XIV

27.3K 4.7K 91
                                    

Gena mengerutkan keningnya saat Samudra memberikannya sebuah jam tangan yang terbungkus kotak transparan.

"Jam Alisa yang sempat tertinggal dulu di hotel."

Gena menelan ludah kasar, Alisa dan Samudra di Hotel? apa yang yang lebih dari pikiran Gena sekarang selain Samudra dan Alisa yang menginap dalam satu kamar yang sama.

"Jangan negatif thinking dulu," ucap Samudra, pria itu terbatuk ringan. Sepertinya gejala awal terkena flu, lalu kenapa Gena harus menahan lengan Samudra saat pria itu akan meneguk air es.

"Mas Sam sepertinta akan terserang flu, jangan minum air es." Mata Gena melirik ke arah sekitar kubikel Samudra sedikit jauh dari kubikel staf lain memang.

Samudra tak mempedulikan ucapan Gena, ia tetap meneguk air dingin dalam gelasnya yang mengembun. Gena mendengkus, sudah ia yang dibuat kemari untuk mengambil barang titipan buat Alisa. Kenapa juga dia yang harus dibuat kesal.

"Saya dan Alisa waktu itu stock opname di Malang, dan dia meninggalkan jam tangannya yang lupa saya kembalikan setelah sangat lama."

"Not my business," Gena menekan suaranya serendah mungkin. "Mau Mas Sam ngapain dengan Kak Alisa saya nggak peduli."

Langkah Gena menggebu meninggalkan tempat kerja Samudra, sejak awal Gena sudah bilangkan jika Samudra tidak akan pernah berhasil menggerakan hatinya.

*****

"Kenapa?" tanya Naya, Naya adalah teman kuliah Gena. Gena jarang sekali mengajak Naya bertemu lebih dulu jika Gena tidak punya hal yang ingin diceritakan.

Gena memilih mengajak Naya makan di Plaza Semanggi, di salah satu restoran jepang mereka menikmati Sushi.

"To the point banget sih?" Gena mengerucutkan bibirnya, "Gue cuman kangen sama lo kok."

"Taik kucing lah kangen," sewot Naya, "Gue tau yahh cewek modelan lo ini, nggak akan picisan bilang kangen kalau nggak lagi dirundung masalah. Tell me lahh."

"Ishh,,," bibir Gena mencebik, "Setidaknya basa-basi dulu apa gitu Nay."

"Emang lo suka basa-basi?" Naya bertanya dengan nada sarkasnya, "Kenapa? Bos lo di kantor baru ngeselin? Gaji kurang gede?"

"Bukan, ini tentang cowok yang deketin gue."

"Ada gitu cowok yang mau deketin cewek idealis macem lo?"

"Jangan lupain Ranu, dia pernah naksir gue."

"Tapi dia ninggalin lo karena yang seperti gue bilang, lo terlalu idealis."

"Samudra, namanya Samudra. Dia senior gue di kantor, dia terlalu banyak dipuja. Dan dia seenaknya." Gena menyesap ocha nya pelan-pelan, "Dia bilang suka sama gue tapi gue tau ini cuman permainan dia aja."

"Sejauh mana dia sanggup bermain sama cewek kayak lo?" Naya melirik Gena yang hampir saja tersedak, "Gue yakin lo pasti risih. Kenapa nggak lo yang biasa aja kalau emang lo nggak suka sama dia."

"Dia mepet gue terus, udah kayak bajaj dia pepetan terus."

"Lo takut suka sama dia? atau lo takut terluka sama dia?"

"Gue nggak takut seperti apa yang lo bilang, gue cuman risih." Gena meyakinkan Naya jika dirinya memang tak pernah takut.

"Lo takut ditinggalin dia," tandas Naya, "Lo takut kalau pada akhirnya dia cuman anggap lo cinta semu."

"Semua cewek dianggap gitu sama dia," bercerita dengan Naya seharusnya bisa membuat Gena lebih tenang bukan justru disudutkan seolah Gena tertarik dengan Samudra.

"Kurangin sikap idealis lo deh, Gen."

"Gue nggak idealis, Nay."

"Ngerasa sih nggak lo kalau lo terlalu mengunderestimate cowok?" tanya Naya, wajah Gena mengerut mendengarnya.

Gena tak pernah mengunderestimate pria, ah mungkin hanya beberapa kali. Bukan dalam artian wajah Gena sering mengunderestimate, Gena lebih ke terlalu sering merendahkan sikap pria. Ia selalu mencibir saat pria dengan sikap picisannya.

"Sebaik apapun lo kalau belum ngerubah cara pikir lo itu, gue yakin lo akan sulit dapet cowok." Naya menunjuk dahi Gena dengan sumpitnya.

Masalahnya adalah bukan Gena, tapi Samudra.

"Kalaupun cowok yang deketin lo itu siapa namanya," Naya tampak berpikir sebelum ingat nama Samudra. "Ah ya, Samudra. Kalaupun dia bukan player yang senang menerbangkan hati wanita, yakin lo nggak akan risih pas dia PDKT sama lo?"

Gena mendengkus, merasa tersudutkan dengan rentetan kata yang keluar dari mulut Naya.

"Tau kenapa wanita karir di luar sana masih banyak yang jomlo? bukan karena nggak ada cowok yang mau sama mereka, tapi itu karena mereka sendiri yang mengunderstimate pria di luar sana. Merasa diri mereka hebat dan setara dengan pria karena apa yang telah mereka raih, dan mereka lupa qodrat bahwa pria tak pernah ingin merasa lebih rendah dari wanitanya. Sejatinya lo adalah golongan orang-orang yang punya ekpestasi tinggi dan juga idealis, Gen."

......

Ora's note : Selamat weekend guys 😆😆
Yossss selamat menikmati chapter pendek ini.

Sifatnya Gena itu gue liat dari lingkungan sekitar, udah berumur tapi jomlo gitu karena punya ekspektasi  tinggi terhadap si Pria.
Di sekitar kalian gitu nggak sih?

Selamat berhari minggu, besok senin guyyysss 😄
17-12-2017.

U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang