"Ini apa pak?" Tanyaku dengan jantung yang mulai berdebar menatap amplop putih yang disodorkan Pak Gavin di depanku.
"Kompensasi dari saya."
"Maksud bapak?" Aku mendongak hingga kedua mata kami bertatapan. Aku bisa melihat bola matanya yang berwarna kecoklatan dibalik kacamata berbingkai hitamnya.
Ini orang kalau gak nyebelin ganteng juga.
Astaga! Aku mikir apa?
Pak Gavin berdecak.
"Ya untuk kecelakaan tempo hari. Saya minta maaf."
Maksudnya, amplop ini isinya uang ganti rugi lecet dan kaki keseleo?
Tapi ada yang lebih bikin hati adem. Ucapan maaf Pak Gavin dengan nada tulusnya. Aku pikir pria model Pak Gavin seperti ini anti dengan permintaan maaf, terlebih kepada hamba rendahan sepertiku.
Aku menatap amplop yang nampak tebal itu. Dengan cepat aku menggeleng dan mendorong amplop itu ke arahnya.
"Tidak perlu pak, terima kasih. Lagipula saya sudah tidak apa-apa." Ucapku dengan cengiran kaku.
Sebut aku bodoh karena menolak rejeki. Tapi lukaku tidak separah itu untuk mendapatkan ganti rugi yang sepertinya jumlahnya banyak ini.
"Sudah, kamu terima saja." Pak Gavin kembali mendorong amplop itu di depanku. "Saya ini paling anti berhutang budi atau merasa bersalah pada orang lain." Ucapan dengan nada sombong itu membuat hatiku yang tadinya adem serasa mendidih. Dia pikir dengan uang bisa menyelesaikan segalanya.
Memang ya, dasarnya mulut cabe giling, mau bagaimanapun selalu bikin panas hati.
Tapi kembali lagi ke hukum alam. Bos tidak pernah salah.
"Gavino, mama datang!"
Suara teriakan disertai bunyi pintu yang dibuka dengan kasar membuat aku juga Pak Gavin langsung menoleh. Seorang wanita paruh baya dengan penampilan yang terlihat glamour datang tiba-tiba dengan senyum secerah matahari terbit.
Kulihat Pak Gavin mendengus ketika wanita itu berjalan menghampirinya.
"Sebentar lagi jam makan siang. Lihat, mama bawa makanan kesukaan kamu." Wanita itu mengacungkan paperbag yang dibawanya. Pak Gavin hanya meliriknya sekilas, tampak tidak tertarik sama sekali.
"Mama ngapain kesini?" Tanya Pak Gavin dengan nada malas, lebih ke kurang sopan menurutku.
Wanita yang aku yakin ibu dari Pak Gavin itu memberengut. "Kamu tuh ya. Memangnya kalau mama mampir kesini harus ada alasan dulu?"
"Aku mengenal mama lebih dari siapapun."
"Anakku benar-benar so sweet. Coba Aya juga gitu, pasti lebih manis." Pak Gavin terlihat memutar mata.
"Ma, aku masih banyak pekerjaan. Mending mama pulang daripada ganggu."
Kedua mata wanita itu membulat. "Kamu ngusir mama?"
"Bukan ngusir, ma. Aku cuma nyuruh mama pulang. Gavin banyak kerjaan hari ini."
"Itu sama aja."
Pak Gavin menghela nafas, terlihat menyerah. "Ya udah, sekarang mama maunya apa?"
"Kamu tahu Arumi kan? Temen kamu waktu kecil. Kemarin mama ketemu Tante Yuni, dia bilang Arumi baru aja lulus kuliah, sekarang lagi cari kerja."
"Terus?" Sebelah alis pria itu terangkat tinggi.
"Kamu kan lagi cari penggantinya Dinara. Jadi..."
"Nggak!" Sahut Pak Gavin cepat.
"Mama belum selesai ngomong." Protes mama Pak Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDDENLY IT'S LOVE
ChickLitBagaimana perasaanmu jika sahabat terdekatmu, yang paling mengerti dirimu, tempat kalian berbagi segala hal, ternyata mengandung janin dari kekasihmu sendiri? Andara merasakan sakit ketika Damar, kekasihnya selama dua tahun ini mengkhianatinya denga...