Bagian Kedua Puluh Lima
Jika kita tidak mampu menjadi pelita yang menerangi malam, maka jadilah kunang-kunang yang menghiasi malam.
------------------------------
-FifaStory-
Sudah selama satu jam lebih Fina duduk di halaman belakang rumah ini. Langit malam sudah semakin larut, namun Fina masih betah menatap langit malam dengan tatapan lurus. Sesekali Fina tampak menghela napas lelah.
"Non Fina,"
Fina menoleh ke sumber suara, itu adalah suara Mbok Jum yang sangat Fina hapal, karena memang memiliki suara khas Jawa. Ia tersenyum tipis sebentar, sebelum kembali lagi menatap ke arah langit, terutama Bulan.
"Jangan melamun Non, udah malam juga, yuk kita masuk."
"Di sini enak Mbok, Fina ngerasa nyaman," ujar Fina.
"Jangan Non, nanti Non Fina sakit." Mbok Jum terus membujuk Fina agar segera masuk.
"Nanti aja Mbok, Fina masih butuh suasana yang membuat Fina merasa lebih baik. Mbok mau nggak nemenin Fina malam ini, kali ini aja."
Mbok Jum menatap Fina sebentar sebelum mengangguk, kemudian ikut duduk di sebelah Fina. Ikut menikmati angin malam yang terasa menenangkan.
Hening.
"Mbok," panggil Fina beberapa saat kemudian.
"Iya Non, kenapa?"
"Fina boleh meluk Mbok?" pertanyaan Fina barusan mampu membuat Mbok Jum sedikit terkejut, lantas mengangguk pelan.
"Ya bolehlah, monggoh Non."
Fina menyenderkan kepalanya di punggung Mbok Jum, dengan mata yang tertutup kini tangannya memeluk si Mbok dengan erat. Fina tersenyum tipis saat merasakan Mbok Jum yang ikut membalas pelukan eratnya. Sekarang, ia dapat merasakan kehangatan, meskipun kehangatan ini tidaklah sama dengan apa yang ia harapkan sebenarnya.
"Mbok tau nggak kenapa sih Fina terus diabaikan sama mereka?"
Fina menghela napas lelah saat semua bayangan-bayangan itu kembali teringat dan terlintas begitu saja di dalam pikirannya. "Fina punya keluarga, tapi kenapa Fina merasa kalo Fina sendiri Mbok?" lanjutnya.
Mbok Jum yang mendengar pertanyaan Fina hanya bisa tersenyum manis. Meskipun di dalam hati, ia tersenyum miris. Merasakan apa yang sedang Fina rasakan membuat menghela napas berat. Tangannya terus bergerak mengusap kepala Fina dengan lembut. "Mungkin itu cuma perasaan Non Fina aja. Tuan sama Nyonya juga sayang kok sama Non Fina, cuma mereka lagi sibuk aja. Non Fina juga ndak sendiri kok, kan Non Fina masih punya Gusti Allah, masih ada Non Fani, dan tentunya masih ada Mbok Jum di sini."
"Makasih ya Mbok, dari dulu sampai sekarang Mbok selalu ada buat Fina."
"Iya Non sama-sama, Mbok jadi inget sama almarhum anak Mbok. Persis baiknya kayak Non."
Fina menatap Mbok yang tengah menatap bulan, seraya bercerita.
"Anak Mbok mungkin sudah sebesar Non sekarang. Dia anak yang baik, dia selalu menyayangi dan menjaga Mbok dengan baik. Apalagi setelah suami Mbok meninggal dunia. Tapi Gusti Allah berkendak lain, hingga akhirnya dia ikut menyusul ayahnya di surga sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fifa Story [END] ✔
Teen Fiction[PROSES REVISI] Nggak semua anak kembar itu memiliki nasib yang sama. Dimana salah satu dari mereka mendapatkan kasih sayang yang berbeda dan fisik yang juga berbeda. Tapi meskipun begitu, mereka masih saling peduli satu sama lain. Memang ada? Tentu...