🐍Sepuluh🐍

509 77 9
                                    


Joy menopang dagu, merasa bosan.  Lisa asik dengan handphone walau sering kali melirik ke arah lima temannya. Yerin masih sibuk berfoto bersama Wendy walau kadang suka menoleh kanan kiri, memastikan. Jisoo masih Setia menatap arah pintu masuk kantin. Sedangkan Eunha terus mengedarkan pandangan ke segala penjuru arah, takut-takut 'dia' sudah datang.

"Kok Kak Sungjae nggak ke kantin ya." celetuk Eunha.

Seperti biasa ke enam gadis ini sudah duduk manis di kantin. Tapi ada yang beda hari ini, yaitu si kakak pembawa kotak amal yang belum keliatan Batang hidungnya juga sampai saat ini. Padahal Joy, Yerin, Jisoo, Wendy, Eunha dan Lisa sudah stanby di sini dari sebelum bel masuk tapi tetap saja kakak pembawa kotak amal tak kunjung datang. Bahkan sekarang sudah bel istirahat si kakak pembawa kotak amal itu tidak muncul juga.

"Kak Sungjae lagi nggak ada duit kali." kata Jisoo sambil menyeruput teh gelasnya.

"Padahal setiap bel masuk. Dia pasti bakal beli permen milkita dan kalo pas istirahat dia bakal beli permen kaki." sahut Joy masih menopang dagu dan menatap pintu masuk kantin.

"Joya segitu merhatiin ya." kata Wendy menggelengkan kepalanya.

"Balik ke kelas aja." saran Lisa yang sudah putus asa.

Joy, Jisoo, Eunha, Wendy dan Yerin awalnya saling pandang walau berikutnya mengangguk serentak.  Pasrah saja hari ini tidak bisa bertemu dengan kakak pembawa kotak amal. Mereka berenam lantas beranjak dari tempat duduknya.

Eunha yang berjalan paling belakang menepuk keningnya baru ingat sesuatu. "Eh kalian duluan aja, tadi Yuju nitip roti ke gue." ucap Eunha menghentikan langkahnya.

Yerin menoleh. "Gue temenin ya Na?" kata Yerin menawarkan.

"Yaelah beli roti doang. Udah sana duluan, gapapa." jawab Eunha segera mengusir Yerin dan berbalik badan kembali masuk ke kantin.

Setelah membayar roti pesanan Yuju. Eunha hendak berbalik badan, ingin keluar area kantin. Tapi Eunha dikejutkan ketika ada seseorang yang menabraknya dari samping.

"Woii kalo jalan pake mata!"

Eunha menoleh dan mengernyit, bukannya para gadis ini yang menabrak Eunha duluan. Kenapa jadi Eunha yang disalahkan. Begitu pikir Eunha.

Setelah diamati, ternyata yang baru saja menabrak Eunha ini gerombolan kakak kelas. Hmm pantes aja logat bicaranya sok berkuasa.

"Sori kak, bukannya lo duluan ya yang nabrak gue." ujar Eunha mencoba terlihat sopan.

Gadis yang menabrak Eunha tadi melotot kaget. "Jelas-jelas lo yang nabrak kita duluan, bocah!" teriaknya emosi.

Ini nih yang paling Eunha tidak suka. Kenapa harus fisik yang selalu dihina. Mentang-mentang badan Eunha yang kecil terus pendek gini.

"Bisa nggak si jangan maen fisik!" sahut Eunha mulai tersulut emosi.

Gadis tadi terkekeh sinis. "Jadi lo mau ngelak? He! Badan lo ini emang kecil, bocah!"

Emosi Eunha mulai terpancing. Apa-apaan kakak kelas ini, seenaknya menghina Eunha seperti ini. Nggak bisa dibiarin. "Kak mending elo ngaca dulu gih, badan lo juga kuntet kali."

Sebenarnya Eunha juga takut saat menantang kakak kelas nya seperti ini. Di sekolah ini memang jiwa-jiwa senioritas masih kental. Bahkan setiap tahunnya masih banyak kejadian-kejadian kakak kelas yang membully para adik kelas. Hmm, sepertinya itu sudah jadi tradisi disekolah ini. Tapi Eunha benci itu, Eunha tak suka jika ada orang yang meremehkannya seperti ini. Apalagi soal fisiknya.

Sang kakak kelas cantik itu jadi ikut tersulut emosinya. Tanpa basa-basi lagi, ia mengangkat tangan berniat menampar Eunha. Tapi sebelum itu terjadi ada yang menahan tangannya dari belakang.

Charity Box Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang