III

37.2K 5.8K 209
                                    

Hari minggu ini Gena sengaja pergi ke Car Free Day untuk sekedar membakar lemak yang sudah ia timbun sejak senin sampai sabtu, Gena kembali mendengkus mengingat ucapan Samudra padanya tempo hari. Ia meraup napas rakus-rakus ketika Samudra dan ucapannya yang tak terkendali membuatnya sebal.

Pantas saja jadi Casanova, mulutnya tak bisa dipercaya. Seenakanya saja mengucapkan kata lamar, meskipun itu hanya candaan bagaiman bila nanti Gena terbawa perasaan? bisa-bisa nasibnya sama seperti Helen yang kena harapan palsu Samudra.

Tangan Gena masih kesulitan membuka segel minuman kemasan yang baru saja ia beli, napasnya tersenggal setelah lari berkilo-kilometer.

"Gue bantuin."

Mata Gena memicing mendapati Ranu di depannya dengan celana olahraga pendek dan kaos oblong yang hampir basah oleh keringat.

"Nggak usah, gue masih bisa sendiri. Selama gue masih mampu, gue nggak perlu bantuan orang lain." Gena menarik kembali air kemasan yang ada di genggaman Ranu.

Ranu mematung mendengar penjelasan Gena, harusnya ia tahu Gena membencinya mana mau gadis itu menerima bantuannya. Sejak awal Gena tak pernah mau bertanya apapun tentang pekerjaan pada Ranu, Gena menelan sendiri kesulitannya. Ia lebih memilih menunggu Pak Hafiz kembali dari tugas luar, sibuk dengan kebingungannya tanpa ada niat sedikitpun bertanya pada Ranu atau pada Samudra.

Dan sekarang di luar jam kantor pun Gena masih enggan menerima bantuannya.

"Lari dari mana Gen?"

"Dari rumah," jawab Gena asal, ia akhirnya berhasil membuka segel kemasan air mineral miliknya.

"Ohhh..." Ranu mengangguk, mengusap pelipisnya yang basah oleh keringat. "Dari rumah lari kan, bukan naik taksi?"

"Mau lo apa sih Nu?" Gena berdiri dari duduknya, "Gue udah nggak punya urusan lagi sama lo ya. Jadi jangan coba deket-deket gue lagi, atau gue aduin sama Linda."

"Sensitif banget sih, Gen. Emang kita nggak bisa temenan kayak dulu?"

"Temen?" geram Gena meninggalkan Ranu, "Bullshit."

Dan dari luasnya Area Car Free Day kenapa Gena masih harus bertemu teman-teman sekantornya yang biasa membuat pelipisnya berdenyut.
Ada Helen, Siska, Fery, Dea dan Putra tengah menyantap bubur bersama. Mau menghindar ke arah lain tidak mungkin.

"Kamu ikut janjian ke Car Free day juga?"

Gena terlonjak kaget hingga hampir meloncat karena napas hangat yang menerpa lehernya, di belakangnya ada Samudra yang tengah menarik napas pelan. Untung saja pria itu tidak kehabisan napas, kalau kehabisan napas juga lumayan sih. Pasti banyak yang mau ngasih napas buatan.

Nah pikiran Gena sudah mulai ngaco, ia mengenyahkan pikitan negatif yang hampir menjajah otaknya.

"Janjian?" Gena menaikan sebelah alisnya, yang Gena ingat ia berada di sini karena memang ingin berolahraga tidak sedang menepati janji dengan siapapun.

"Dengan mereka." Samudra menunjuk ke arah Helen dengan dagunya.

"Enggak," jawab Gena tak acuh, ia lebih memilih meninggalkan Samudra.

"Kamu jadi perempuan itu jutek banget sih," Samudra berhasil menyusul langkah Gena. Mereka berjalan bersisian, Gena sudah tidak sanggup kalau harus berlari cepat lagi bisa-bisa dia yang kehabisan napas.

"Kalau saya jutek memang masalah buat, Mas Sam?" Gena mendelik tak suka, Gena tidak peduli mau dibilang jutek atau kejam karena ia memang selalu bersikap seperti itu pada pria yang menyalakan radar bahayanya.

"Genaka, Genaka...," Samudra bermonolog, ia tidak peduli dengan Gena yang sudah menatap tajam dirinya. "Harusnya ejaannya Jenaka kan ya? pakai J kan bukan G?"

"Ibu saya blasteran Mas, jadi pake G bukan J."

"Wahh blasteran mana? Jerman? Afrika? atau Uruguay?"

"Blasteran Sunda Ciamis, Puas?" Gena mengibaskan tangannya saat Samudra kembali tertawa.

Gena ingat namanya memang tergolong aneh, Ibunya yang sok-sok western mengganti huruf J dengan G.

"Cewek jutek susah Jodoh lho."

"Cowok yang suka tebar pesona sana-sini kayak Mas juga masih susah jodoh, jadi nggak usah sok-sokan ngomongin jodoh sama saya. Saya sih masih 24 tahun masih belum pantas ngomongin jodoh, kamu tuh yang udah tua mapan, tampan. Masih single, saya jadi meragukan orientasi seksual  Mas Sam."

Gena bodoh, bagaimana ia bisa berbicara panjang lebar mengenai hal yang tak pantas di tempat umum seperti ini. Untung saja mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing sehingga tak benar-benar mendengar khotbah Gena pada Samudra.

"Kamu meragukan orientasi seksual saya?" Samudra menarik Gena mendekat ke arahnya, sebelah tangannya kini ada di pinggang Gena. Mata Gena tak berkedip saat kulit tangan Samudra yang basah menyapa lengannya.

Gena cemas, Samudra tidak mungkin melakukan hal-hal yang tak senonoh pada Gena di tempat umum seperti ini kan. Tidak mungkin kan? Gena semakin ketakutan saat Samudra tersnyum penuh arti.

"Mau saya buktikan?" tanya Samudra dengan suara rendahnya yang sarat makna.

"Mas," Gena gelagapan. Ia melirik ke arah sekitar. Dan orang-orang sungguh tidak peduli dengan Gena dan Samudra yang saling berhadapan.

Oh God, mereka tidak tahu jika Gena merasa terintimidasi di sini.

"Mau dimana?" lagi-lagi suara Samudra berubah menjadi serak tertahan membuat Gena bergidik ngeri.

"Mas Sam...,"  Gena menekan dada Samudra yang semakin mengeliminasi jarak di antara mereka. "Ganti Parfum yah?"

Shit, Gena mengumpat dari sekian banyak kata yang pernah ia serap kenapa pula harus tanya seperti itu yang terlontar.

"Iya, biar nggak disangka Om-om."

"Jadi, kapan Mas Sam lepasin tangannya dari pinggang saya?"

"Sebelum kamu mematahkan opini kamu sendiri yang meragukan orientasi seksual saya."

"Kenapa jadi saya? di Kantor juga banyak yang menyangka begitu," kilah Gena tak mau kalah.

"Karena orang-orang di kantor tak mengatakannya secara gamlang seperti kamu, mereka diam saja tau mana yang harus diucapkan dan tidak. Tapi mulut kamu ini terkadang suka seenaknya saja membicarakan isi pikiran kamu, tidak peduli dengan orang lain."

Gena hampir geram dengan tangan Samudra yang masih melekat di pinggangnya, ayolah ini bukan panggung broadway yang menampilkan pertunjukan. Ia kini tengah berada di kawasan Car free day dengan banyak orang yang berlalu lalang. Haruskan ditambah masalahnya dengan seorang pria yang senang membelit pinggangnya.

"Mas sedang mencoba menceramahi saya? harusnya Mas beruntung karena saya bicara apa adanya, bukan membicarakan Mas di belakang. Gitu aja Baper," cibir Gena.

"Mulut kamu itu esekali harus diberi pelajaran," ucap Samudra tak kalah geram.

"Mulut saya udah dikasih pelajaran Mas, dari TK sampai Perguruan tinggi. Jadi, Mas nggak usah susah payah mau ajarin mulut saya." Gena masih berusaha meloloskan tubuhnya dari belitan Samudra, tapi hasilnya nihil. Tangan Samudra masih membelit pinggangnya erat, dalam Hati Gena berdoa semoga Helan dan kawan-kawan tak mendapati dirinya dengan Samudra seperti ini.

"Ajarin yang seperti ini," Samudra tanpa tahu malu mengecup bibir Gena yang terbuka, lalu pergi begitu saja sebelum kembali berteriak. "Lain kali saya bisa mengajarkan yang lebih efektif untuk mulut kamu."

TBC

Ora's Note : Alohaaa.. Gue update lagi buat kalian-kalian yang menunggu bacaan. Selamat menikmati 😀

Oh iyaa ini Samudra Kakaknya Ariana yaaa yang di Adagio 😂
Cerita itu masih 2 part padahal wkwkw

Salam Hangat

Kekasihnya Yesung 😍

Minggu, 19-11-2017.

U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang