Aku menggigit kuku jariku sambil berulang kali menoleh ke arah pintu ruang operasi yang sejak sejam yang lalu tak kunjung terbuka. Di dalam sana, Renita tengah berjuang hidup bersama bayi mungilnya.
Sebelumnya Renita sempat membuat kehebohan di SJA dengan melabrakku, karena menurutnya aku telah merebut suaminya, yang kemudian diakhiri dengan aksi berdarah-darah. Melihat darah yang mengalir di sela pahanya membuatku takut setengah mati.
Tak peduli seburuk apapun perbuatan yang dilakukannya padaku, Renita adalah sahabatku. Dan aku masih peduli padanya.
Aku panik dan berteriak meminta bantuan. Dan untunglah Damar tiba-tiba saja datang. Ia menggendong Renita dan membawanya ke rumah sakit. Raut wajah Damar terlihat tak kalah panik saat itu.
Aku tidak begitu paham penjelasan dokter mengenai apa yang membuat Renita pendarahan, tapi yang jelas dokter mengatakan bayi Renita harus segera dilahirkan demi keselamatan ibu dan bayinya. Dan prosedur caesar yang menjadi jalan satu-satunya untuk menyelamatkan keduanya.
Kulihat Damar tengah duduk dengan gelisah sambil berkali-kali mengusap wajahnya. Mulutnya terus bergerak malafalkan doa. Raut cemas tergambar jelas di wajahnya.
Aku memutuskan duduk di sampingnya. Penampilan Damar yang biasanya selalu rapi kini terlihat kusut dan berantakan. Kemeja biru mudanya penuh dengan bercak darah yang mulai mengering. Lengan kemejanya ia gulung hingga siku, dasinya juga telah longgar dengan dua kancing atas yang sudah terlepas.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanyaku memecah keheningan di antara kami. Damar mendongak menatapku. "Mas Damar tentu tahu kan, apa yang sebelumnya dilakukan Renita terhadapku?"
Damar membuang pandangannya, menunduk menatap lantai rumah sakit.
"Renita mendatangiku dan mempermalukan aku di SJA. Dia bahkan menamparku dua kali." Aku mendengus, tersenyum miris membayangkan kejadian beberapa jam yang lalu.
Damar menoleh cepat ke arahku dengan raut terkejutnya. Mungkin dia tidak tahu bagian itu.
"Kita hanya masa lalu, kan? Semua yang terjadi di antara kita bertiga memang sudah jalannya seperti ini. Mas Damar sudah menikahi Renita dan aku juga mulai menata kembali hidupku. Sebelumnya Renita juga pernah menemuiku dengan alasan yang sama. Dia menuduhku mengganggu hubungan kalian."
Damar hanya terdiam sambil menatapku lekat.
"Tidak sekalipun aku berpikir untuk merebut kembali Mas Damar. Tidakkah itu cukup? Kenapa baik Mas Damar maupun Renita selalu menempatkanku dalam posisi sulit?"
"Karena aku masih mencintaimu." ucap Damar dengan manik mata lurus menatap kedua mataku.
"Apa?" Sahutku cepat dengan kedua bola mata mendelik tajam. Aku sudah tidak terkejut lagi dengan pengakuan cintanya. Hanya saja aku masih tidak percaya ada orang seperti Damar yang dengan mudahnya mempermainkan perasaan seorang wanita.
"Hubungan pernikahan kami tidaklah..."
Ucapan Damar terpotong oleh suara pintu ruang operasi yang terbuka. Seorang dokter dengan setelan hijau diikuti beberapa orang perawat dibelakangnya keluar dari dalam sana.
Damar beranjak dari duduknya, bergegas menghampiri sang dokter yang baru saja mengoperasi Renita.
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?"
Dokter paruh baya bernama Wayan Agung itu melepas maskernya dan tersenyum hangat. Senyum yang menunjukkan bahwa tidak ada hal buruk terjadi.
"Istri anda baik-baik saja, begitu pula dengan si kecil lahir dengan selamat." Ucap Dokter Wayan yang membuat Damar menghela nafas lega, begitu juga denganku. "Anda bisa menemui mereka berdua setelah dipindahkan ke ruang perawatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDDENLY IT'S LOVE
ChickLitBagaimana perasaanmu jika sahabat terdekatmu, yang paling mengerti dirimu, tempat kalian berbagi segala hal, ternyata mengandung janin dari kekasihmu sendiri? Andara merasakan sakit ketika Damar, kekasihnya selama dua tahun ini mengkhianatinya denga...