XXI

30.7K 5.1K 350
                                    

Gena menilik ponselnya, sudah hampir jam makan siang dan ia masih belum melihat Samudra. Hal yang paling ingin ia pastikan sekarang ada perasaannya pada Samudra, kenapa tidak mencoba menerima Samudra?

Hanya saja Gena juga tidak ingin terlalu tergesa, ia takut jika Samudra memandangnya sebagai gadis agresif.

"Mas Sam nggak masuk?" Gena akhirnya memilih bertanya pada Asri yang tengah sibuk bermain candy crush di ponselnya.

"Beberap hari terakhir sih pulang malem terus," Asri menyimpan ponselnya di atas meja, "Mau closing, jadi maklum kalau doi banting tulang."

Gena terdiam, ini hari pertamanya masuk setelah sakit beberapa hari. Ada perasaan kecewa saat ia tak bisa menangkap sosok Samudra dengan netranya.

Dan anehnya Gena merasa ada yang kurang saat Samudra tak mengiriminya pesan, mungki Samudra lupa atau memang sesuatu yang tak baik terjadi pada pria itu?

Khawatir, Gena tahu dirinya sedang dilanda perasan tak tenang hanya karena keberadaan Samudra yang tak tersapa.

Gena : are you okay?

Hanya satu pesan dalam satu kalimat pendek tapi mampu mewakilkan perasaan cemas Gena, anehnya kenapa Gena harus merasa cemas pada Samudra yang jelas-jelas sudah cukup dewasa. Kalaupun Samudra tidak baik-baik saja, pria itu jelas mampu mengurus dirinya sendiri.

"I'm okay."

Gena mengenal suara itu, suara yang sudah beberapa hari tak menyapa telinganya. Pria dalam balutan kemeja slimfit bergaris, dengan senyum yang tenang di bibir meja kerja Gena.

"Kamu udah sehat?" tanya Samudra, Gena bahkan masih berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya yang dengan begitu kurang ajarnya menyeruaak hanya karena melihat senyum hangat Samudra.

"Udah baikan," jawab Gena pelan, semoga saja suaranya tidak terdengar bergetar hanya karena ia sedang berusaha menetralkan detak jantungnya yang menghentak-hentak, "Makasih."

"Untuk?" Samudra menaikan sebelah alisnya, Gena tahu jika Samudra tengah mengujinya kini. Jadi tidak ada salahnya membuat Samudra sesekali bahagia dengan Gena yang menurunkan sedikit egonya.

"Terimakasih untuk buah dan perhatiannya, Mas Sam."

Asri terbatuk, cukup lama sampai Gena menatap ngeri pada ekpresi Asri. Setelah ini Asri pasti akan banyak bertanya pada Gena.

"Aku rasa, emmm maksud saya." Gena melirik Asri akan semakin aneh jika ia berbicara menggunakan kata aku di depan Asri. "Sepertinya kita perlu bicara."

"Pulang kantor, jam 6 di lobby."

Samudra melambaikan tangannya dengan senyum yang merekah.

"Tell me something." Asri menyipitkan matanya.

"Nggak ada apa-apa."

"Biasanya kalau cewek bilang nothing itu pasti ada something," Asri semakin menatap Gena penuh curiga. "Ngerasa nggak sih lo, kalau sikap lo sama Kak Samudra kini lebih manusiawi?"

"Emang gue ngapain Mas Sam? sampe dibilang nggak manusiawi?"

"Biasanya jutek kayak lagi PMS, gue sempet curiga kalau lo PMS tiap hari. Abis kalau sama Mas Sam nyolot gitu." Asri terus berceloteh tanpa peduli Gena yang semakin menunduk karena malu.

"Lo kan salah satu haters Kak Sam sejak awal, makanya jangan terlalu benci sama orang. Ketulah baru tau rasa."

Perasaan Gena atau Asri sekarang lebih cerewet, kenapa harus bawa-bawa haters? setahu Gena kadar bencinya pada Samudra masih dalam kadar normal, apa salahnya membentengi hatinya untuk memastikan bahwa takan ada sakit dikemudian hari saat ia menerima seorang pria.

U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang