16

30.6K 3K 62
                                    

Aku berharap ucapan Pak Gavin kemarin hanyalah khilaf semata, yang akan dilupakannya dalam waktu 24 jam. Tapi pada kenyataannya semua tidak sesuai dengan harapanku.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Bu HRD cantik, Gheana Febrianne menyuruhku ke ruangannya untuk membahas perpindahanku ke departemen lain dan juga memperbarui kontrak kerjaku. Wanita itu bilang mulai hari ini aku sudah bisa pindah ke lantai lima.

Lalu siapa yang akan mengisi kekosongan posisi admin produksi dan PPIC, sementara hari ini hari terakhir mbak Adis bekerja di SJA?

Pengen mewek rasanya.

Aku merangkul bahu mbak Adis yang hari ini terlihat cantik dengan jilbab satin warna biru muda dan blouse sifon dengan motif bunga-bunganya.

Harusnya hari ini mbak Adis yang berpamitan pada semua orang, tapi yang terjadi justru aku yang berpamitan disini.

Bu Gheana mengatakan besok atau lusa admin pengganti akan datang. Admin baru itu akan ditraining langsung oleh Bang Kris dan Damar, tapi Bu Ghea juga memintaku membimbingnya sesekali jika ada yang perlu ditanyakan.

See, Pak Gavin memang tukang biang ribet!

"Nanti kalau lahiran jangan lupa kabari ya, mbak? Pengen nengok ponakan ganteng." 

Kata Mbak Adis, hasil USG terakhir diperkirakan anaknya berjenis kelamin laki-laki. Setelah sekian bulan si jabang bayi malu-malu menutupi gendernya, akhirnya sebulan sebelum perkiraan lahir dia mau juga unjuk gigi dan dengan percaya diri mengatakan 'I'm a baby boy'.

"Iya. Jangan lupa bawa kado yang mahal." Ucap Mbak Adis diselingi tawa lebar.

"Belum ngerasain gajian, udah dipalak." Aku memberengut.

Mbak Adis terkekeh.

***

"Ini WO yang harus bapak tandatangani." Ucapku sambil meletakkan tumpukan map di tanganku ke atas meja kerja Damar.

WO atau Work Order adalah dokumen yang berisi spesifikasi, kebutuhan bahan, dan alur pengerjaan tiap barang yang akan diproduksi. WO disini memegang peranan sentral, karena setiap prosesnya akan melibatkan dokumen ini. Dari awal pembuatan design, proses produksi, proses finishing hingga barang siap dikirim.

Damar menatapku sekilas kemudian meraih tumpukan map itu.

Wajahnya masih sekusut kemarin, kantung matanya juga menghitam.

"Dan juga, mulai hari ini saya akan pindah ke lantai lima." Tambahku.

Damar mengangguk. "Iya, tadi Ghea sudah bilang." Jawabnya. "Aku tidak tahu kamu ikut mendaftar?"

Damar mendongak menatapku, seolah menanti jawaban atas pertanyaannya. Sayangnya aku memilih diam. Karena pada kenyataannya aku memang tidak mendaftar dan aku tidak mungkin berkata hal yang sebenarnya pada Damar. Aku tidak ingin dia berpikiran macam-macam.

"Segitunya kamu gak mau dekat aku." Lirihnya dengan senyuman miris.

"Maksud bapak?" Tanyaku dengan dahi berkerut.

"Aku tahu kamu tidak nyaman kerja sama aku, orang yang pernah mengkhianati kamu. Dan aku tidak tahu apa yang kamu dan Renita bicarakan beberapa hari lalu, sehingga membuat kamu berpikir untuk pindah divisi."

Jadi dia tahu Renita menemuiku?

"Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan istri bapak." Ucapku tegas.

"Dan juga, aku masih tidak percaya kamu bisa dengan mudah diterima menjadi sekretaris direktur." Ucapnya dengan tatapan curiga. Aku cukup tahu dengan apa yang ada di pikiran laki-laki ini.

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang