Bagian Dua Puluh Dua
Apa yang lebih sakit saat kita tau, ternyata senyumnya yang selama ini, hanya sebatas pura-pura? -Fanita.A.f
------------------------------
-FifaStory-
"Mama," ucap Fani yang kini menuruni anak tangga.
"Iya, kenapa?" tanya Bella.
"Mama mau kemana?"
"Oh, ini Mama mau ke kantor ada rapat mendadak, dan mau nggak mau Mama harus dateng."
"Terus Papa?"
"Papa kamu sudah dari-" belum sempat Bella melanjutkan ucapannya terdengar helaan napas panjang dari Fani. Langsung saja Bella berjalan mendekati Fani, putrinya. Sebelum mencium kening Fani dengan sayang "Maafin Mama ya, ini juga demi kamu." Bella kemudian memeluk Fani sebentar, sebelum kembali bersuara. "Kamu di rumah jangan lupa makan obatnya. Nanti, kalo ada apa-apa langsung kabari Mama. Oke?"
Fani menganggukkan kepalanya tak semangat "Hmm."
"Yaudah, Mama harus pergi sekarang. See you."
"See you too. Hati-hati ya, Ma."
***Fani kembali menghela napas, sudah berjam-jam yang lalu ia duduk di hadapan televisi ini sendiri. Tentu saja ia merasa sangat bosan, apalagi selama ini hampir setiap harinya Fani harus menghabiskan waktu hari-harinya dengan rasa bosan. Ia melirik ke arah jam dinding yang tak jauh darinya, masih pukul 09:10 pagi.
"Ck, nggak asik banget."
Akhirnya, Fani memutuskan bangkit dari tempatnya dan berniat ke kamarnya. Fani menaiki anak tangga tak semangat, hingga akhirnya langkahnya malah berhenti sesaat. Alih-alih menuju kamarnya, Fani malah memilih untuk menuju ke kamar Fina yang letaknya di seberang kamar miliknya. Tidak seperti biasanya yang terkunci rapat, kali ini kamar Fina sedikit terbuka. Meskipun sedikit, tapi tetap saja tidak seperti biasanya.
Dengan perlahan Fani semakin membuka pintu tersebut lebih lebar, sebelum akhirnya tersenyum tipis. Fani ingat sekali waktu mereka kecil dulu, ia dan Fina sempat cekcok yang berkepanjangan cuma hanya karena memiliki perbedaan pendapat untuk warna cat kamar mereka. Saat itu, tidak ada yang ingin mengalah. Sampai akhirnya kamar mereka harus dipisah.
Kamar yang didominasi dengan warna biru langit langsung menyambut Fani saat ia memasuki kamar Fina. Warna biru memang warna favorit Fina, semua yang ada di sana hampir berwarna biru. Sangat berbeda sekali dengan kamarnya yang identik dengan warna merah muda.
Fani terus melangkah masuk, kemudian mendekat ke arah jendela balkon kamar, ia kemudian membuka separuh tirai jendela yang tertutup dan langsung membuat sinar matahari pagi masuk menghiasi ruangan.
Fani tersenyum simpul. Hal ini juga salah satu alasan kenapa kamar mereka jauh berbeda. Jika di kamar Fina tempatnya matahari terbit, maka di kamar Fani adalah tempatnya matahari terbenam. Letak posisi kamar mereka sangat strategis dan juga jelas berbeda. Namun tetap memiliki keunikannya masing-masing yang masih saling berhubungan dan saling melengkapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fifa Story [END] ✔
Teen Fiction[PROSES REVISI] Nggak semua anak kembar itu memiliki nasib yang sama. Dimana salah satu dari mereka mendapatkan kasih sayang yang berbeda dan fisik yang juga berbeda. Tapi meskipun begitu, mereka masih saling peduli satu sama lain. Memang ada? Tentu...