22

30K 2.9K 135
                                    

Ini bukanlah adegan ftv, dimana sang tokoh pria dan wanita tidak sengaja bertabrakan, tokoh pria merengkuh si wanita agar tidak terjatuh, mereka saling berpandangan selama beberapa detik, terhanyut dalam pesona satu sama lain sembari diiringi backsound Penjaga Hati milik Yovie and The Nuno. Tapi ini adalah aku, Andara Ruzy Dinanta yang dengan bodohnya tersandung dan menjatuhkan diriku menimpa tubuh atasanku sendiri. Tidak berhenti sampai disitu, kepalaku bahkan dengan kurang ajarnya membentur pangkal hidung Pak Gavin hingga membuat pria itu meringis kesakitan.

"Bapak tidak apa-apa?" Tanyaku dengan penuh rasa bersalah.

Aku bangun dari posisi memalukanku di atas tubuh Pak Gavin. Meringis melihat Pak Gavin yang memegangi hidungnya dengan ekspresi kesakitan bercampur kesal.

"Menurut kamu?" Ujarnya ketus.

Mataku membulat saat melihat cairan kental berwarna merah keluar dari lubang hidung Pak Gavin.

"Astaga! Bapak mimisan!" Pekikku panik.

Aku yang mulai panik menoleh ke arah sekitar, berharap menemukan apapun yang bisa digunakan untuk menyeka darah yang keluar dari hidung Pak Gavin. Pak Gavin meraba bawah hidungnya. Laki-laki itu mendesis saat melihat darah segar menempel di jemarinya dan mulai menetes di kemejanya.

Merasa tak ada apapun yang bisa digunakan, aku berlari ke dalam rumah dan meraih tissue di atas meja ruang tamu. Aku menghampiri Pak Gavin, duduk di hadapan pria yang saat ini terlihat kesal setengah mati. Mengabaikan tatapan tajamnya padaku, aku mengambil beberapa helai tissue dan membantu menyeka hidungnya.

"Pak, saya minta maaf, saya tidak sengaja." Ucapku dengan tangan yang masih menyeka darah dari hidung Pak Gavin. "Pak, darahnya gak mau berhenti."

Aku semakin panik saat darah itu tidak mau berhenti mengalir. Bagaimana kalau Pak Gavin mati disini karena kehabisan darah? Orang-orang bisa menuduhku membunuhnya.

Aku mengisyaratkan Pak Gavin untuk mendongak agar darahnya tidak semakin banyak mengalir, lalu menggulung lembaran tissue untuk menyumbat hidung laki-laki itu. Meski terlihat kesal, tak urung pria itu menuruti perkataanku juga.

Dan setelah perjuangan selama beberapa menit, akhirnya pendarahan di hidung Pak Gavin mampet juga. Aku sedikit bisa bernafas lega.

Aku baru menyadari kalau jarak kami terlalu dekat. Aku bisa melihat iris hitam pekat dari bola mata Pak Gavin yang saat ini juga tengah menatapku. Menatapku penuh dendam lebih tepatnya.

Aku mengerjap berkali-kali, menyadari bahwa untuk beberapa saat aku sempat terpesona dengan wajah menawan atasanku sendiri. Refleks aku menjauhkan tanganku dari wajah Pak Gavin.

"Kamu mau bikin saya mati kehabisan darah?" Pak Gavin melotot tajam membuatku tertunduk.

"Saya minta maaf, pak."

"Sudahlah. Sekarang kamu tidur. Saya tidak mau besok ketinggalan pesawat lagi gara-gara kamu bangun kesiangan."

"Iya, pak."

Aku membereskan sampah tisu yang berlumuran darah dan membuangnya ke tempat sampah.

Kali ini aku memakai sandal jepit kebesaran milik Pak Anwar itu dengan hati-hati agar tidak lagi berbuat konyol di depan Pak Gavin, yang nantinya bakal berbuntut runyam.

***

Kami sampai di Jakarta jam 10 siang, karena tadi pesawat sempat delay setengah jam yang tentu saja membuat Pak Gavin nyaris mengeluarkan tanduknya.

Aku berjalan di sisi Pak Gavin yang masih bermuka masam menuju parkiran bandara dimana Mas Udin, salah satu sopir SJA pasti sudah menunggu.

"Kita langsung ke kantor." Titah Pak Gavin.

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang