05

33.6K 3.4K 68
                                    

"Buah segar! Apel dan jeruk diskon. Silahkan mampir." Teriakku di tengah hiruk pikuk keramaian pasar.

Inilah yang kulakukan ketika tidak disibukkan dengan kegiatan kuliah. Menggantikan ibuku berjualan buah di pasar. Rasanya menyenangkan bisa berada di tempat ini, membaur dengan berbagai macam manusia.

"Mbak, saya mau dua kilo apel." Ucap seorang ibu-ibu berbadan tambun dengan rambut keritingnya.

"Tentu." Jawabku sambil memasukkan beberapa buah apel ke dalam timbangan. "Tidak membeli buah jeruk sekalian, bu? Saat ini sedang diskon. Kalau ibu membeli buah jeruk akan aku beri tambahan diskon 10 persen."

"Benarkah? Dua kilo juga kalau begitu." Aku menepuk kedua tanganku dan memberikan senyuman selebar mungkin pada ibu itu.

Aku mengambil beberapa buah jeruk dan memasukkan ke dalam timbangan. Kulihat ibu itu terus melihat ke arahku.

"Ngomong-ngomong, saya baru lihat mbaknya disini. Mbak cantik banget, gak cocok kerja di pasar, cocoknya kerja kantoran." Aku tersenyum mendengar pujian dari ibu itu.

"Ibu ini bisa aja." Ujarku sambil tersipu. "Saya menggantikan ibu saya setiap libur kuliah."

"Oh..." Ibu itu mengangguk paham.

"Semuanya tujuh puluh ribu."

Aku menyerahkan kantung plastik pada ibu itu dan ia mengulurkan lembaran uang seratus ribuan yang langsung kuberikan kembalian padanya.

"Terima kasih. Silahkan datang kembali."

Ini namanya pasar tradisional tapi pelayanan rasa Indomaret.

====***====

Aku sedang menata buah-buahan yang kuambil dari dalam kardus sambil bersenandung riang. Sampai kedua ekor mataku menyadari kehadiran seseorang yang berdiri di depanku. Seorang pria dengan setelan jas berwarna abu-abu tua dan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

Tanpa mendongak untuk melihat wajahnya, aku sudah tahu siapa sosok tinggi yang berdiri di depanku ini. Pria yang beberapa waktu yang lalu sempat mengobrak-abrik hatiku.

Mas Damar.

Aku meliriknya sekilas. "Apa yang membuat orang sibuk sepertimu menginjakkan kaki di pasar yang kotor ini?"

"Andara. Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Aku menghela nafas jengah, kuberanikan menatap ke arah wajahnya yang saat ini menatapku dengan tatapan teduh yang paling kubenci. Begitu menyesakkan sekaligus memuakkan.

"Bukankah diantara kita sudah tidak ada yang perlu dibicarakan?" Tanyaku dengan ekspresi datar.

Aku tidak tahu apa maksud pria ini datang menemuiku. Selama 2 tahun kami berpacaran, pria ini hanya sekali menemuiku di pasar, yaitu sehari setelah satu tahun hari jadi kami.

Aku ingat betul, hari itu Damar menjanjikan akan mengajakku pergi ke Seaworld untuk merayakan satu tahun kami berpacaran. Sudah lama sekali aku tidak ke Seaworld, terakhir kali aku kesana bersama ayah saat aku masih berusia 6 tahun.

Aku sudah berdandan cantik untuknya, sengaja merengek pada ibu untuk membelikanku baju baru. Dia berjanji menjemputku jam 9 pagi. Tapi aku menunggu hingga tengah hari, Damar tak juga muncul. Aku mencoba menghubunginya tapi ponselnya tidak aktif.

Hingga jam 3 sore tak ada kabar darinya. Aku tahu kalau rencana kami sudah gagal. Aku marah saat itu. Kalaupun memang tidak bisa, seharusnya dia menghubungiku. Bukannya membiarkanku menunggu dalam ketidakpastian.

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang