampai di depan pintu kamarnya, seseorang menepuk pelan pundaknya. Mengisyaratkan agar tetap bersabar. Itu adalah kakaknya, Matthew.
Alvaro hanya mengangguk sebagai jawaban.***
Seorang gadis sedang duduk melamun di balkon kamarnya. Hujan masih berlangsung dari sore tadi, tidak membuat gadis itu beranjak dari sana, padahal angin sangat kencang.
Mood Adelia buruk sekali hari ini. Padahal tadi ia sudah berhasil mengembalikan mood nya menjadi baik, tetapi kembali buruk saat mendapat pesan dari Alvaro.
Alvaro : mama pulang, Del.
Entah sampai kapan seperti ini, cewek itu merasa lelah namun tak ingin berhenti juga.
Angin kencang yang menerpa tubuhnya seakan tak berasa. Bahkan tempias hujan mulai mengenai tubuhnya, tak membuat Adelia beranjak dari sana.
Hanya hujan yang membuat nya merasa tenang.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu mengalihkan pandangan Adelia dari rintikan hujan ke arah pintu kamarnya.
"Adelia, ini abang."
Ia masih tidak beranjak, hingga suara dari orang yang mengetuk pintu itu membuatnya segera berdiri untuk membuka pintu kamarnya.
Saat pintu kamar terbuka, Adelia langsung memeluk orang itu.
"Bang Gaga, Adelia kangen." ucap Adelia mengeratkan pelukannya.
"Adik nya abang tambah manja, ya." Gaga terkekeh.
Adelia tersenyum, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat wajah tampan abangnya itu.
"Abang kapan balik? Kok gak kabarin Adel?" tanya Adelia.
"Biar surprise, dong." Gaga melepas pelukan mereka, lalu mengacak pelan rambut Adelia.
"Makan, yuk. Abang tadi dari bandara langsung beliin." ucap Gaga sambil menarik tangan Adelia menuju ke ruang makan di bawah.
"Emang abang bawain apa?" tanya Adelia penasaran.
Sesampainya di ruang makan, mata Adelia berbinar melihat tiga loyang pizza diatas meja. Makanan kesukaannya. Dengan cepat menarik abangnya untuk segera duduk.
"Pelan-pelan, Del."
Adelia tidak mengindahkan perkataan abangnya, ia makan sangat lahap. Sehingga ia tersedak, dengan buru-buru Gaga memberinya segelas air.
Gaga menggelengkan kepalanya, sedangkan Adelia hanya tersenyum melihat abangnya.
Adelia tidak berubah. Sebelum Gaga berangkat ke Amerika pun, Adelia selalu menggilai pizza. Hingga sekarang Gaga kembali.
Gaga baru saja pulang dari Amerika, setelah menyelesaikan pendidikan di salah satu Universitas disana. Sedangkan orang tua mereka sering ke luar kota untuk mengurus bisnis mereka.
"Gimana, Alvaro?" tanya Gaga.
Adelia menghentikan gerakannya. Melihat abangnya yang sedang menunggu jawaban darinya.
"B-baik." Adelia mengalihkan pandangannya, melanjutkan makannya seolah tidak mempedulikan pertanyaan tentang Alvaro.
"Langgeng juga. Kuat banget Alvaro hadapin kamu."
Adelia melotot tidak terima. "Abang, ih."
Gaga terkekeh, menggoda Adelia adalah salah satu hobinya. Adelia memanyunkan bibirnya melihat abangnya yang menertawainya.
"Tambah jelek kamu, Del." goda Gaga lagi.
"Abang, suka banget olokin orang. Pantes aja diputusin kak Rara." balas Adelia.
Gaga membulatkan matanya. Ia berdiri dari kursinya menuju Adelia, lalu menggelitiki Adelia. Adelia tertawa lepas, mencoba melepaskan diri dari serangan abangnya.
Setidaknya dengan kehadiran Gaga, ia dapat melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapinya.
***
Jangan lupa vomment nya yaa..
Thankyouu.