Chapter 42

3.5K 531 178
                                    

Jam 8 malam aku sudah sampe rumah, Ayah sudah segeran. Terlihat tampan dengan memakai baju yang layak. Maksudku baju yang Ayah kenakan amat mengkhawatirkan saat aku menemuinya. Dokter sudah datang, itupun atas perintah bos sesialan. Bos sesialan sedang menuju ke sini. Aku tadi mengirimkan photo Ayah, dan bos sesialan langsung tancap gas dari kantor. Ayah kini terbaring di kasurku, dan semoga semuanya sudah berakhir

"Ini di minum mbak." Ibu menyodorkan segelas air, yang langsung aku teguk. Mereka juga shok lihat keadaan Ayah. Apalagi pak Teguh yang notabene adiknya.

"Makasih bu,"

"Suara kamu lemes, pasti nggak makan."

"Iyah. Lapar sih Bu, tapi bentaran aja aku mau tiduran." Kataku yang sudah membaringkan diri di sofa. Oka ? Uh babang arab sejak tadi tidak jauh dariku. Mulai nolongin, terus nahan tubuhku. Kayak sekarang lagi elus kepalaku.

Enak.

"Makasih nak Oka, udah menyelamatkan Dellia." Ayah tersenyum ke arah babang arab yang sejak tadi tidak berhenti mengusap rambut, jidat dan mataku.

"Saya tidak menyelamatkan Dellia, Om. Saya hanya membantu, dia menyelamatkan sendiri." Jawabnya. Dan karena Ayah Teguh ini tidak suka bertanya ini-itu, maka dia akan tersenyum saja.

"Ya intinya nak Oka bantuin." Ibu yang di samping Ayah tengah tertawa kecil. Oka hanya menanggapi dengan anggukan. Kenapa aku bisa tau ? Karena pembicaraan mereka bikin aku penasaran, makanya tiap ngobrol mataku langsung menatap wajah mereka.

"Kamu nggak kerja ?"

"Nanti jam 10 aku baru berangkat" jawabnya. "Kamu udah enakan, atau masih lemes ?"

Duh di manja gini. Jadi kepengen terus lemes. Kulihat ibu senyum mencurigakan, dasar Ibu. Anaknya yang di manja, Ibu yang nyengir.

Oka sibuk elus kepalaku, Ibu lagi keluar mau cari kue katanya. Tapi ini katanya ya, soalnya Ibu suka lama. Taunya ngobrol sama Bu RT.

"Kamu makan dulu," Oka kembali menyuruhku untuk makan, tapi ya gimana, aku lagi tidak nafsu makan. "Sehari semalam kamu nggak makan." Lagi dan lagi babang arab. Ayah ke kamarku, katanya mau lihat kondisinya Ayah Alif. Duh punya dua Ayah tuh berasa orang kaya banget.

"Nanti aja."

"Oke." Tipikal tidak memaksa, murah senyum. Tapi rese luar biasa.

"Ayah ke mana ?" Ibu dari luar datang-datang nanyain suaminya. Tumben nggak ngobrol bareng sama tetangga ?.

"Di kamar aku, Bu. Tumben nggak lama ?"

"Kamu ini, Ibu lama salah. Sebentar salah." Ibu ke arah dapur, entah mau cari apa. Sambil ngedumel. Balik lagi dia bawa piring isinya -- waw nasi dan pecel ayam.

"Ibu mau makan ? Kenapa nggak di dapur aja sih."

"Yang mau makan, ya kamu." Jawab Ibu galak. Dasar Ibu Nurhaliza. "Nak Oka tolong suapin ya, kalau nggak mau. Paksa aja. Ibu mau cek infusan Mas Alif,"

Hah ? Buat aku ? Gila ini bini pak Teguh. Siapa yang beli, aku yang makan. Mana nyuruh Oka lagi.

"Ini di makan," Ibu sudah ke kamar aku, sedangkan aku malah kayak orang bego. "Ayo bangun dulu, makan oke ?"

"Hmm ?"

"Makan," katanya lembut dan suksesnya bikin wajah aing sumringah. Manis banget sih cara nyuruhnya. Kalau kayak gini nggak usah di paksa.

Suapan demi suapan aku makan, Oka lagi sibuk dengan handphone. Jangan tanya dia chatting dengan siapa ? Asik main mobil legend. Gila. Polisi gaul banget anjir !! Bisa kalah nih kutu Arka.

MOVE ON DAN MAKAN ( KELAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang