Bagian Empat

15.4K 986 29
                                    


"Ayo, yang belum mengumpulkan, kumpulkan sekarang!" Seru Virgia dari balik tempat duduknya. Tangannya cekatan memeriksa buku-buku anak yang sudah mengumpulkan bukunya di mejanya.

"Rusdi! Bangkunya jangan diketuk-ketuk, nanti kamu jatuh lagi!" Serunya lagi sambil melihat ke arah anak yang duduk di tengah. Anak yang bernama Rusdi itu menurut tapi beberapa menit kemudian melakukannya lagi. Sebodo amatlah. Batin Virgia.

"Dino, Rara, dan Riri! Duduk di bangku kalian masing-masing!" Kali ini dia menegur ketiga anak itu karena tidak mau diam. Berlari ke sana ke mari dengan saling mengejar. Haduh, dia jadi pusing. Beginilah kalau mengajar di Taman Kanak-kanak. Mata harus jeli melihat masing-masing anak setiap saat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Duduk siap!" Seru Virgia tiba-tiba. Spontan semua anak duduk rapi di bangkunya masing-masing sambil melipat tangan di atas meja dengan pandangan ke depan, menatapnya. Menungggu intruksi.

Karena mengajar di Taman Kanak-kanak menggunakan pendekatan bermain sambil belajar, maka Virgia pun mengajak mereka bernyanyi.

Pagiku cerah, matahari bersinar

Kugendong tas merahku, di pundak

Selamat pagi semua, kunantikan dirimu

Di depan kelasku, menantikan kami

Guruku tersayang, guru tercinta

Tanpamu apa jadinya aku

Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal

Guruku terima kasihku

"Bait yang terakhir!" Seru Virgia. Sekarang dia bernyanyi lagi bersama anak-anak untuk merampungkan bait terakhir. Dia berdiri sambil bertepuk tangan mengiringi ketukan nada. Begitu pula anak-anak menuruti gerakannya tapi sambil duduk di tempatnya masing-masing.

Nyatanya diriku, kadang buatmu marah

Namun segala maaf kau berikan

Guruku tersayang, guru tercinta

Tanpamu apa jadinya aku

Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal

Guruku terima kasihku

"Nah, siapa yang belum mengumpulkan? Fira dan Mia sudah selesai mewarnainya? Ayo, yang lain sudah selesai." Katanya.

Lalu beralih pada Aksan, Edwin, dan Rafi. "Aksan, Edwin, Rafi, ayo selesaikan mewarnainya! Yang belum selesai tidak bisa istirahat!"

"Yaaahh..." seru ketiga anak itu.

"Bu, pengen istirahat dong!" Aksan bersuara.

"Iya, makanya selesaikan dulu mewarnainya."

Bel istirahat pun berbunyi. Sebagian anak berhamburan ke luar ruangan, sementara sebagian anak yang baru menyelesaikan mewarnai gambar di bukunya bergegas mengumpulkan ke depan. Lalu mengikuti anak-anak yang lain ke luar ruangan.

♫♫♫

Hp-nya bergetar. Sms dari nomor yang tidak dikenal itu lagi. Virgia mengernyitkan kedua alisnya. Tumben, biasanya suka mengirim sms begitu malam tiba.

Dia pun membuka sms tersebut.

Lagi apa? Akhirnya tadi aku ketemu kamu. Seperti biasa, kamu selalu tampil cantik.

Refleks Virgia langsung celingukan ke sana ke mari. Apa katanya barusan? Tadi bertemu dengannya? Kapan? Di mana? Perasaan semenjak masuk ke dalam kelas, dia tidak bertemu dengan siapa-siapa kecuali...sebelum masuk ke kelas dia bertemu dengan...jangan-jangan...benarkah itu?

Masa sih? Batinnya.

Lalu dia membalasnya.

Kapan kita bertemu?

Tadi pagi.

Tuh kan! Pasti dugaannya tepat! Orang itu...orang yang selalu mengiriminya sms itu...benarkah papanya Dino? Verdyan?

Apa kamu papanya Dino?

Tidak ada balasan. Seharian itu Virgia kesal setengah mati karena penasaran.

♫♫♫

Entah karena tertangkap basah oleh Virgia, orang yang selalu mengiriminya sms setiap malam alias papanya Dino, tidak pernah lagi mengiriminya sms. Jadi kesal rasanya. Kenapa setelah ketahuan Verdyan tidak pernah lagi mengiriminya sms? Jujur saja setelah dia tahu kalau Verdyan-lah yang si pemilik nomor tidak dikenal itu hatinya senang. Ternyata pria seperti Verdyan bisa memberinya perhatian seperti itu.

Tapi kini setelah ketahuan, Verdyan menghilang bak tertelan angin. Tidak ada kabar lagi. Tidak ada sms lagi. Apakah dia sedang dipermainkan? Jika benar begitu berarti rupa Verdyan tidak sebaik penampilannya. Kalau sudah begini sih Virgia wajib hukumnya mendatangi alias menemui Verdyan untuk meminta alasan. Apa alasannya coba mengiriminya sms dengan sarat perhatian? Wajarnya kalau sudah ketahuan segera menampakkan diri kan bukannya menghilang begitu saja.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tanpa disangka-sangka, saat dirinya pergi ke mini market terdekat dia bertemu dengan Dino yang sedang berbelanja dengan papanya. Verdyan.

Dia sengaja tidak menyapa duluan. Ingin ditemukan. Tidak lama kemudian Dino melihatnya dan berseru padanya. "Bu guru!" Dino berlari menghampirinya. Begitu pula dengan Verdyan yang bersikap tenang seperti biasanya−yang rasanya ingin dia maki sekarang juga karena sudah menghilang beberapa hari ini−dan...apa dia tidak salah lihat? Itu kan bocah SMP yang telah menyatakan cinta padanya. Virza. Ya, itu namanya. Dia ingat betul.

Virza salah tingkah dipandangi oleh Virgia. Bocah itu sengaja menutup kepalanya dengan tudung jaketnya. Apakah dia anaknya Verdyan juga? Ataukah saudaranya?

"Halo Dino!" Sahut Virgia sambil mengelus rambutnya.

"Kebetulan ya bu, kita bisa bertemu di sini." Kata Verdyan. Virgia hanya mengangguk sopan tanpa bicara sepatah kata pun. Verdyan mengernyit. Heran.

"Ibu lagi apa?" Tanya Dino polos.

Virgia menjawil hidungnya yang mancung. "Belanja dong! Sama kayak kamu."

Dino mengangguk-angguk. Jadi sore itu Dino dan Virgia berkeliling di dalam mini market guna mencari keperluan yang akan dibeli dengan diekori Verdyan dan Virza.

Mereka sudah selesai berbelanja ketika jam di pergelangan tangan Virgia menunjukkan pukul 17.07 WIB. Saat tiba untuk berpisah, Dino menahannya.

"Bu, jangan dulu pulang. Main dulu sama Dino ya?" Katanya memelas.

Aduh, diberi tatapan seperti itu Virgia tidak tega tapi hari sudah sore. Dia harus pulang. Kalau tidak, sebentar lagi hp-nya akan berbunyi ditelepon mamanya. Karena tadi dia bilang akan ke mini market sebentar tapi nyatanya dia lama.

"Emm, gimana kalau mainnya besok aja? Kan besok kita ketemu lagi di sekolah." Bujuk Virgia.

"Iya jagoan, besok kan masih bisa bertemu sama bu guru. Sekarang bu gurunya harus pulang." Verdyan ikut membujuk. Sedangkan Virza pura-pura sibuk dengan hp-nya.

"Gak mau, pokoknya bu guru harus ikut ke rumah Dino! Huwaaa..." Dino menangis kencang. Alhasil, mereka jadi pusat perhatian di dalam mini market itu.

♫♫♫

HOT DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang