Pertemuan

9.6K 1.2K 13
                                    

Bagi orang tua, apa yang lebih penting dari anaknya?

***

"Jadi seperti itulah keadaannya, Tuan Min. Saya harap Anda bisa lebih memperhatikan kondisi psikis Ha Ni."

Yoongi mengangguk. Ia menatap wanita dihadapannya yang merupakan wali kelas Ha Ni. Wanita itu terlihat masih muda, Yoongi yakin jika umur guru itu tidak lebih tua dari dirinya.

"Tapi Anda juga tahu keadaan saya, kan, ssaem?" Yoongi berkata.

Guru itu menghembuskan napasnya pelan dan tersenyum. "Saya tahu. Tapi bagi orang tua, mana lagi yang lebih penting selain anaknya?" Guru itu memberi jeda sebentar untuk melihat respon Yoongi. "Saya bukan bermaksud untuk menggurui Anda, Tuan Min. Namun ada baiknya jika Anda lebih sering meluangkan waktu untuk Ha Ni. Mungkin membawanya ke kantor?"

"Yaa, itu mungkin saja."

"Beberapa hari ini saya melihat sikap Ha Ni semakin buruk. Apa ada yang mengganggu pikirannya? Dia sering menangis sendiri dan kadang berkata padaku kalau ayahnya tidak menyayanginya."

Yoongi membulatkan matanya sekejap, lalu membuka mulut, "A-apa itu benar?"

Sang guru mengangguk.

Yoongi menghela napas kasar sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Bukan begitu, ssaem. Hanya saja beberapa hari ini pekerjaan saya begitu menumpuk. Saya menjadi sedikit kurang memperhatikannya."

"Begitu rupanya," Guru itu tetsenyum. "Kalau begitu apakah Anda bisa memberikan perhatian lebih sekarang? Turutilah kemauannya. Buat dia merasa ada yang menyayanginya."

"Apakah sampai separah itu?" Yoongi bertanya. Sedikit sangsi saat mendengar cerita betapa anehnya kelakuan anaknya tadi.

"Ha Ni sering tiba-tiba melamun lalu menangis. Ia akan menjauh dari teman-teman dan makan sendiri di sudut kelas saat istirahat. Ia akan marah dan mengamuk sambil melempari teman-temannya," jelas sang guru.

Yoongi menaikkan alisnya, kaget. Bagaimana seorang anak yang terlihat pendiam dan manis jadi begitu mengerikan seperti itu?

Apa ini karenanya?

"Baiklah. Saya mengerti. Terima kasih atas perhatianmu kepada putriku. Saya pamit."

"Ah, tentu. Sama-sama."

Yoongi bangkit dari duduknya diikuti dengan guru Ha Ni. Mereka berjabat tangan lalu menunduk hormat satu sama lain.

Yoongi membuka pintu dan terlihatlah disana Ha Ni yang sedang menunduk dengan bibi Kang yang berdiri di belakangnya sambil memegang pindah gadis kecil itu.

Yoongi menunduk. Menyamakan tingginya dengan anaknya itu. Ia menatap Ha Ni yang masih menunduk. Terlihat tangan gadis itu bergetar, mungkin takut akan dimarahi oleh ayahnya.

"Ha Ni-ya,"

Ha Ni tak bergeming. Masih menunduk, tidak mengindahkan panggilan Yoongi padanya.

"Min Ha Ni," Yoongi menggenggam tangan mungil itu. Ia mengelus puncak kepala Ha Ni. "Mau ikut ayah ke kantor? Sekolah Ha Ni sudah selesai, kan?"

Perlahan gadis muda itu mengangkat wajahnya. Ia mengangguk kecil. "Sudah selesai," cicitnya.

Yoongi tersenyum kecil. "Lalu, apa kau mau ikut ayah?"

"Mau."

"Oke. Kaja!" (ayo)

Yoongi menggandeng tangan kecil itu keluar dari sekolah, menuju ke arah mobilnya yang tepat berada di depan pintu masuk.

Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang