07

7.7K 534 182
                                    

Bagian Tujuh

Luka terdalam adalah yang tak terlihat oleh mata. Dan kesedihan terdalam adalah yang tak terucapkan oleh kata-kata.
------------------------------


-FifaStory-

Tok tok tok.

"Iya masuk, nggak dikunci kok Mbok."

"Lagi ngapain Fin?"

"Loh Fani? gue kira tadi si Mbok," ucap Fina saat melihat ternyata yang mengetuk pintu kamarnya barusan adalah Fani.

Fani terkekeh, kemudian ia duduk di tepi ranjang tepat di samping Fina. "Gue bosen Fin, kita keluar yuk!"

Fina mengernyit "Bukannya lo juga tau ya, nanti Mama bisa marah?"

"Mama nggak akan marah kalo Mama nggak tau."

"Nggak! gue nggak mau ambil resiko," tolak Fina cepat.

"Ayolah Fin. Kali ini aja," bujuk Fani lagi.

"Nggak!" balas Fina yang bersikukuh menolak ajakan Fani. "Mending sekarang lo ke sana, ambil salah satu buku novel yang lo suka, terus baca. Udah, kita nggak perlu kemana-mana," lanjutnya yang menunjuk ke arah rak buku.

Fani menghela napas berat, kemudian memilih diam. Sebenarnya ada perasaan sakit saat melihat bagaimana Fina yang selalu mematuhi perintah Mama. Ia juga tau, sebenarnya Fina merasa tertekan akan hal ini, oleh karena itulah Fani ingin mengajak Fina agar tidak terus-terusan berada di rumah seperti ini.

Seharusnya kakaknya itu bisa menghabiskan hari minggunya bersama teman-temannya, bukan seperti sekarang yang terus  menjaganya dan memastikan bahwa ia baik-baik saja. Percayalah, ia tidak selemah itu.

"Fin, maaf..."

Fina terdiam. Ia menghentikan aktivitas membacanya, kemudian menatap Fani heran. Tapi melihat Fani yang saat ini mengeluarkan beningan di mata, ada perasaan nyeri di hatinya. Hal seperti ini adalah hal yang paling Fina tidak suka. Apalagi sampai melihat Fani yang mengeluarkan air matanya seperti sekarang.

"Lo nggak ada salah Fan, jadi nggak perlu minta maaf gini ya?" Fina tersenyum lembut, kemudian  mengusap air mata yang mengalir di pipi Fani.

Fani menggeleng, " Gimanapun juga gue salah. Karena gue lo jadi tertekan sama Mama, seharusnya sekarang lo lagi bahagia bersama temen-temen lo. Dan itu semua terhalang karna gu-" belum sempat Fani menyelesaikan ucapannya, dengan cepat pula Fina mendekatkan jari telunjuknya di bibir Fani.

"Ssstt, Siapa bilang gue nggak bahagia, hm?" tanya Fina yang menatap Fani lekat, sebelum tersenyum. "Buktinya gue bahagia kok, gue sangat bahagia karena gue selalu ada di sisi adik gue. Lo inget? gimana kita yang dari kecil emang selalu bersama? dimana adik, di situ ada kakak, begitu juga sebaliknya. Lo tau karena apa? karena kita mempunyai ikatan batin yang kuat. Dan satu hal lagi, yaitu karena hal ini adalah tanggung jawab gue sebagai kakak lo, ya walaupun beda menit sih."

Mendengar ucapan Fina barusan malah membuat Fani terkekeh, namun tak urung pula ia malah semakin terisak.

"Loh kok lo nangis sih Fan? jujur hati gue sakit kalo gue ngeliat lo nangis gini," ucap Fina dengan jujur.

"Lo nggak bohongin gue kan Fin?"

Fina tersenyum lembut, kemudian  mengangguk "Iya. Gue janji gue akan tetep selalu ada disisi lo selama gue masih hidup dan masih bisa buat ngelindungin lo. Jadi jangan pernah berpikiran kalo lo sendiri. Ada gue, Mama dan Papa. Mungkin gue bakal sedih kalau gue jauh dari lo."

Fifa Story [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang