I

49.9K 6K 171
                                    

Pagi-pagi Gena sudah mengikat rambutnya ke atas hingga ia hanya menyisakan beberapa helai rambutnya. Hari ini ada rekannya yang tidak masuk alhasil semua pekerjaannya diserahkan pada Gena, ia harus mengecek ulang surat permintaan pembelian dari customer agar bisa merekap datanya dan segera diserahkan pada bagian finance.

"Lian kemana, Gen?" tanya Ranu, pria itu baru tiba setelah jarum jam hampir menyapa angka sepuluh.

"Adiknya sakit, jadi dia nggak masuk," jawab Gena. Ia berusaha bersikap sebaik mungkin dengan semua orang, meski ia tidak tahu untuk apa tapi ia selalu menyapa lebih dulu.

Ranuda Adiwijaya, salah satu staf marketing yang sudah bisa dibilang senior. Ada beberapa anak baru di divisi marketing dan memang Gena yang paling masuk akhir, ada empat anak baru termasuk Gena di dalamnya. Helen, Siska dan Asri.

"Len, yang dari PT Kansen udah diliat surat PO nya?" tanya Ranu.

"Udah Kak," ucap Helen, gadis itu memasang senyum merekah dengan wajah memerah yang memang karena blush on. "Tapi aku bingung kok aku masukin nama barang ke sistem salah terus ya?"

Ranu menghampiri Helen, memberikan arahan saat Helen bertanya tentang ketidaktahuannya. Sedangkan Gena sibuk menyalin data dari tumpukan dokumennya, ada surat jalan yang harus dicek belum lagi jika Invoice ternyata tidak sesuai dengan surat jalan.

"Ranu," Feri menepuk bahu Ranu yang tengah fokus dengan layar komputer. "Gue ke Mampang dulu ya, bahas soal pengadaan barang."

"Ya udah, Sip. Nanti surat penawarannya gue kirima by mail ya," Ranu mengacungkan ibu jarinya pertanda okay.

"Bukannya mau ke daerah Pasar Minggu ya, Fer?" gurau Mbak Dewi, ia meledek Feri yang sering menggoda Helen.

"Kan kalau mau ke pasar minggu nanti sabtu malam aja."

"Jiahhahah, banyak saingannya kalau mau ke pasar minggu." Kali ini Mbak Rasmi yang menimpali..

"Lewatin Ranu sama Samudra dulu tuh baru bisa ke Pasar Minggu." Mbak Dewi tersenyum melirik Helen yang tertawa ringan.

Ya, mereka membahas Helen. Rumah Helen di bilangan pasar minggu, dan sejak awal dengan paras cantiknya Helen memang memikat kaum adam di sekitarnya.

Ranu hanya bisa menggaruk lehernya yang tak gatal, enggan menanggapi ucapan ibu-ibu tim GA yang memang berada dalam satu teritorial dengan divisi marketing.

"Ngomongin apa sih?" Samudra tiba-tiba muncul dengan satu amplop coklat di tangannya.

"Ini Sam, si Feri mau gaet Helen," jawab Mbak Dewi dengan ringan masih dengan sisa tawa dari bibirnya.

"Oh." Samudra hanya berohria, Pria itu melirik sekilas pada Gena yang tengah berusaha keras memindah satu tumpukan dokumen yang berada dalam keranjang untuk dipindahkan.

"Apa susahnya minta tolong?" tanya Samudra sebelum akhirnya membantu Gena mengangkat satu tumpuk dokumen ke pojok ruangan tempat arsip divisi Marketing.

"Saya bisa sendiri, Mas." Gena menunduk, ia menarik dokumen lain yang kino harus ia verifikasi ke bagian Finance. "Terimakasih."

Gena meninggalkan Samudra yang membuka mulutnya dengan sempurna.

****

Jam empat sore adalah waktu yang sangat rentan diserang rasa kantuk dan rasa lapar untuk Gena, padahal saat jam makan siang Gena sudah memberi amunisi penuh perutnya, tapi tetap saja rasa lapar menyerangnya jam-jam rawan seperti ini.

Gena mrmutuskan melangkah ke pantry, mengambil segelas susu cokelat mungkin bisa menunda laparnya sampai jam pulang. Ada Samudra di sana tengah duduk dengan segelas kopi, dan mungkin ada beberapa anak IT yang juga ikut bercengkrama. Gena tidak terlalu tahu nama pria-pria yang tengah asyik membicarakan pertandingan sepak bola.

Rambut sebahu Gena menutupi sebagian wajahnya saat ia menunduk menekan dispenser, melirik sekilas pada Samudra yang sepertinya sedang memperhatikannya juga.

Bukannya Gena terlalu rendah diri, ia hanya tahu tipe-tipe pria seperti Samudra adalah pria yang sering melontarkan godaan dan guyonan untuk para perempuan. Gena sudah sering mendengar candaan Samudra dengan Helen, Mbak Dwi, ataupun Siska. Pria itu ramah memang, senang menyapa dan bisa membuat kadar baper perempuan melambung karena merasa diperhatikan. Padahal pria itu perhatian dengan semua perempuan yang ada di sekitarnya.

Gena bisa mendengar tawa Samudra, bukan jenis tawa kencang. Samudra tertawa dengan caranya, pria itu tertawa lepas dan mempesona secara bersamaan.

Saat Mug nya sudah dipenuhi Susu Coklat Gena menekan lagi dispensernya, awalnya jika pantry sepi Gena akan menghabiskan waktu beberapa menit di pantry untuk menghilangkan sedikit penat. Tapi karena ada sekumpulan pria yang tengah asyik mengobrol Gena mengurungkan niatnya.

"Kamu suka banget susu coklat ya?"

Gena hampir saja melepas cengkramannya pada mug karena terkejut mendapati Samudra yang sudah berdiri di sampingnya.

"Saya perhatiin dari awal kamu masuk minumnya susu coklat terus, nggak suka kopi?" Lanjut Samudra, dalam setelan kemeja coklat muda dan celana hitam pria itu terlihat lebih rapi dari biasanya yang hanya mengenakan kaus berkerah dengan celan jeans.

"Iya." Gena mengangguk, list pertama adalah jangan berbicara dengan Samudra terlalu sering takut berefek buruk pada perasaannya.

"Pulang kemana Gen?"

Gena mengerutkan keningnya, kenapa Samudra bertanya Gena pulang kemana? memang apa urusannya, ahh Gena lupa jika pertanyaan yang serupa juga pernah pria itu lontarkan pada yang lain.

"Ke rumah pak, saya masih belum siap kalau harus pulang ke rahmatullah."

Tawa Samudra lagi-lagi mengisi indra pendengarannya, menggelitik sedikit hati Gena.

"Kamu serem becandanya bawa-bawa rahmatullah," ujar Samidra, pria itu masih betah berjalan di samping Gena menuju kubikelnya.

"Yang bilang saya lagi becanda siapa, Mas?" sebelah alis Gena terangkat, ia sama sekali tak merasa sedang melontarkan candaan. Ia hanya menjawab pertanyaan Samudra tadi.

"Kamu kaku banget sih?" Samudra berdehem menetralkan suara tawanya, "Umur berapa sih?"

Pelipis Gena berdenyut, sebelum Gena berbalik dari lorong yang akan mengarah ke bagian Finance ia menghentikan langkahnya. Menatap Samudra sambil membuang napas kesal.

"Tadi Mas nanya saya pulang kemana, saya jawab. Lantas kenapa Mas kembali bertanya berapa umur saya? Saya nggak tau niat mas tanya-tanya hal pribadi seperti itu untuk apa, kalau dalam pikiran Mas untuk bisa mengakrabkan diri dengan saya. Mas Nggak perlu bertanya hal-hal seperti itu, Mas Sam nggak perlu nanya hal-hal yang sering Mas tanyakan pada orang lain. Satu lagi, saya nggak suka dekat-dekat Mas Sam. Karena parfum Mas Sam bau Om-om." Gena menyelesaikan ucapannya dalam satu tarikan napas, ia bahkan masih tak mengerti kenapa setelah rentetan kata panjang yang keluar dari mulutnya Samudra masih memasang senyum di wajahnya.

"Kamu lucu." Samudra menjawil hidung Gena lalu pergi dengan satu kedipan mata yang menghantam kesadaran Gena.

TBC

U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang