09

31.4K 3.2K 94
                                    

Ini sudah jam makan siang dan aku butuh sesuatu untuk mengisi perutku yang sejak tadi pagi belum terisi sebutir nasipun karena melewatkan sarapan. Salahkan Milla Jovovich yang beraksi begitu memukau di Resident Evil Final Chapter hingga membuatku begadang semalaman dan bangun kesiangan keesokan paginya.

Menonton film action adalah hal yang paling kusukai, terlebih jika pemeran utamanya adalah seorang wanita. Misalnya saja Tomb Raider, Street Fighter, Electra, Underworld, dan masih banyak lagi. Tapi salah satu yang paling sukai adalah The Hunger Games dan tentu aku sudah menamatkan ketiga serinya. Aku dibuat jatuh cinta dengan karakter Katniss Everdeen yang begitu gigih dan pantang menyerah mempertahankan hidupnya.

Mungkin dari film-film itulah sedikit banyak membentuk karakterku menjadi pribadi yang sok kuat, padahal dalam hati termehek-mehek seperti drama Korea.

Aku meregangkan ototku yang sedikit kaku karena terlalu lama duduk di depan komputer. Menarik nafas dalam untuk memenuhi rongga paru-paruku, lalu membuangnya perlahan melewati mulut.

Tidak terasa, sudah dua minggu lebih aku bekerja di SJA. Ada senang dan susahnya sudah pasti. Aku senang karena karyawan disini sangat baik. Misalnya Bang Kris yang suka memberi tumpangan, lalu mbak Adis yang suka bagi-bagi camilan yang dibawanya, katanya orang hamil tua itu cenderung doyan makan. Masa sih?

Ngomong-ngomong, wanita hamil itu akan resign kurang dari seminggu lagi, padahal aku belum siap ditinggal. Mbak Adis sudah seperti kakakku sendiri.

Pengen mewek rasanya.

"Mau makan siang bersama?"

Aku mengerjap. Entah darimana datangnya tiba-tiba saja Damar sudah berdiri di depanku. Pria ini seperti Sadako saja.

Memangnya ada Sadako modelan begini?

"Terima kasih atas tawarannya, pak. Tapi saya sudah ditunggu mbak Adis di kantin." Jawabku singkat.

"Ra..." Wajahnya terlihat ingin protes. Tapi sebelum dia menyuarakan protesnya itu, aku lebih dulu menyelanya.

"Dan saya juga tidak nyaman anda terus mendekati saya seperti ini. Anda pria yang sudah beristri, saya tidak ingin timbul gosip di kalangan para karyawan."

Aku mengatakan hal yang benar kan? Sejak aku masuk ke SJA dua minggu yang lalu, mantan yang enggan untuk kusebut namanya ini selalu saja berusaha mendekatiku dengan berbagai alasan. Seperti makan siang, mengajak pulang bersama, bahkan dia sering menyuruhku ke ruangannya untuk merevisi laporan, padahal sudah ada interkom di tiap-tiap meja yang memudahkan para karyawan saling berkomunikasi tanpa berkeliaran kesana kemari.

Apa dia sudah lupa istrinya yang sedang hamil besar sudah menunggunya di rumah? Aku sendiri juga tidak ingin timbul gosip macam-macam karena sikap Damar padaku yang melebihi hubungan antara atasan dan bawahan.

"Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita. Setidaknya kita bisa menjadi teman baik."

Teman baik, dia bilang? Siapa yang mau berteman dengan tukang selingkuh sepertinya. Bisa jadi nanti aku yang jadi selingkuhan.

"Maaf, tapi hubungan saya dan anda pada kenyataannya hanya sebatas atasan dan bawahan saat ini, dan saya tidak ingin lebih dari itu. Saya mohon anda bisa bersikap profesional dan tidak menyulitkan saya."

"Ra..."

"Saya permisi."

Apa ucapanku menyakitkan? Kurasa tidak. Aku hanya berusaha membentengi diriku dengan bersikap profesional sebagai alasannya.

***

Aku berjalan dengan langkah lebar melewati lobby kantor menuju kantin yang terletak di sebelah gedung utama SJA. Aku sungguh kesal. Kalau aku tidak butuh pekerjaan ini, lebih baik aku pergi saja dari perusahaan ini.

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang