4. To be Honest

3.1K 101 2
                                    

Malam itu setelah menyelesaikan segala rutinitasnya, Vano bersantai di balkon kamarnya. Duduk di kursi bantal yang berbentuk bola besar yang membuatnya nyaman ditambah balkon yang mengarah ke jalanan memberikan pemandangan kota yang gemerlap nan cantik. Bintang di langit seakan berkedip bergantian memancarkan sinarnya dan mencoba mengalihkan perhatian para manusia untuk memperhatikan langit yang tak kalah indah.

Vano ingin menelfon Vale. Sudah tidak sabar lagi Vano untuk mendengar suara gadisnya. Vano segera mengambil posisi nyaman dan mulai mengoprasikan handphone nya untuk melakukan paggilan kepada Valeria. sambungan pertama telah berbunyi, jantungnya berdegup kencang tak sabar menunggu respon dari lawannya. Namun setelah beberapa kali berdering ternyata panggilannya diputuskan. Membuat Vano terheran. Tanpa berpikir panjang Vano segera melakukan panggilan kedua. Beberapa saat menunggu jantungnya kembali berdegup tak karuan. Dengan keyakinan penuh dia menunggui suara balasan Valeria. namun tetap hasilnya telfon di reject .

"apa dia sedang dalam bahaya? Atau dia sedang sibuk? Sungguh kenapa kau ini sulit sekali?" gerutu Vano dalam hatinya. Menerka-nerka apa yang terjadi dengan gadisnya.

Vano mencoba untuk kesekian kali setelah sedari tadi ia tanpa hentinya menelfon berulang. Dengan perasaan yang campur aduk kali ini. Kesal, khawatir dan juga penasaran.

"halo ? siapa ini ?" dan akhirnya Vano lega mendengar suara merdu Valeria di seberang sana.

"halo! Valeria!" jawab Vano bernada kelegaan yang mendalam.

"ya aku Valeria, apa ini seorang lelaki? Ada perlu apa ? Jika tidak penting lebih baik jangan menggangguku aku tak punya waktu untuk itu" ucapan Vale terdengar kesal.

"hei tunggu ini penting, apa kau tahu aku butuh perjuangan mendapat nomor telfonmu dan lagi aku harus mencoba berulang kali untuk menelfonmu dan mendengar jawabanmu. Setidaknya kau hargai usahaku jangan semena-mena" seakan emosi Vano tersulut karena perjuangannya akan berakhir sia-sia dengan sikap cuek Valeria.

"kenapa kamu jadi yang marah? Seharusnya aku, karena aku merasa terganggu! Aku tak pernah meminta seseorang berjuang untukku. Dan lagi aku ini juga punya kesibukan jadi tidak selalu langsung bisa menerima telfon siapapun. Lagipula kenapa aku harus jelaskan padamu? Kau ini membuang waktuku dan..."

"sudah diamlah jangan mengomel, dengarkan aku, ini sangat penting" sanggah Vano ditengah ucapan Valeria

"kau sungguh tidak sopan aku sedang ..."

"kau mau dengar tidak ini sangat penting?"

"cepat katakan" vale sangat kesal. Jarang sekali ucapannya bisa terbantahkan seperti ini.

"apapun yang kulakukan terhadapmu setelah ini akan sangat penting untuk kita berdua. Untuk masa depan kita berdua tepatnya" jawab Vano dengan senyum jahilnya.

"apa maksutmu? Apa yang akan kau lakukan? Dan kau itu siapa?"

"lanjutkan kegiatanmu, aku tidak akan mengganggu kesibukanmu kali ini. Tapi aku tidak janji dilain waktu, oh ya kau pasti bisa mengenali suaraku. Good night princess. Kau mau sebuah kecupan jauh?" Goda Vano

"dasar gila" selanjutnya sambungan terputus oleh Vale. Disisi lain Vano tertawa puas. Menggoda Vale menjadi hobby barunya sekarang. Vano tengah membayangkan wajah kesal dan cemberut Vale yang pasti sangat menggemaskan.

Setelahnya Vano menghubungi Dea untuk meminta bantuan. Vano meminta agar Dea membawa Vale besok ke "have fun park" salah satu taman dan wahana bermain paling bagus di kota ini, dan pastinya Dea hanya akan membawa Vale tanpa dia ikut bergabung dengan keduanya, yang pasti sangat tidak diharapkan Vano.

...........

Vale masih berdiri di parkiran menunggui Dea yang tiba-tiba pergi tidak jelas. Sudah sejak awal Vale menangkap sinyal aneh dari sikap Dea, namun Vale tidak bisa menolak paksaan Dea untuk pergi. Dan disinilah Vale sekarang. Diparkiran sendirian dan dihinggapi rasa bosan karena sudah menuggu 10 menit tanpa kabar.

We Will be OkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang