SMA Unggulan Bangsa atau yang lebih dikenal dengan SMA UB adalah salah satu SMA unggulan yang berada di kotaku ini. Gedung sekolahku ini dirancang bertingkat dengan 3 lantai. Lantai 1 untuk kelas siswa kelas 12, lantai 2 untuk siswa kelas 11 dan lantai 3 untuk siswa kelas 10. Dan juga sekolahku ini dibangun diatas tanah lapang yang cukup luas sehingga tak heran jika disekolahku ini terdapat berbagai fasilitas tambahan seperti lapangan basket, lapangan futsal dan laboratorium praktikum sekolah.
Ketika diperjalanan setelah menyelesaikan hukumanku karena datang terlambat, aku teringat sesuatu tentang letak kelasku.
"Kalau tidak salah kelas 10 itu di lantai 3, kan?" ucapku pelan.
Bukankah itu adalah suatu hal yang baik jika kelasku berada dilantai 3? Karena dengan begitu aku tidak perlu capek-capek naik tangga ke atap sekolah. Otomatis setelah bel pulang sekolah, aku hanya perlu menunggu suasana menjadi sunyi lalu pergi ke atap sekolah. Ah.. aku sudah tidak sabar menantikannya.
Aku kemudian teringat dengan luka gores yang kudapatkan saat menabrak mobilnya ayah Aura tadi pagi. Aku pikir mungkin lebih baik jika aku mengobati terlebih dahulu luka goresku ini sebelum masuk kedalam kelas. Aku pun berkeliling mencari letak Ruang UKS. Karena masih asing dengan lingkungan sekolah ini, butuh waktu lama bagiku untuk menemukan Ruang UKS di sekolah ini.
[Ruang UKS - Ekstrakulikuler PMR - Harap lepas alas kaki anda]
Setibanya aku didalam Ruang UKS, aku tidak melihat satupun perawat atau anggota Ekskul PMR yang sedang bertugas didalamnya. Disana aku hanya melihat ada seorang murid yang sedang berbaring diatas kasur dengan ditemani oleh 2 orang disampingnya. Aku tak bisa melihat wajah mereka karena mereka menutupi wajah mereka dengan tirai yang dipasang.
Aku kemudian mengambil beberapa perban dan obat tetes yang berada didalam kotak obat. Karena tidak ada satupun perawat atau anggota Ekskul PMR yang ada, aku pun terpaksa mengobati luka goresku ini sendirian.
Selagi aku mengobati lukaku ini, sepertinya murid yang berada dibalik tirai itu mulai bangkit berdiri. Dia dan 2 orang disampingnya tampaknya sudah selesai dan hendak keluar dari Ruang UKS ini.
Tirai yang mereka pasang pun terbuka. Aku terlonjak kaget ketika melihat siapa sosok sebenarnya dari mereka bertiga.
"Wah.. seriusan ini?"
"Bukankah itu Kepala Sekolah, Ketua OSIS dan cewek itu.. bukankah dia cewek tsundere di bus tadi?" gumamku dalam hati.
Mereka bertiga pun lalu berjalan untuk keluar dari Ruang UKS ini. Meskipun tak menegurku, sepertinya mereka bertiga menyadari akan keberadaanku. Aku yang juga melihat mereka memutuskan untuk memberi sedikit rasa hormatku dengan menundukan kepalaku kebawah beberapa derajat.
Cukup lama bagiku untuk mengobati luka ini. Setelah aku rasa cukup, aku pun segera mengembalikan perban dan obat tetes yang kupakai tadi kedalam kotak obat. Karena khawatir telat masuk kelas, aku pun memutuskan untuk langsung keluar dari Ruang UKS ini.
Aku menemukan sosok cewek tsundere sedang berdiri manja bermandikan pasir pantai dengan posisi tubuh menyandar di atas tembok sekolah. Aku bahkan bisa merasakan hawa negatif darinya. Sekarang ini dia tampak seperti seekor elang yang akan menikam mangsa favoritnya.
Suasana koridor sekolah saat ini sangatlah sepi. Sepertinya murid-murid sekolah ini sedang asyik didalam kelas mereka masing-masing dan guru-guru sepertinya juga masih berada diruangan guru untuk menyiapkan bahan pembelajaran yang akan mereka berikan.
Hmm.. Aku berpikir bahwa cewek tsundere itu sedang menunggu kedatangan seseorang. Satu hal yang jelas dan yang kuyakini bahwa orang yang sedang dia tunggu pasti bukanlah aku! Aku bukan orang yang gede rasa sampai-sampai mengharapkan bahwa orang yang sedang dia tunggu itu adalah diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Mesum yang Kutu Buku
Teen Fiction"Aku mencintaimu.. jadi tolong jadilah pacarku" "Maaf.. Aku tidak bisa" Terdengar klise bukan? Tapi bagi Aldini, klise atau tidak bukanlah perkara yang penting. Baginya hal yang lebih patut dia khawatirkan yaitu "Dimana cewek itu berada sekarang?"...