Ketika aku mencoba melihat gerangan apa yang sedang terjadi, aku lalu menemukan sebuah mobil innova putih sedang terpakir didepanku. Sepertinya aku tadi berbenturan dengan mobil ini dan membuatku terjatuh. Argh.. Karena benturan itu kepalaku menjadi sedikit sakit dan tanganku sepertinya terkena lecet karena tergores dengan aspal jalan.
Demi laptop si Unyil yang penuh misteri. Sejak kapan kau ada disana, wahai mobil innova putih? Aku yakin betul tadi sebelum mulai berjalan aku sudah benar-benar mengecek jalan ini dan aku tak melihat satupun mobil yang sedang terpakir. Apa kau ini mobil berhantu?
Tak lama kemudian, muncul seorang laki-laki dewasa yang keluar dari dalam mobil itu. Sepertinya dia adalah pemilik mobil itu.
"Apa kau baik-baik saja, Dik?" tanya dia penuh perhatian.
"Saya habis dari taman tadi jadi parkirin mobilnya agak buru-buru. Maaf ya, Dik" lanjutnya dengan nada menyesal.
Tunggu sebentar.. dari taman? Berarti habis melihat senam hot pagi itu bukan? Baiklah, aku paham. Sebagai orang yang sama-sama pernah melihat pemandangan itu, aku mengerti kenapa kau sampai terburu-buru. Aku memaafkanmu, wahai temanku!
"Tidak.. tidak. Saya yang salah pak".
"Saya tadi baca buku sambil jalan jadi tidak lihat ada mobil bapak sedang terpakir. Jadi bapak tidak salah kok".
Setelah mendengar jawabanku lelaki dewasa itu pun lalu diam sebentar. Dia kemudian melihat luka lecet pada tanganku.
"Tanganmu sepertinya terluka. Bagaimana jika masuk dulu sambil diobatin?" tanyanya penuh perhatian.
Aku sangat berterima kasih atas tawarannya wahai temanku! Tapi aku baru ingat aku sedang dikejar waktu untuk segera pergi ke sekolah. Baiklah, aku harus secepatnya keluar dari kondisi ini dan menghentikan percakapan ini.
"Oh tidak apa-apa pak. Ini hanya luka kecil biasa, tidak terlalu sakit"
"Lebih-lebih saya harus segera pergi ke sekolah pak. Ketika sampai di sekolah nanti baru saya obatin." ucapku tegas.
Dia diam sebentar sambil memikirkan sesuatu lalu kemudian berkata:
"Seragam itu.. apa adik murid SMA UB?" tanyanya penasaran.
"Oh.. benar" jawabku jujur.
"Hm.. kalo begitu bagaimana jika adik berangkat bareng anak saya? Kebetulan dia juga murid SMA UB sepertimu".
"Anak bapak?" tanyaku dengan nada binggung.
Seakan mengerti dengan kebinggunganku, dia kemudian segera memanggil nama anaknya dan menyuruh dia keluar.
"Aura.. aura.." panggilnya lantang.
"Aura.. ayo kesini sayang.."
Woi.. woi.. tunggu sebentar.. Apa aku akan bertemu dengan seorang cewek yang satu sekolahan denganku lagi? Aku memang berencana ingin berubah tapi bertemu dengan 3 cewek yang satu sekolahan denganku sekaligus hanya dalam waktu sehari bukanlah suatu hal yang kuharapkan. Aku tidak ingin mengambil rute sebagai cowok playboy!
Setelah menunggu beberapa saat, munculah orang yang bernama Aura itu.
"Whoa.. dia manis sekali!"
Tubuhnya yang lumayan mungil, rambut coklat sebahunya yang ditata rapi, wajahnya yang putih dan dia memakai beberapa aksesoris tambahan yang lucu.
Tapi tunggu dulu..
Bukannya dada baju itu terlalu rata untuk ukuran seorang cewek SMA? Dan juga bukankah itu celana panjang cowok yang sedang ia kenakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Mesum yang Kutu Buku
Teen Fiction"Aku mencintaimu.. jadi tolong jadilah pacarku" "Maaf.. Aku tidak bisa" Terdengar klise bukan? Tapi bagi Aldini, klise atau tidak bukanlah perkara yang penting. Baginya hal yang lebih patut dia khawatirkan yaitu "Dimana cewek itu berada sekarang?"...