Tiga hari berlalu dan kami sudah kembali pada rutinitas. Statusku masih sekretaris yang merangkap babu Gavino Abraham. Awalnya aku ragu bagaimana harus bersikap padanya mengingat apa yang terjadi di antara kami saat di Jogja. Tapi tak ada yang berubah dengan sikap Pak Gavin, laki-laki itu masih suka seenaknya dan mulut pedasnya juga masih sama.
Tapi setidaknya aku bersyukur laki-laki itu konsisten dengan perkataannya yang akan memberiku waktu untuk berpikir. Tapi tetap saja, ada rasa canggung saat aku bertatap muka dengannya.
Seperti saat ini, sudah hampir sepuluh menitan aku mematung di depan pintu ruangan Pak Gavin dengan setumpuk berkas di tanganku.
Aku merutuki diriku sendiri. Harusnya aku tidak seperti ini. Harusnya aku bisa memilah antara pekerjaan dan urusan pribadi.
Tapi percayalah, sulit sekali bersikap profesional saat ini.
Aku nyaris terjengkang saat pintu di depanku tiba-tiba terbuka dan sesosok wajah yang mengacaukan pikiranku berhari-hari ini muncul disana.
"Kamu ngapain?" Tanyanya.
Aku gelagapan.
"Sa.. saya mau menyerahkan ini pak." Jawabku terbata sembari mengangsurkan tumpukan map di tanganku. Kedua alis laki-laki itu berkerut.
Aku menunduk. Ya ampun... malu rasanya!
"Bapak mau pergi?" Tanyaku mencoba memberanikan diri menatap wajah Pak Gavin yang kali ini menatapku aneh dengan satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas.
Duhh.. jantungku!
Laki-laki itu menggeleng kecil. Tiba-tiba saja ia mendekatkan wajahnya ke arahku, mengikis jarak di antara kami yang otomatis membuatku bergerak mundur.
"Ba.. Bapak mau apa?"
"Saya penasaran. Sepertinya kamu sudah punya jawaban untuk pertanyaan saya."
Jawaban?
Aku kembali menunduk dengan debaran jantungku makin menggila. Entah, mungkin kali ini wajahku benar-benar memerah karena malu.
Pak Gavin tidak sedang menagih jawaban pernyataan cintanya di Jogja waktu itu kan?
"Seperti yang saya bilang. Saya ini tidak suka ditolak, Andara." Bisiknya di telingaku.
Tanpa pernah kuduga sebelumnya, sesuatu yang hangat nan lembut menyentuh pipiku.
Pak Gavin menciumku!
Mencium pipiku!
Demi apa?!
Meski hanya sekilas tapi sukses membuat tubuhku membeku.
Ya ampuun... mungkin ini rasanya berada di novel "My boyfriend is Jerk CEO" seperti yang dibilang Rere.
"Saya mau ke GA. Pulang kerja saya tunggu di parkiran, saya antar kamu pulang."
Pak Gavin melenggang begitu saja. Meninggalkanku yang mematung seperti raga tanpa nyawa.
Ya Tuhan... Rasanya jantungku lepas dari engselnya! Ambyar lagi...
***
Aku menghampiri Pak Gavin yang tengah duduk manis di mobilnya dengan jemari yang mengetuk-ngetuk kemudi mengikuti alunan lagu yang tengah diputar. Menyadari kedatanganku Pak Gavin menoleh dan mengisyaratkan agar aku masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu lama banget. Udah 3 jam saya nunggu disini." Omelnya setelah aku menutup pintu mobilnya.
Ampun lebay-nya. Paling juga baru 5 menitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDDENLY IT'S LOVE
ChickLitBagaimana perasaanmu jika sahabat terdekatmu, yang paling mengerti dirimu, tempat kalian berbagi segala hal, ternyata mengandung janin dari kekasihmu sendiri? Andara merasakan sakit ketika Damar, kekasihnya selama dua tahun ini mengkhianatinya denga...