13

5.4K 311 78
                                    

Bagian Ketiga Belas

Perasaan yang paling menyakitkan itu adalah ketika kamu yang tersenyum, hanya untuk membuat air matamu berhenti menetes. Sejenak.

------------------------------

-FifaStroy-

"Door!"

"Apaan deh, gue nggak kaget wlee."

"Yaahh, garing deh."

Fani terkekeh pelan melihat Fina yang gagal saat ingin membuatnya terkejut.

"Lagian gue tadi nggak sengaja liat lo di bayangan handphone gue."

"Pantesan. Eh iya Mama kemana ya, kok belum pulang?" tanya Fina seraya melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Emang Mama nggak ngasih tau lo? Kan selama tiga hari kedepan Mama ke Bandung ada urusan pekerjaan," jelas Fani yang masih fokus dengan handphonenya.

Mendengar itu Fina hanya diam tak menanggapi Fani, namun berbeda dengan yang ada di dalam benaknya sekarang, sebelum tersenyum kecut karena berusaha untuk bersikap biasa saja. Entahlah, ia sendiri saja bingung dengan perasaannya. Terkadang ia merasa kalau ia memang seperti tak dianggap, tetapi terkadang juga ia merasa seolah-olah dirinya sangat dibutuhkan.

Mungkin aja Mama nggak sempet bilang ke gue. -batin Fina yang berusaha untuk menghibur diri sendiri.

"Terus Papa?" tanya Fina lagi.

"Kalo Papa sih katanya nemenin Mama disana."

"Oh gitu," Fina mengangguk mengerti. Kemudian ia melangkah mendekati rak buku dan mengambil salah satu novel yang ada disana.

Alih-alih membaca buku, Fina malah tampak berpikir sebentar sebelum tersenyum simpul saat mendapati sebuah ide.

***

"Gue mau ngasih tau satu hal sama kalian."

"Satu hal?"

"Iya, satu hal yang belum kalian semua tau tentang gue termasuk seluruh sekolah ini. "

Ketiga perempuan itu secara bersamaan mengernyit heran, sebelum salah satu dari mereka terkekeh pelan.

"Lo ngomong apa sih Fin? Kok aneh banget."

"Gue serius By," ucap Fina lagi.

Wini mengangguk mengerti, "Oke, kalo gitu kasih tau ke kita, rahasia apa?"

"Tapi dengan syarat, kalian bertiga setelah mengetahui ini tetap bersikap seperti biasa aja. Jangan sampai orang lain tau selain kita berempat. Gimana?"

Kini Gaby, Gita, maupun Wini saling tatap satu sama lain, sebelum mengangguk setuju.

"Pulang sekolah, kita bareng bisa?" tanya Fina lagi.

Wini mengangguk, "Kebetulan hari ini gue dianter nyokap. By, lo bawa mobil kan?"

"Pasti dong, kita nanti pakai mobil gue aja."

***

Sekarang mereka berempat sedang berada di perjalanan sepulang sekolah. Gaby yang menyetir dan Fina yang berada di sebelahnya. Sedangkan Gita dan Wini duduk di kursi belakang.

"Pas di situ, kita belok kanan," tunjuk Fina yang diberi anggukan oleh Gaby.

"Kita sebenarnya mau kemana sih Fin?" tanya Gita yang angkat bicara karena penasaran.

"Nanti juga kalian bakal tau."

"Masih jauh?" tanya Wini kemudian.

"Oh nggak kok, ini bentar lagi juga kita sampai. Oke By, stop di rumah yang pager itu ya."

Gaby mengangguk dan menghentikan mobilnya sesuai yang Fina bilang. Di sana, mereka bertiga dibuat kagum dengan rumah yang besar. Tak lama kemudian pintu pagar terbuka, membuat Gaby kembali menjalankan mobilnya memasuki perkarangan rumah tersebut.

"Yuk," titah Fina yang mengajak mereka bertiga turun dari mobil.

Masih dengan perasaan yang bertanya-tanya, Gita, Gaby maupun Wini pun akhirnya memilih ikut turun dari mobil, dan menyusul Fina yang kini tengah menekan bel rumah.

"Assalamualaikum," ucap Fina yang terus menekan bel.

"Wow... gede banget ya rumahnya. Rumah kita masih nggak ada apa-apa nya dibanding ini By," kali ini Gita membuka suara seraya berdecak kagum.

"Iya bener," sambung Gaby yang mengagguk setuju.

"Fin in-"

"Udah lo tenang aja Win," potong Fina.

"Wa'alaikum salam," sahut seseorang dari dalam rumah seraya membuka pintu.

Setelah pintunya terbuka lebar terdapat seorang perempuan seusia mereka yang sedang tersenyum, namun sedetik kemudian senyumnya berubah menjadi bingung. Dengan baju kaos putih serta celana jeans pendek yang ia kenakan, tak lupa pula tangan kanannya yang menggenggam sebuah kemoceng. Terlihat perempuan itu terus menatap Gaby, Gita, dan Wini secara bergantian.

Sedangkan orang yang ditatap, kini mereka tak kalah shok. Beberapa kali mereka mengedipkan kedua matanya memastikan apa yang mereka lihat saat ini tidak salah, sebelum menelan ludahnya secara perlahan dan saling tatap satu sama lain.

"By, gue nggak sakit kan?" tanya Gita tak penting.

Dengan segera Gaby mengangkat telapak tangannya dan mengepit di ketiaknya, sebelum kembali menaruhnya di kening Gita.

"Nggak, keadaan lo masih stabil kok Git," celutuk Gaby saat mengukur derajat ketiaknya dan kening Gita yang ternyata tidak panas, membuat perempuan itu tertawa geli.

"By, lo denger? Dia bisa ketawa!" Bisik Gita masih tak percaya.

Wini memutar kedua bola matanya malas, "Lebay lu kudanil! Dia manusia bukan setan, bego!" kata Wini yang mulai geram sendiri.

"Gue kira, dia roh," ralat Gita yang lagi-lagi membuat perempuan itu jadi tergelak tawa.

Apanya yang lucu? Batin Gita yang sangatlah bingung.

Disisi lain, Gaby maju beberapa langkah secara perlahan-lahan tepat di hadapan perempuan itu. Masih dengan tatapan cengonya, Gaby terus saja menatap perempuan yang ada di hadapannya dengan mata yang berkedip-kedip tanpa henti.

"Mata gue, mata gue kok nggak bisa diem ya?" katanya dengan tampang bego.

Mendengar penuturan Gaby barusan, membuat Wini dan Gita tak tahan untuk tidak menjitak kepalanya keras, membuat Gaby meringis kesakitan.

"Lebay!"

"Shtt, sakit tauk!"

"Udah ah, lo berdua gila semua. Nggak malu apa di liatin gitu sama dia?"

"Ck, tapi dia siapa?"

"Banyak tanya ah, diem makanya! Nanti juga bakal tau," tekan Wini lagi membuat Gita merengut kesal.

"Iya iya, sensi banget sih, Bu."

***

Follow ig : @goresan.coret_

Ayo... perempuan itu siapa sih?
Tunggu kelanjutannya besok ya😋

Ps: Jangan pelit sama Votenya ya guys💗 Lovyou!

Salam Cetar^^

Fifa Story [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang