VIII

31.9K 5.1K 183
                                    

Tangan Gena mengetuk-ngetuk bosan ke atas mejanya.
Teman setimnya pergi ke toilet sebelum kembali bekerja, mereka sibuk merias diri. Memakai lipstick atau sekedar kembali menabur bedak di atas wajah.

Gena sendiri sama sekali tak merasa membutuhkan hal seperti itu, tak ada yang menuntut ia harus berpenampilan seperti apa. Maka, Gena hanya berusaha menyamankan dirinya tanpa perlu merepotkan diri mengantri di toilet.

"Kak Sam lagi deket sama salah satu manajer perencanaan perusahaan ekspedisi yang ada di Lantai 26 ya?" tanya Siska tiba-tiba yang sudah menduduki kursinya.

"Namanya Felis kan?" kata Helen, mereka masih terlihat merapikan rambut masing-masing menggunakan tangan.

Seharusnya bukan hal aneh jika sosok Samudra punya banyak in relationship, pria itu perayu ulung yang mampu membuat perempuan rela melemparkan diri ke pelukannya.
Gena mendengus, kembali mengecek data barang yang akan diekspor serta termin pembayaran invoice.

Ketika Helen dan Siska terus berceloteh Gena memutuskan pergi ke toilet, membiarkan mereka berdua membicarakan Samudra.

Langkah Gena terhenti, sosok yang dibicarakan Helen dan Siska ada di sana bersama seorang perempuan dalam pelukannya yang tengah menangis. Tangan Samudra berada di antara rambut ombre si perempuan, toilet di dekat tangga darurat memang sepi. Jarang yang menggunakan toilet di sana karena lebih memilih menggunakan Toilet dekat lift.

Maksud Gena ke toilet dekat tangga darurat pun karena ia tidak mau mengantre di toilet lift, bukan justru mendapati Samudra yang tengah memeluk seorang perempuan yang entah siapapun dia.

Samudra menyadari kehadirannya, Gena melanjutkan langkahnya. Seolah hal yang baru dilihatnya sama sekali tak membuat ia terkejut, padahal dalam hati ia bertanya seberapa hebat Samudra hingga mampu membuat para perempuan terlalu mendamba padanya.

Gena membasuh mukanya, peduli sekali ia dengan Samudra. Harusnya ia berhenti di sini, semakin ia ingin tahu tentang Samudra bisa jadi ia yang akan tanpa sadar terjatuh pada perasaan pelik bernamakan Cinta.

Tapi dari semua rasa penasaran di hatinya, ia paling penasaran dengan hubungan Samudra dan Alisa.

Lima menit Gena habiskan di dalam toilet, berharap saat ia keluar tak mendapati sosok Samudra. Dan Tuhan tak mengabulkan harapannya, Samudra berdiri di sana. Tak ada lagi perempuan dalam pelukannya.

Abaikan lelaki yang memasang senyum ramah itu, pikir Gena. Toh terlibat percakapan kembali dengan Samudra saat ini mungkin bisa membuat ia mencemooh Samudra, ia benci pria yang suka bergonta-ganti perempuan apapun alasannya.

Gena adalah salah satu dari sekian banyak perempuan yang menentang poligami, karena dari itu ia benci lelaki yang mendua.

"Apa yang mau kamu tanyakan?" suara serak Samudra menggema di telinga Gena.

"Nggak ada," jawab Gena ringan. Meski ia ingin sekali bertanya banyak hal, hanya saja Gena pikir menelan habis semua rasa penasarannya mungkin lebih baik.

"Mau dilihat dari manapun, wajah kamu jelas menunjukan tatapan mencemooh pada saya. Kamu terlalu memandang rendah sikap saya," kata Samudra. "Kamu terlalu antipati dengan saya."

Tepat, rasa antipati Gena pada Samudra memang membumbung tinggi. Maka dari itu Gena harus menghentikan semua ini, terlalu membenci seseorang itu tak baik, apalagi pada pria.

"Ada sebuah alasan kenapa antipati itu muncul, jelas bukan dengan sengaja. Sikap Mas Sam yang mungkin melatarbelakangu antipati itu muncul." Gena menatap datar pria di hadapannya yang semakin mengeliminasi jarak di antara mereka. "Dari sekian banyak pria di dunia ini, aku justru kasihan dengan Mas Sam. Punya banyak teman perempuan, tapi mungkin di antara mereka tak ada yang benar-benar bisa membuat Mas Sam bahagia. Mereka terlihat bahagia di dekat Mas Sam, tapi tidak dengan Mas Sam sendiri."

Lengan Gena tertahan, Samudra sudah membelit pinggangnya saat kini berbisik di telinga Gena. "Tahu apa kamu soal bahagia? sementara kamu sendiri nggak bisa berbuat apa-apa untuk mendapatkan cinta kamu."

Gena masih berusaha bersikap tenang meski lengan Samudra membelit pinggangnya, sebenarnya ia takut. Takut dengan degup jantungnya yang mulai tak beraturan, "Paling tidak saya tidak mematahkan hati banyak orang."

"Be brave, honey." Samudra mengecup ujung telinga Gena yang menguarkan aroma green tea. "Hidup nggak selalu harus tentang cinta, Tuhan tak hanya menguji cinta di dunia ini. Satu atau dua kali patah hati diperlukan untuk dijadikan pelajaran hidup."

****

Malamnya Gena sengaja akan mampir lebih dulu ke toko roti yang tak jauh dari tempatnya bekerja, Asri menawarinya untuk pulang bersama dan Gena menolaknya.

Pikiran Gena masih dipenuhi Samudra, kekacauan apa yang sudah ia buat sampai hatinya selalu resah.

"Ayo...,"

Tangan itu menarik Gena agar bangun dari duduknya dengan santai, tidak ada paksaan seolah ada yang membuat Gena dengan rela mengikuti langkah pria di depannya.

"Apa lagi?"

"Mau anterin kamu pulang, biar kamu tahu rasanya jadi perempuan yang selalu aku dekati. Nggak yakin kamu bisa jatuh hati dengan sikap saya, tapi paling tidak saya mau menunjukan pada kamu bagaimana saya bersikap pada perempuan." Samudra menatapnya datar, tangannya masih menggenggam lengan Gena.

"Nggak perlu, saya sama sekali nggak tertarik."

"Kalau saya yang tertarik bagaimana?" Samudra menahan langkahnya, membuat hidung Gena harus berbenturan dengan dada bidangnya.

"Saya yang mundur, karena seperti apa yang Mas Sam bilang. Kalau Mas Sam bisa saja mematahkan hati saya kalau saya terus mengulik dan membenci Mas Sam." Gena membuang napas pelang, lengannya masih terasa lemas saat tangan Samudra masih menempel di sikunya.

"Tapi saya mau kamu," tubuh Samudra merunduk tepat di hadapan wajah Gena. Meraka hanya terpaut beberapa centimeter sampai Samudra mengeliminasi jarak di antara ke duanya, Gena bisa merasakan bibir tipisnya di pagut oleh bibir Samudra dengan pelan. Lengan Samudra berpindah ke pinggangnya membuat Gena harus berjinjit mempermudah Samudra mengecap rasa manis dari mulutnya.

Seperti gadis bodoh Gena hanya diam, saat bibir Samudra mengekplorasi mulutnya. Gena terkejut dan bingung.

"Saya nggak suka Mas Sam," Gena pergi meninggalkan Samudra dengan kaki lemasnya. Untung saja tubuhnya tidak linglung.

"Suka atau tidak, saya akan tetap berputar di pikiran kamu setelah ini."

TBC

5-12-2017

U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang