Jam 09.00 WIT Virgia mengunci kamar dan langsung berangkat ke pantai terdekat. Pantai Sanur. Dengan membawa hp, dompet, alat kosmetik, dan camilan ringan tas selempangnya penuh. Dia menggantung kacamata hitam anti sinar mataharinya di kerah bajunya. Dia belum memakainya karena di dalam hotel tidak silau. Begitu sampai di jalanan, dia langsung memakai kacamata hitam anti sinar mataharinya itu karena matahari sudah setinggi kepala. Bayangkan bagaimana matahari sedang terik-teriknya.
Virgia berjalan menyusuri trotoar. Sepanjang dia berjalan banyak toko yang sudah buka dengan menjajakan makanan serta kerajinan khas Bali. Dia juga banyak bertemu turis asing maupun orang lokal. Mereka berkelompok ataupun sendirian. Ada yang mencicipi makanan khas Bali, melihat-lihat hasil kerajinan Bali, bahkan memotret seperti yang dilakukannya. Pokoknya sangat menyenangkan berjalan beriringan dengan orang lain yang tidak dikenal seolah apapun yang dia lakukan tidak begitu diambil pusing. Toh tidak ada yang mengenalinya ini.
Apalagi saat melihat pertunjukan musik jalanan. Dia berhenti memotret dan melihat seperti yang lain. Ketika pertunjukan selesai semua bertepuk tangan dan memberikan sejumlah uang termasuk dirinya untuk mengapresiasi pertunjukan itu. Sesudah itu melanjutkan perjalanan lagi menuju pantai Sanur.
Sesampainya di pantai Sanur, Virgia langsung merentangkan tangan sambil menghirup aroma pantai. Bau asin. Pagi menjelang siang itu pantai Sanur mulai ramai oleh orang yang berjemur, berenang, maupun yang berjalan-jalan di tepi pantai. Setelah puas mencium aroma laut, Virgia meneruskan memotretnya. Gambarnya diambil secara acak. Objeknya bermacam-macam. Dia memotret laut biru, seorang turis asing yang sedang dikepang oleh penduduk lokal sambil memandang laut lepas, sepasang kekasih lokal yang berjalan di tepi pantai sambil berpegangan tangan, orang-orang yang sedang berenang di bibir pantai, beberapa bule maupun lokal yang sedang berjemur, maupun kafe-kafe di dekat pantai yang penuh sesak dengan turis asing maupun lokal yang sedang bersantai maupun mengisi perut yang kosong.
Waktu tidak terasa cepat berlalu karena jam sudah menunjukkan pukul 12.17 WIT, yang artinya rapat Verdyan akan selesai tiga belas menit lagi. Oleh karena itu, dia segera mencari kafe terdekat untuk menunggu Verdyan menjemputnya sekalian makan siang bersama. Kafe yang dia pilih adalah kafe bernuansa pantai yang hanya beralaskan pasir dan atap yang terbuat dari jerami, sementara badannya terbuka. Jadi dari manapun dia duduk dia dapat dilihat maupun melihat orang lain berlalu lalang di depan kafe tersebut. Begitu pelayan menyodorkannya buku menu tanpa melihatnya, dia memesan es kelapa muda yang langsung dari batok kelapanya.
♫♫♫
Begitu jam menunjukkan pukul 12.30 WIT Virgia langsung menelepon Verdyan dan memberitahukannya tempat di mana dia berada sekarang. Dia memeriksa hasil jepretannya sambil menunggu Verdyan datang. Tiba-tiba seseorang dari belakangnya menutup matanya. Dia refleks memegang tangan yang sedang menutup matanya sambil meneriakkan nama Verdyan. Dia memang menebak kalau itu Verdyan. Tapi begitu dia menoleh yang ditatapnya bukan Verdyan melainkan seorang cowok tinggi blasteran asia yang tentu saja cakep jangan ditanya tengah tersenyum melihatnya.
Cowok itu tertawa kecil ketika Virgia terbengong-bengong melihatnya. "Jadi kamu sedang menunggu seseorang bernama Verdyan? Sayangnya aku bukan dia."
"Siapa kamu?" Tanya Virgia bingung tiba-tiba ada cowok cakep yang menghampirinya.
"Penguntit mungkin?" Jawabnya balik tanya.
"Apa?"
"Aku suka deh dengan ekspresimu yang suka berubah-ubah, gemas rasanya. Sepertinya kita sepantaran." Katanya sambil duduk tanpa diundang di hadapannya. Lalu cowok itu menegakkan tubuhnya sambil melihat ke arah belakang Virgia. "Sepertinya aku harus pergi dan aku yakin pertemuan ini bukan yang terakhir kali untuk kita. Sampai jumpa lagi." Cowok itu meraih tangannya dan dengan tidak sopan mengecup punggung tangannya layaknya seorang pangeran. Lalu pergi secepat kilat sebelum Verdyan membuatnya babak belur. Karena dari jauh pun Verdyan dapat melihat pemandangan itu dengan jelas. Otomatis darahnya naik melihat istri tercintanya diperlakukan begitu oleh cowok lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT DADDY
RomanceVirgianita Lukman menyukai anak kecil, makanya mengapa dia lebih memilih menjadi guru TK dibanding dengan pekerjaan yang lain. Di usianya yang terbilang matang, dia selalu digoda kedua kakak laki-laki serta kedua kakak iparnya dengan menjodoh-jodohk...