06

33.1K 3.2K 129
                                    

Hari ini akhirnya datang juga, hari dimana aku benar-benar melepas masa pendidikanku di kampus.

Setelah berbulan-bulan disibukkan dan dibuat stress dengan skripsi, tibalah hari ini aku dinyatakan lulus. Aku sempat menitikkan air mata ketika namaku dipanggil untuk naik ke atas panggung, sebagai putri dari Alm. Airlangga Dinanta dan Dian Nurani.

Meskipun tidak lulus dengan predikat cumlaude, tapi nilai IPK ku cukup tinggi. Aku bisa melihat ibuku yang duduk di deretan kursi para pendamping wisuda menangis haru dalam senyumannya.

Setelah acara selesai, Kanaya datang menghampiriku dengan sebuket bunga lily di tangannya. Untung saja bukan bunga mawar, aku cukup punya kenangan buruk dengan bunga itu.

Kanaya memang tak ikut wisuda hari ini. Dia masih harus banyak mengulang mata kuliah karena terlalu nyaman bekerja membuatnya sering bolos.

Aku hanya bisa berdoa supaya sahabatku satu itu lekas diberikan hidayah.

Kanaya memelukku dan memberikan selamat. Hari ini Kanaya dalam mode waras rupanya. Semoga selamanya akan terus seperti itu.

"Setelah ini makan-makan kemana?"

"Makan melulu yang dipikirin." Cibirku.

"Iyalah. Kapan lagi kamu traktir makanan enak?"

"Gak perlu traktrir, nanti malam kamu ke rumah aja. Tante akan masak yang enak-enak buat syukuran kelulusannya Andara." Ibu yang sudah kembali dari toilet tiba-tiba menyahut.

Kanaya tersenyum bahagia sementara aku hanya mencibir.

***

"Setelah ini rencana kamu apa, Ra?" Tanya mbak Nuri sambil mengunyah kolokenya.

Seisi meja makan penuh dengan makanan. Ibu benar-benar masak banyak hari ini. Ada koloke, capcay, udang asam manis, tumis kangkung, ayam goreng dan sambel mangga kesukaanku.

Jadi, untuk menghabiskan itu semua aku mengajak mbak Nuri ikut serta. Mbak Nuri adalah orang Jogja yang ngekost di rumah tetanggaku, Ibu Salamah.

Ibu Salamah terkenal sebagai juragan kost-kostan di kampungku. Tapi dari semua orang yang ngekost di tempatnya, aku hanya akrab dengan mbak Nuri. Selama ini dia sering membantuku. Salah satunya ya waktu nikahannya Damar kemarin, mbak Nuri yang membantu merias wajahku sehingga wajahku tak ada bedanya dengan Isyana Sarasvati.

Aku meraih piring capcay dan menyendok isinya ke atas piringku.

"Kemarin Pak Irsyad ngasih rekomendasi masuk ke SJA. Tapi aku masih mikir dulu."

Pak Irsyad adalah dosen pembimbingku saat skripsi, beliau juga teman ayah saat SMA. Dulu beliau seringkali datang ke rumah untuk sekedar main catur atau mengajak ayah memancing bersama. Tapi semenjak ayah meninggal, Pak Irsyad tak pernah lagi ke rumah. Hanya Bu Fatimah, istri dari beliau yang masih sering mengunjungi ibu ketika di pasar.

Dan kemarin Pak Irsyad merekomendasikan aku masuk di SJA, perusahaan offset printing yang cukup besar di Indonesia.

"SJA? Maksud kamu Spartan Jaya Abrama?" Tanya mbak Nuri yang kujawab dengan anggukan.

Uhukk!

Kanaya yang sejak tadi hanya sibuk mengisi perut mengabaikan obrolan kami, tiba-tiba saja tersedak. Aku sudah tahu penyebabnya.

Lihat saja isi piringnya!

"Pelan-pelan, Nay." Ujar ibu sambil menuangkan segelas air putih dan menyarahkannya pada Kanaya yang langsung diteguknya tanpa permisi.

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang