XVIII

30.8K 5.7K 363
                                    

Mengapa takut pada lara Sementara semua rasa bisa kita cipta
Akan selalu ada tenang di sela-sela gelisah yang menunggu reda.
.
-Di atas meja, Payung Teduh.


Gena sebenarnya tak mengerti kenapa hubungannya dengan Samudra menjadi terasa begitu menyulitkan, padahal ia tak pernah sama sekali bermaksud untuk memperumit suatu hal.

"Nggak ikut?" tanya Alisa setelah mengetuk lebih dulu pintu kamar Gena dan masuk ke dalamnya, kemarin Alisa mengajak Gena untuk pergi ke Plaza Indonesia.

Tubuh Gena masih terbungkus selimut, ia malas beranjak dari tempat tidurnya. "Nggak deh."

"Sakit?" tanya Alisa saat mendengar suara Gena berdengung.

"Cuman pusing dikit aja kok."

"Turun sarapan dulu sana terus minum paracetamol," perintah Alisa sesaat sebelum keluar dari kamar Gena.

Gena menurutinya, karena ia memang butuh obat pereda nyeri. Jam di dinding sudah menunjukan pukul sembilam pagi, cukup siang untuk menghabiskan sekedar sarapan.

"Sakit?" tanya Ibu Gena saat Gena sudah duduk di meja makan dekat dengan dapur. Mungkin Alisa yang memberitahu ibunya tadi.

"Cuman pusing dikit," keluh Gena, ia mendengar suara orang mengobrol dari living room. "Ada tamu pagi-pagi?"

"Temen Kakakmu."

Gena hanya mengangguk, mengambil dua lembar roti untuk diberi selai coklat. Ia hanya menghabis setengah rotinya, pergi ke dekat Almari penyimpanan obat-obatan.

"Makan yang banyak lah Gen," kata Ibu Gena ketika melihat Gena mengambil segelas air mineral bersiap meminum obat.

"Nggak deh, Bu. Aku nggak nafsu makan."

*****

Orangtua Gena sudah melarangnya untuk pergi ke kantor karena wajahnya yang cukup pucat, meski Gena sudah memoles wajahnya dengan make up masih terlihat jelas wajahnya begitu lesu.

Saat keluar dari Lift Gena melihat Helen dan Samudra yang juga keluar dari lift yang berlawanan dengannya, Gena membuang napas pelan.

Gena menghampiri Samudra, mengajak pria itu berbicara. Gena memilih salah satu ruang pertemuan untuk tempatnya bicara dengan Samudra.

"Buat semuanya mudah," ucap Gena dengan suara rendahnya, ia tidak suka situasi seperti ini. Dimana dirinya harus terus berpikir tentang apa yang telah berhasil Samudra lakukan, "Anggap aku sudah jatuh hati dengan kamu, dan di saat yang bersamaan kamu juga mematahkan hatiku."

"Kamu sakit?" Samudra menahan lengan Gena, membuat Gena tak bisa menggerakan kembali lengannya untuk menunjuk-nunjuk dada Samudra.

"Apa yang kamu mau sebenarnya?" pertanyaan Gena terdengar begitu putus asa, "Apa yang kamu inginkan setelah berhasil mengacak-acak isi hati dan pikiranku. You did it, make me fall in love. Tapi disaat itu juga aku merasa menjadi orang paling bodoh karena kenapa harus kamu."

Samudra tak menjawabnya, ia mengambil sapu tangan yang memang selalu ia selipkan di kantong celananya. Ia mengusap pelan keringat Gena yang membasahi seluruh wajah dan lehernya, padahal AC di gedungnya cukup dingin.

"Kamu bajingan gila yang menyebalkan."

Diam, Samudra masih enggan mengeluarkan kata untuk meladeni racauan Gena.

"Kamu mengatakan menyukai seseorang, tapi kamu masih dengan lancangnya mendekati banyak wanita." Gena mendongak menatap Samudra, tangan Samudra mengusap lembut anak rambut Gena yang tak ikut terikat oleh ikata rambutnya, "Kamu menawarkan hati kamu di saat kamu masih dengan mudahnya menebar pesona pada perempuan di luar sana."

"Maka laranglah aku, katakan bahwa kamu tidak menyukai itu semua," ucap Samudra sarat dengan penekanan. "Jadikan aku milikmu, dan buat aku hanya memberi perhatian kepada kamu."

TBC

Ora's note :

Pendek kan 😂
Sengaja XD
Tunggu next partnya deh yaa..
Gue suka penggalan lirik di atas punya Payung teduh, kayak mewakili perasaan Samudra.
24-12-2017.

U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang