Satu minggu setelah kejadian di tempat makan Samudra mengubah sikap, lagi. Pria itu tak lagi menebar senyum pada Gena. Menyapa juga seperlunya, dua hari lalu juga saat Helen dan Gena lembur bersama Samudra pria itu mengantar Helen setelah Gena menolak keras untuk pulang bersama Samudra.
Gena lebih memilih menerima tawaran ayahnya yang akan menjemputnya, Samudra menunggunya sampai mobil Ayah Gena tiba di depan lobby kantor. Helen tersenyum centil merasa bahwa kali ini ia telah melangkah jauh menyapa hati Samudra.
Kini Gena hanya bisa menarik napas gusar saat Samudra berjalan ke arahnya, yang sialnya hanya menyimpan satu surat PO lalu menyuruh Helen untuk ikut bersamanya meeting di daerah Kemang.
Bukan lagi Gena, tak ada lagi Samudra yang tersenyum atau mengejeknya.
"Gen," Ranu menyapa Gena saat Samudra masih berbincang dengan Helen dengan tatapam fokus pada layar komputer Helen. "Temen SMP gue baru buka kedai sate."
"Hubungannya sama gue apa?" tanya Gena sedikit kesal, Asri menaikan sebelah alisnya melihat sikap Gena pada Ranu.
"Sate masih jadi makanan favorite lo kan? mayan deh baru opening gitu kedainya bisa makan gratis di sana kaya tester untuk hari ini aja yang dapet undangan." Ranu menunjukan layer yang ada di ponselnya, "Ikut yuk."
"Gena aja nih Kak yang diajak?" celetuk Asri.
"Lo mau ikut juga, Sri?"
"Sri, Sri... panggil yang bener, Mas Ranu nih yaa. Dikira nanti saya mbok jamu." Asri mengomel karena dia memang sedikit risih dipanggil Sri yang notabennya adalah tukang jamu di belakang tower yang dijadikan food street.
"Dari pada As, udah kayak lagi ngumpat." Ranu tertawa geli, "If you know what i mean."
"Garing." Gena melirik ke arah Asri, "Lo mau ikut?"
"Nggak ah," Asri cengengesan seraya menggelengkan kepalanya, lalu untuk apa dia tadi terlihat merengek pada Ranu.
"Nggak deh, Ran." Gena memutuskan untuk menolak ajakan Ranu, bukan karena ia tak tergoda dengan sate gratis yang ditawarkan Ranu hanya saja jika dia ikut dengan Ranu dan hanya berdua bisa menimbulkan benih-benih baper yang terpendam.
"Yah...," Ranu mendesah tampak kecewa dengan jawaban Gena.
"Next time deh," tawar Gena, meski tak tahu pasti next time itu kapan tepatnya.
"Ya udah deh," Ranu menjauh dari kubikel Gena, membiarkan Gena dan Asri berbisik tentang Helen yang merona ketika Samudra masih menunduk tepat di sampingnya hanya untuk melihat layar komputernya.
"Pasti jantungnya Helen bertalu-talu kaya genderang mau perang~" Asri menirukan sebuah lirik lagu, "Mukanya sampai merah begitu."
Suara cekikikan Asri hanya ditanggapi seulas senyum oleh Gena.
"Tapi yah Gen," Asri berusha menekan suaranya sekecil mungkin agar yang lain tak mendengar obrolannya dengan Gena. "Gue denger cewek di lantai atas itu emang deket banget sama Samudra, buktinya Helen pernah beberapa kali lihat Samudra nganterin perempuan itu pulang. Helen juga kelabakan mikirin siasat untuk dapetin hati Samudra, bisa yah begitu."
"Memang namanya siapa?"
"Helen?"
"Bukan, yang di lantai atas?" Gena berpikir jika saja ia bisa menelan habis rasa penasarannya tentang perempuan yang juga pernah Gena lihat saat itu ketika Samudra meminjamkan jaket untuknya.
"Jane, katanya sih Jane apaa yahh lupa." Asri menggaruk rambutnya yang sebenarnya sama sekali tak gatal.
"Oh," Gena melirik ke arah Samudra yang masih terlihat fokus dengan komputer Helen. Membahas apa sebenarnya mereka hingga begitu fokus?
*****
Jam setengah tujuh malam Gena menyelesaikan pekerjaannya, sebelum pulang Gena pergi ke pantry untuk minum lebih dahulu karena tumblr nya sudah kosong.
Kantornya sudah sepi, nyaris semua orang sudah pulang. Hanya ada beberapa orang, Gena melangkah ke arah pantry yang terlihat sunyi.
Yang tak Gena sangka adalah Samudra ada di sana, seharunya pria itu sudah pulang sejak tadi karena Gena sempat mendengar Feri yang mengajak Samudra pergi Hang Out ke daerah Setiabudi.
Gena tak ingin menyapa lebih dulu, tak ingin bersuara jika tidak terlalu dibutuhkan.
Dan sialnya Samudra pun sama bisunya dengan dirinya, dalam diam mereka hanya mencuri pandang.
Samudra keluar lebih dulu dari pantry, meninggalkan Gena yang telah selesai menegul air dari tempat minumnya.
Komputer Gena sudah dimatikan sejak tadi, ia hanya perlua absen pulang. Sebelum Pak Hamid menawari Gena untuk pulang bersama.
"Gen," panggil Pak Hamid pada Gena yang memang menunggu di depan resepsionis.
Samudra di belakang Pak Hamid, membuat Gena kesulitan menghela napas.
"Awalnya saya hanya mengajak Samudra untuk pergi ke acara syukuran anak saya," jelas Pak Hamid, Gena masih belum mengerti arah pembicaraan Pak Hamid. "Cucu pertama saya lahir dua hari lalu, sekarang sedang ada syukuran di rumah saya. Sebagai bentuk syukur karena anak dan ibunya lahir dengan selamat."
Lantas maksud Pak Hamid ia mengundang Gena untuk ke rumahnya, inginnya Gena menolak ajakam Pak Hamid tapi Bosnya satu ini sudah kembali berucap.
"Kamu mau ikut saya atau dengan Samudra?"
"Gena biar dengan saya aja, Pak." Samudra yang lebih dulu menjawab dibanding Gena yang masih sibuk mencerna dari apa yang sedang terjadi.
"Ya udah, hati-jati di jalan. Sampai ketemu di rumah ya." Pak Hamid berjalan lebih dulu keluar tower saat supirnya ternyata sudah menunggumya di depan Lobby.
"Ayo," ajak Samudra, ia mendahului langkah Gena saat menghampiri mobilnya.
"Saya pulang aja, boleh?" tanya Gena pelan, seharusnya ia menolak saja tadi bukannya bungkam yang berujung disalahartikan oleh Pak Hamid..
"Silahkan," ucap Samudra santai.
Samudra tak melarangnya apalagi mendebat dirinya. Samudra dengan mudahnya menyetujui usulan Gena, "Sampaikan permintaan maaf saya pada Pak Hamid."
"Kenapa saya yang harusnya menyampaikan permintaan maaf? memangnya salah saya sampai kamu tak datang?" masih dengan nada yang mencemooh Samidra berhasil membuat Gena membuang napas kesal. "Dewasa sekali kamu, kamu yang membuat kesalahan dan orang lain yang harus meminta maaf."
"Sampaikan saja kalau saya ada acara mendadak," Gena enggan mendebat Samudra.
"Setelah meminta orang lain untuk meminta maaf atas kesalahan yang tak pernah dilakukan, lantas sekarang kamu menyuruh saya berbohong?"
"Mas, " Gena menaikan sebelah alisnya, ia hampir saja akan meluapkan amarah yang sudah mengumpul di ujung lidah. "Saya hanya tak bisa, kenapa Mas Sam membuat ini terlihat sulit."
"Kamu," suara rendah Samudra terdengar begitu serak membuat tubuh Gena tiba-tiba saja meremang, hatinya cemas tak karuan saat tatapan Samudra tepat menghunus manik hitamnya. "Sejak awal kamu yang mempersulit semua ini, dan kamu yang sudah berhasil membuat jeda terasa begitu menyesakan."
TBC
Ora's note :
Walau gaji belum turun tetep bahagiaaa yaaa guysss 😂😂
Yang penting indomie di rumah banyak ahahha, musim ujan intensitas makan indomie lebih sering. Berat badan naik ini karena cuaca yang mendung-mendung manja terus minggu-minggu terakhir ini 😆Makasih sudah mau vote dan komen, lov yu alll 💕💕
23-12-2017.
KAMU SEDANG MEMBACA
U P S I D E
ChickLitGena tidak pernah menyangka jika Samudra mematahkan hati kakanya. Gena juga tidak pernah menyangka bahwa Samudra juga berhasil mematahkan hatinya Copyright © 2017, Kammora Cover © Purpleefloo Start From 19-11-2017