12

31K 3.2K 49
                                    

"Makan itu yang bener, jangan diaduk-aduk gitu." Tegur ibu saat melihat aku hanya mengaduk-aduk sop iga buatannya.

Ini gara-gara aku masih memikirkan kejadian tadi sore. Saat Damar dengan tampang tak berdosanya mengatakan bahwa ia masih mencintaiku. Bagaimana mungkin dia mengatakannya di saat dia sudah beristri dan akan memiliki anak sebentar lagi.

Mungkin otaknya mengalami benturan, sehingga ia bertindak tidak waras begitu. Kalaupun rasa cinta itu masih ada di hatiku, aku tidak akan menjadi wanita bodoh dengan menerima pernyataan Damar.

"Ibu perhatikan dari pulang kerja tadi kamu agak murung. Kenapa?" Tanya ibu sambil mengupas buah mangga di tangannya.

Aku menghela nafas berat, menatap wajah ibu dengan sendu.

"Tadi Dara pulang bareng mas Damar."

Ibu melirikku sekilas kemudian melanjutkan kegiatannya memotong buah mangga dan memasukkannya ke dalam wadah.

"Dia ngomong apa?"

"Mas Damar bilang masih cinta Dara, bu." Ibu menghentikan kegiatannya dan menatapku lekat.

"Terus kamu gimana?" Tanya ibu menyelidik dengan kerutan di dahinya. Jelas beliau tidak menyukai hal ini.

"Ya gak gimana-gimana. Dara masih bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Jadi Dara memilih tidak meladeninya."

Ibu menghela nafas lega. Beliau kembali melanjutkan kegiatannya memotong buah mangga dan menyodorkannya di depanku.

"Bagus kalau kamu tidak menanggapi Damar. Meskipun dulu Renita yang jadi wanita ketiga, tapi sekarang posisi dia sah di mata hukum dan agama. Jangan sampai kamu merusak rumah tangga orang. Gak baik." Ucap ibu.

"Dara ngerti kok, bu." Ucapku.

"Terus kenapa kamu malah melamun tadi? Kamu masih suka sama Damar?"

"Ihh... bukan gitu. Dara kepikiran Renita. Dara gak ngerti hubungan pernikahan mereka kaya gimana. Bisa-bisanya mas Damar melakukan itu di saat istrinya sedang hamil besar."

Ibu menghela nafas. Mungkin dia juga memikirkan apa yang kupikirkan. Bagaimanapun dulu ibu sangat akrab dengan Renita.

"Sudah, jangan dipikirkan. Biar itu jadi urusan mereka. Sekarang kamu habisin makanan kamu. Udah nangis tuh nasinya diaduk-aduk terus dari tadi."

"Iya, kanjeng ratu yang paling cantik sedunia." Ucapku sambil tersenyum dan melanjutkan makan malamku. Sementara ibu hanya mendelik tajam mendengar panggilanku untuknya.

***

"Ibu liat dompet aku gak?" Teriakku dari dalam kamar.

Aku sudah bersiap-siap akan berangkat kerja. Tapi saat aku mengecek kembali barang bawaanku, aku tidak mendapati dompetku di dalam tas. Kemarin aku tidak menggunakannya untuk membayar ongkos bus, harusnya masih ada di sana. Apa mungkin tertinggal di kantor?

"Memangnya kamu taruh mana?" Tanya ibu yang kuyakin masih berada di dapur.

Kalau aku tahu dimana naruhnya, aku gak akan tanya.

Aku berjalan menghampiri ibu yang sedang bersiap-siap berangkat ke pasar.

"Harusnya masih ada di tas. Kemarin Dara gak pakai buat ongkos bus kok."

"Kamu gak modus biar dikasih uang saku lagi, kan?" Mata ibu menyipit curiga padaku.

"Iihh... ibu gak percayaan banget sama anak sendiri."

"Iya, iya. Ibu percaya." Kulihat ibu membuka dompetnya. Mataku berbinar saat ibu mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dari dalam sana. "Nih, lain kali hati-hati."

SUDDENLY IT'S LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang