Tiga bulan telah terlewati setelah pertemuan pertama mereka dengan tanpa ada tanda tanda akan terjadi pertemuan kedua dan selanjutnya. Kejadian itu bagai scene tidak penting di dalam sebuah drama. Tapi sebaliknya kejadian tersebut suatu hal yang sangat berarti bagi Vano Zidan Bachtiar. Dia menyimpan rapi kejadian tersebut dalam memori otaknya dalam tumpukan sejarah penting kehidupannya.Tiga bulan dilalui vano tanpa meninggalkan detil wajah gadis di taksi dalam benaknya. Dia belum bisa melupakan begitu saja kejadian itu. Gadis itu begitu lihai mendobrak pintu hati vano dan bersarang tanpa mau beranjak dari posisi nyaman. Lelaki most wanted di SMA Nusantara yang begitu pemilih dalam hal menyangkut hati.
Dia baru sekali saja berpacaran itupun berjalan selama setahun. Vano tergolong pria yang setia, susah digoda dan dikelabui tabiat wanita. Vano bisa membedakan wanita yang benar-benar tulus, berpura-pura atau bahkan hanya terobsesi saja. Dengan sopan dia akan menolak apapun yang di berikan wanita bukan pilihannya. Hal itu justru membuat para wanita semakin histeris dan menggebu dalam mengagumi sosok Vano. Dia baik, sopan dan berkarisma.
Namun di satu waktu Vano tetap bisa beringas jika ada wanita yang sudah di tolak halus tapi tetap teguh dan terus menggoda Vano. Hal itu dibalas dengan tindakan kejam Vano yang mempermalukan wanita didepan umum. Vano hanya remaja biasa yang kesabarannya bisa habis, dia tidak akan tahan jika terus diganggu. Dia bisa menunjukkan sisi paling jahat dalam dirinya, berbanding terbalik dengan sikap nya sehari-hari. Seperti singa yang mengamuk saat diganggu tidur lelapnya.
Vano berusaha menanyakan keberadaan gadis tersebut kepada teman-temannya di SMA Nusa Bangsa. Vano menceritakan ciri-ciri gadis yang ia maksud. Namun hal tersebut tidak membuahkan hasil. Vano tidak hanya populer dalam kalangan sekolahnya sendiri tapi juga di SMA lain termasuk di SMA Nusa Bangsa, jadi bukan perkara sulit jika Vano menanyakan sesuatu di SMA lain sudah pasti dia punya banyak kawan dimanapun.
Dan kini Vano sudah mengurangi usahaya dalam masa pencarian. Sebenarnya Vano masih ada rencana lain dalam mencari gadis tersebut, tapi dia harus fokus dalam pertandingan basket terakhirnya di semester satu tingkat akhir masa SMA ini. Dia disibukkan dengan latihan basket dan juga tambahan pelajaran, karena Vano akan mewakili nama sekolah dalam lomba cerdas cermat dan juga basket. Ajang perlombaan tahunan yang diikuti seluruh SMA di kota tersebut.
Setiap tahunnya Vano selalu menjadi wakil dari sekolahnya. Dan setiap tahunnya juga Vano membawa pulang trofi kemenangan. Vano pria yang cerdas, benar cerdas karena meskipun Vano hanya belajar sebentar dia bisa langsung menangkap pelajaran dengan baik. Berbeda dengan yang lain yang harus rajin mengulang materi untuk dipahami vano hanya membutuhkan satu kali belajar. Karena Vano diberi kelebihan IQ yang tinggi.
Pertandingan basket sepuluh menit lagi dimulai. Vano menyapukan pandangannya keseluruh tribun. Suara gemuruh pendukung timnya dan juga tim lawan semakin bersautan menggambarkan semangat jiwa muda yang berontak ingin berkumandang. Seketika matanya mengerjap, memfokuskan pandangan dan memastikan pandangannya sedang tidak bermasalah. Antara terkejut, senang dan tidak percaya akan apa yang ia lihat saat ini. Seperti singa kehausan yang menemukan air di tengah gurun. Tanpa sadar Vano telah mengembangkan senyumnya dengan lebar. Tanpa mengedipkan mata Vano tetap memandang obyek tersebut. Yang dipandanginya sedari tadi adalah gadis yang ia cari selama ini. Vano tahu bahwa lawannya adalah SMA Nusa Bangsa. Tidak semua siswa akan bergabung disini hanya sebagian saja yang akan datang dan menonton jadi kemungkinan ia akan bertemu tidak terpikirkan oleh Vano.
Disisi lain valeria tidak menyadari dirinya yang diperhatikan sedari tadi. Bahkan valeria tidak mengingat-ingat Vano sedikitpun. Bagi Valeria itu adalah kejadian memalukan dimana dia dengan keadaan buruk bertemu dengan pria tampan. Dan kejadian buruk sudah semestinya tidak perlu diingat. Valeria terus saja memberi sorakan kepada tim sekolahnya. Dia seperti gadis pada umunya yang tidak bisa duduk dengan tenang di bangku penonton.
Vano tidak bisa fokus selama pertandingan. Fokusnya lebih besar kepada gadis di tengah tribun penonton tadi. Dia hanya ingin segera menyelesaikan pertandingan dan segera bertemu gadis tadi. Bentakan pelatih ditepi lapangan belum mampu menyadarkan Vano. Keluhan teman sesama timnya juga tidak ia hiraukan. Dunianya teralihkan oleh seorang gadis. Ketika jeda istirahat tiba pelatih geram dengan mengeratkan giginya menahan emosi untuk tidak memukul Vano. Wajar saja pelatih ini sangat kesal. Pelatih membentak sekuat tenaga di kuping Vano membuat sebagian orang mengalihkan pandangan kesumber suara. "apa kau pikir lapangan ini tempat bermain? Hah?" seketika Vano kembali tersadar akan tanggungjawabnya. Dia menyesali keteledorannya. Dia menundukkan kepala sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "bunuh saja aku dari pada kau menyiksaku dengan harus melihatmu bermain asa;-asalan seperti tadi, kau memalukan hampir seperti penghianat, kau menghianati almamater sekolahmu, kenapa kau malah mengecohkan tim mu sendiri ?" ucap sang pelatih dengan wajah memerah tajam. Pelatih ini masih muda berusia 25 tahun jadi dia memposisikan diri seperti kakak yang mengayomi.
Pertandingan kembali dilanjutkan dan Vano kembali pada dirinya sesungguhnya. Dia bertekad memenangkan pertandingan dengan ada maksud lain menyombongkan diri dihadapan gadis inacarannya betapa hebatnya dia.
Pertandingan selesai dengan kemenangan di tangan tim Vano. Penonton membubarkan diri masing-masing. Vano begegas mengejar gadis itu. Vano menulikan telinga dari teriakan pelatih dan teman-temannya yang memanggil namanya. Seharusnya mereka beristirahat sebentar mengambil jeda untuk menormalkan nafas dan menyegarkan tenggorokan dengan beberapa teguk air. Namun Vano seperti punya cadangan tenaga sendiri jika sudah berurusan dengan gadis ini. Vano mencari kesana kemari namun hasilnya nihil. Dia berlari keberbagai sudut tempat berharap ia akan menemukan. "Ya Tuhan kenapa susah sekali untuk menyapamu saja" keluhnya lirih. Vano berhenti sambil memutarkan kepala kekanan dan kekiri mengedarkan pandangannya. Memijit kepalanya yang sedikit pusing dan kelelahan. Nafasnya menderu naik turun. Tidak bisa dipungkiri Vano benar benar lelah.
Beberapa saat kemudian matanya menemukan secercah harapan. Vano melihat gadis itu keluar dari kamar mandi dan bergegas pergi. Dia bersama teman sebayanya berjalan santai beriringan menjauh dari kamar mandi. Vano berlari mengejarnya dan setelah dekat dia menarik jaket yang dikenakan gadis itu. Spontan gadis itu kaget dan melemparkan tangan yang meraihnya sambil berbalik menghadap kebelakangya. Mata gadis itu melotot melihat siapa yang berada dihadapannya. Disisi lain Vano malah menampakkan senyum hangatnya pada kedua gadis didepannya. "hay ketemu lagi kita" sapanya dengan sumringah.
Valeria memutar bola matanya malas dengan sikap Vano yang sok akrab. Valeria berusaha keras bersikap masa bodoh karena tidak mau lagi berurusan dengan kenangan buruknya. Tapi sesungguhnya di dalam hati kecilnya dia senang bisa bertemu pria tampan ini lagi.
Valeria menunjukkan sikap yang enggan dan risih. Membuat nyali Vano menciut untuk sekedar bertanya nama. Vano tidak mau merengek rengek dihadapan wanita yang justru akan menunjukkan sikap rendahan. Dia mau terlihat berwibawa dan gentlemen sehingga dia menggunakan cara lain agar tidak ditolak secara memalukan. Keduanya memiliki gengsi dan prinsip menjaga image yang tinggi.
"hai boleh berkenalan, aku vano" sapa vano lagi namun kearah teman valeria tanpa sedikitpun melirik valeria. membuat valeria terkejut dan heran. Sedikit lagi dia malu karena telah ke PD an. Memang teman valeria juga tidak kalah cantiknya dengan valeria.
"aku dea, senang berkenalan denganmu Vano" ucap dea dengan santai dan sumringah sambil mengulurkan tangan pada Vano.
"Aku kira dea tadi adalah teman lamaku, soalnya mukanya mirip. Ternyata salah jadi yaudah salam kenal aja ya" vano mencoba mencari alasan
"Wah mukaku pasaran ternyata ya ...kakak ini Vano yang dari SMA Nusantara itu kan, cerita tentangmu sudah sering terdengar di sekolahku" tambah dea semakin menghangatkan suasana.
"oh kalian sering menggosipkanku, tunggu kenapa panggil kakak, memangnya dea kelas berpa?" ucap Vano penasaran.
"memangnya kakak kira kita kelas berapa, apakah mukaku sudah kelihatan tua dari umurku" jawab Dea dengan cengar cengir.
"kami baru kelas 10 kak, baru 16 tahun" tambah Dea segera.
Fakta baru yang mengagetkan Vano. Selama ini Vano kira mereka seumuran. Vano tidak terpikir sebelumnya tentang itu. Wajah valeria terlihat dewasa dan matang. Tidak seperti anak kecil lagi.
Setelah bercengkrama sedikit akhirnya mereka berpisah. Tentunya dengan mengabaikan keberadaan valeria. dan tentu saja valeria kesal dengan itu dan merutuki kebodohannya kenapa ia tak berusaha bersikap baik dengan pria yang ia kagumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Will be Ok
Teen FictionCOMPLETE Dia berlari dengan menarik mebetulkan posisi sepatunya, dengan baju yang belum sempurna dirapikan. Ada bagian yang masuk rok ada bagian lain yang keluar, kerah baju yang dibagian lain masih berdiri belum terlipat sempurna, rambut yang hanya...