XIX

28.1K 5K 324
                                    

Gena terdiam, tenggerokannya terasa kering dan lidahnya cukup kelu hanya untuk membalas ucapan Samudra.

"Kamu bisa saja mempunyai wewenang atas sikapku jika kamu mau," suara serak Samudra kembali melantun di antara eratnya cengkraman lengannya pada pinggang Gena. "Kamu tahu caranya mengendalikanku dengan jelas."

"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, aku bukan perempuan yang mungkin cocok untuk kamu. Sekalipun aku menyukai kamu," Gena menahan suara rendahnya. Napas hangat Samudra menerpa tepat di atas pipinya yang memerah, entah karena suhu tubuhnya yang panas atau merona karena jarak yang semakin tereliminasi di antara mereka.

"Sure," jawab Samudra tak mau kalah, Gena tahu jika Samudra tengah mencoba mengontrol emosinya. Dan Gena tak ingin itu terjadi.

"Sekalipun aku menyukai kamu, itu artinya bukan berarti aku mau menjalin komitmen dengan kamu." Gena menelan ludahnya, cengkraman di sekitar pinggangnya mengerat. Kelopak matanya terasa sulit untuk berkedip, ia bisa merasakan amarah Samudra yang tertahankan.

"Lalu untuk apa kamu di sini?"

"Hanya ingin mengatakan segala sesuatu yang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini," jawab Gena semudah mungkin, seolah tatapan Samudra yang kini tengah mengintimidasinya tak memberi efek apapun. Dalam hati ia berdoa semoga tuhan masih melindunginya dari amarah yang kini telah mengumpul di ujung kepala Samudra.

"Kamu adalah perempuan paling egois yang pernah aku temui, kamu nggak pernah punya niat sedikit saja untuk percaya sama aku." Samudra melepaskan lilitan lengannya di pinggang Gena. Membuat Gena sedikit tersentak karena rasa aman yang melingkupi kini menghipang, tubuhnya mungkin bisa linglung sewaktu-waktu karena dari itu Gena lebih memilih berpegangan pada pinggir meja.

"Aku telah kehabisan kata untuk kurangkai agar kamu percaya sama aku, sementara hati kamu masih dibentengi ego sekeras baja," ucap Samudra. Kata-katanya membuat Gena tersentak menatap lurus pada Samudra yang kini juga mentapanya. "Aku percaya sama kamu, kalau kamu bisa memberi sedikit hati kamu untuk aku. Hanya saja sekarang aku tahu, kalau itu semua hanya angan semu."

"Kita saling mengenal hanya beberapa bulan ini dan kamu sudah memiliki perasaan sekuat itu?" Gena tak bermaksud mencemooh pengakuan Samudra, hanya saja otaknya tak bisa menerima jika perasaan Samudra untuknya begitu serius dan mendalam.

"Karena bukan waktu yang menjadi tolak ukur kesungguhan seseorang mencintai, ada ketulusan dari nurani yang tak teraba oleh netra. Yang mampu membuat waktu tak berarti hanya karena kita sudah jatuh terlalu dalam," Samudra menyerah. Pria itu membalikan badannya meninggalkan Gena yang masih berpegangan kuat pada pinggiran meja.

TBC

Ora's Note :

Sampai di part ini, kalian merasa siapa yang paling menyebalkan?

Gena apa Samudra?

Ini gue demen yang pendek-pendek deh wkwkwk
Maaaf bener deh kalau nggak bisa bales komen-komen atau apapun, di IG dan Wattpad aja jarang online.
Bahkan line juga, gue aja buka WA karena atasan gue suka nge WA 😂
Seminggu kemaren gue nyampe rumah jam setengah 12 malem terus.
Jadi bukannya sombong atau gimana, tapi sumpah kerjaan gue numpuk banget 😭😭
Hape aja jarang dilirik.....
Hayati rasanya mau nikah aja dehhhh 😂😂😂😂😂😂


U P S I D ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang