Bagian Empat
Saat nyaman itu ada, bicara kita pun terkadang tanpa bisa terduga.
Bahkan yang namanya rahasia Pribadi sekalipun, dalam hitungan detik menjadi rahasia yang umum.------------------------------
-FifaStory-
"Tenang aja, gue nggak akan tertawa dengan sembarang alasan," ucap seorang laki-laki.
Fina percaya akan hal itu. Entah mengapa ia merasa orang itu dapat dipercaya. Tapi bagaimana pun juga, Fina tetaplah harus berjaga-jaga dengan orang yang baru dikenalnya.
"Sebenernya gue nggak akan mau baca isi Memo itu ke sembarang orang, apalagi orang yang nggak gue kenal," ucap Fina pelan, lalu ia menoleh ke arah laki-laki yang sekarang duduk di sebelahnya "Tapi karna gak ada cara lain," lanjutnya.
Fina menarik napasnya dalam-dalam agar membuatnya lebih tenang sebelum membaca isi Memo itu.
"Kenapa harus aku," ucap Fina mengulang judul Memo sambil menerawang dengan pandangan lurus ke depan.
Kemudian ia bersender di bangku itu dan mendongak ke atas langit. "Tuhan, aku tau Engkau menciptakan makhluk hidup ke dunia ini. Salah satunya manusia. Engkau juga memberikan dua takdir yang berbeda pada setiap manusia. Yang pertama kebahagiaan dan yang kedua kesedihan. Seperti aku, diantara banyaknya manusia yang engkau ciptakan, kenapa harus aku yang mendapat takdir kesedihan?" Fina menarik napasnya dalam-dalam sambil mengingat suatu hal.
"Kemudian, ada orang yang berkata di hadapanku, saat itu aku hanyalah seorang anak kecil yang tak mengerti apa-apa. Dia berkata, Sampai kapan pun aku hanyalah menjadi manusia yang tak berguna dan tak diinginkan oleh siapa-siapa. Dan saat itu juga aku terdiam seribu bahasa. Aku mencerna perkataan orang itu dengan baik. Berusaha memahaminya setiap waktu, bahkan di setiap hari-hariku. Perkataan orang itu selalu mengganggu di pikiranku. Antara percaya dan tidak percaya."
"Aku dulu mungkin memang belum mengerti apa makna dari kalimat itu. Aku hanyalah seorang gadis kecil yang hanya tau bermain, menangis, dan tertawa tanpa beban. Namun ucapannya selalu terngiang di telingaku, bahkan di pikiranku sampai sekarang. Sampai detik Ini. Dan sampai suatu hari, aku mengerti makna dari kalimat itu dengan sendirinya. Aku ingin menyangkal, tapi pada kenyataannya, apa yang orang itu katakan memanglah benar. Bahkan sangat benar." Fina tersenyum getir dengan tatapan sendu.
"Bahwa aku tak berguna dan tak di inginkan oleh siapa-siapa," lanjutnya dengan suara yang pelan dan lirih.
Hening.
Kemudian Fina tersadar. Ia rasa ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa handphone itu memang miliknya. Fina juga tidak mau membaca isi Memo itu lebih banyak karna itu dapat membuatnya mengeluarkan air mata di depan laki-laki ini.
Fina menatap orang yang berada di sampingnya yang sedang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Fina artikan.
***
"Sini handphonenya, gue rasa cukup."
Dirga tersadar kemudian ia menggaruk alisnya yang terasa gatal. "Hm, apanya?" tanyanya lagi.
Terdengar helaan napas "Handphone gue balikin. Gue rasa udah cukup kan buat ngebuktiin kalo itu emang punya gue?" tanya Fina to the point.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fifa Story [END] ✔
Teen Fiction[PROSES REVISI] Nggak semua anak kembar itu memiliki nasib yang sama. Dimana salah satu dari mereka mendapatkan kasih sayang yang berbeda dan fisik yang juga berbeda. Tapi meskipun begitu, mereka masih saling peduli satu sama lain. Memang ada? Tentu...