14

30.6K 3K 81
                                    

Hari ini aku sudah bisa masuk kerja meski harus berjalan dengan sedikit pincang. Sudah 4 hari aku berdiam diri di rumah, rasanya sungguh membosankan. Terlebih aku sendirian karena ibu harus kembali berjualan di pasar.

Untuk mbak Adis, syukurlah wanita hamil itu mau menunda cutinya selama tiga hari. Sehingga posisi yang kutempati saat ini tidak sempat kosong dan aku masih bisa melakukan salam perpisahan dengannya.

Berterima kasihlah pada atasan kita, Gavino Abraham. Beliau yang membantu memberikan pengertian pada mbak Adis sehingga wanita itu bisa membantu dengan senang hati, disamping iming-iming tambahan pesangon resign.

Ngomong-ngomong soal Pak Gavin, atasan nyinyir tapi punya rasa tanggung jawab yang besar itu sempat membuat Bang Kris dan Salma salah paham dengan kemunculannya yang tiba-tiba di rumahku. Bang Kris menatapku dengan mata memicing dan alis yang terangkat tinggi. Salma pun hanya bisa melongo saat itu. Tapi aku dengan tenang menjelaskan bahwa pria penerobos lampu merah itu adalah Pak Gavin, atasan mereka sendiri. Mereka sempat shock mendengarnya.

Dan kedatangannya sore itu ingin melihat keadaanku, apa memang benar tidak apa-apa mengingat aku menolak dirawat inap. Dia bilang siap mengantarku check-up ke rumah sakit kalau memang ada yang dirasa kurang baik. Padahal aku merasa baik-baik saja.

Yeah... Gavino Abraham dan lebay adalah satu kesatuan.

"Ngelamun aja pagi-pagi." Sapa Rere yang tiba-tiba berada di belakangku, kami sama-sama mengantri untuk finger print. "Kamu udah sembuh? Maaf ya, aku gak bisa jenguk. Seminggu ini aku lembur terus sampai malam." Ucap Rere dengan raut bersalahnya.

Aku hanya tersenyum. "Iya, gak papa. Lagian aku sudah sembuh kok. Meski jalannya sedikit aneh."

"Kata Bang Kris, yang nabrak kamu pak bos ya? Ya ampun, kamu beruntung banget." Rere menyatukan kedua tangannya dan tersenyum girang.

Aku melongo. Ditabrak mobil sampai luka lecet dimana-mana, ditambah kaki kesleo sampai harus pincang saat berjalan, dimana letak beruntungnya? Apes yang ada.

"Re, kamu sehat?" Tanyaku. "Ini aku hampir mati ketabrak mobil loh." Ucapku yang justru membuat Rere terkikik.

"Tapi masih hidup, kan?" Rere mengerling jahil. "Bonus dijenguk si bos lagi. Unch-unch..." Rere memegangi kedua pipinya sambil tersipu.

Aku bergidik. Sepertinya ada sesuatu yang menginvasi kepala gadis itu. Atau memang daya imajinasi seorang graphic designer memang seliar ini.

Selepas absen finger print, kami menaiki lift menuju lantai tiga. Kebetulan kartorku dan Rere berada dalam satu lantai.

"Wait!"

Pintu lift hampir tertutup saat seseorang menahannya. Seorang wanita menerobos masuk dan menekan tombol lantai 5, lantai khusus jajaran dewan direksi.

Wanita ini sungguh cantik, seperti barbie menurutku. Berwajah indo dengan rambut panjang terurai warna bronze yang ikal di bagian bawahnya, ia mengenakan dress berwarna krem yang sangat pendek yang hanya mampu menutupi sepertiga pahanya. Penampilannya sungguh mencolok di tengah para karyawan yang seharusnya berpakaian rapi.

Tanpa sadar aku terus memandanginya. Aku mengagumi betapa wanita ini sungguh sempurna. Cantik, mempunyai tubuh yang ideal, apalagi kaki jenjangnya itu mengingatkanku pada anggota girlband Korea Girl's Generation.

Wanita barbie itu meraih sesuatu dari dalam flap bag dengan logo huruf C bolak-baliknya. Ternyata bedak dan lipstick. Ia menyapukan lipstick warna raspberry red itu di bibir sexy ala Kylie Jennernya kemudian mencecapnya beberapa kali.

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang