Chapter 41

3.3K 540 123
                                    

Alam lo hukum gue ??.

Aku tidak merasakan apapun, aku bahkan tidak tau ini di mana. Rasanya asing, semuanya gelap. Mataku seolah tertutup rapat.

Tadi kan bawa handphone, kenapa nggak aku ambil aja. Kuraba ke arah sepatu. Handphoneku ternyata sudah ada di arah tepalak kaki. Kalau terinjak duh ambles nih handphone. Kunyalakan ponsel dengan mode slinte .Pokoknya aku harus bisa cari cara. Aku ini sudah meninggal atau di culik.

15 pesan belum di baca
Babang Oka.

36 pesan belum di baca
Mas sesialan.

32 pesan belum di baca
Arka adek.

7 pesan belom di baca
Ayah Teguh.

5 pesan belom di 1baca
Ibu Negara.

Aku yakin mereka sedang mencariku, ini bukan kayak di sinetron kan, yang di sekap gitu. Kuabaikan pesan dari mereka. Jangan sampe mereka tau soal aku ada di mana. Handphone aku matikan kembali, ini buat jaga-jaga kalau memang faktanya aku di culik. Aku berdiri mencari pegangan apapun.

Suara rintihan terdengar miris, aku sampe berdiri menegang. Itu nggak mungkin setan kan ?. Jangan-jangan aku lagi di kerjain salah satu talkshow lagi. Ya Allah asli suaranya begitu memperhatinkan, semoga bukan setan. Kenapa tidak aku nyalakan saja handphone, buat senter dadakan.

Ide bagus.

Ternyata aku ada di sebuah kamar luas yang kosong, tidak terisi apapun. Begitu gelap, tidak ada pancaran cahaya. Aku harus keluar, mencari tau rintihan siapa. Jika memang setan, artinya aku lagi kesasar. Gedung ini begitu luas, ada 3 lantai yang mungkin sudah tidak terpakai. Semuanya gelap, tidak ada siapapun di sini. Suara itu kembali terdengar. Ada di lantai 2, artinya di sini ada orang. Jadi aku ini di culik atau tersesat ?

Kubuka pintu ruangan yang tadi terdengar suara rintihan. Gelap, semuanya memang gelap. Seolah sengaja tidak di pasang lampu. Kuarahakan cahaya handphone ini, ruangan yang sama luasnya dengan tempatku tadi. Ada sebuah ranjang yang mungkin sudah tidak layak di pakai. Aku mencari di mana saklar lampu ini. Gusti keadaan gini aing sampe blank. Ternyata lampu ini memang sudah mati, tidak terpakai sama sekali.

Di pojok sana, di sisi tembok, ada sosok yang terduduk lemas. Dia selonjoroan seolah tidak bisa apapun. Aku menghampirinya, dia langsung kaget mundur. Aku membeku melihat sosok -- ini ?. Aku buru-buru cek handphone. Lihat galeri yang sempat Mas Danu kirimkan photo sesorang.

Ayah ?.

Dia tengah duduk lemas menatapku bingung, sedangkan aku sudah tidak ada nyawa lagi untuk mengucapkan apapun. Air mata sudah tidak terhitung berapa kali berderai. Tubuhku berjengit shok ke arah belakang. Di sini, paruh baya yang sudah mempertaruhkan dunianya demiku, kini dengan kondisi mengenaskan.

"Kamu nangis ?" Aku tidak menjawab, tubuhku terasa tak bertulang. Air mata tidak bisa aku hentikan. Ayah, Ayah ada di sini. Dengan keadaan yang buruk. Aku bangun dari rasa terjungkal tadi. Mengusap lengannya yang hanya kulit tidak bertenaga.

"A---ku." Ya Allah rasanya aku tidak sanggup. "Sa--ya, iyah menangis." Menunduk merasakan detak rasa sakit. Ini hukuman macem apa Tuhan !? Kubantu beliay berdiri dan sama sekali tidak bergerak. Dia lumpuh. Air mata aku abaikan, segala pikiran tentang siapa aku terasa terbayang semua.

Suara mesin mobil menghentikan aku, yang kini sedang membantu Ayah bangun. "Ada suara mesin mobil, saya tinggal ya pak. Bapak tunggu di sini, sampe saya bisa membantu Bapak tiduran lagi. Saya harus keluar, saya tidak tau ini di sekap, di culik --- mungkin tersesat." Beliau mengangguk tersenyum, senyuman yang mirip bos sesialan. Aku keluar meninggalkan Ayah. Kembali ke dalam ruangan tadi, memeluk erat lutut dengan air mata. Aku harus minta tolong siapa ?.

MOVE ON DAN MAKAN ( KELAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang