Chapter 48

3.4K 523 180
                                    

Dan aku tidak tau kenapa bisa dengan Ayahku. Ayah Alif masuk rumah sakit. Kalau semisal masuk doang aku sih nggak masalah. Tapi ini Ayah di rawat, koma dan kritis. Pokoknya campur aduk. Tadi pagi aku telpon, Ayah baik-baik saja. Tapi pas siang, kata Mbak Citra kalau Ayah masuk Rumah sakit. Dan yang membuat aku semakin tidak terima, Ayah menderita penyakit jantung.

Alam lo bikin gue kembali kehilangan.

"Ayah bisa gini lagi Mas ?" Mas sesialan hanya menggeleng, kami semuanya ada di ruang tunggu. Ayah lagi di periksa. Aku tidak bisa mengharapkan soal gimana Ayah nanti. Dokter keluar dengan hembusan nafas lemah. Tolong jangan bawa kabar yang malah membuatku ingin tidur seterusnya.

"Pak Danu," aku yang sedang ada di pelukan Ibu, sudah tidak bisa menahan tangisan. "Pak Alif ingin ngobrol, dia bilang kasih kesempatan untuk melihat Mbak Dellia. Saya harap tidak banyak tanya ya." Bos Danu melirikku, dia mengangguk. Aku mengikuti Mas sesialan masuk ke dalam. Ayah please jangan kayak sinetron, kayak drakor kek. Kami berdua masuk dan melihat sosok Ayah yang baru saja aku rasakan, dia terlihat lemah, dan aku tau, Mas sesialan sedang menahan kesedihan. Kami menghampiri Ayah yang lagi terbaring, air mata tidak bisa aku cegah. Ayah tersenyum, mengusap tanganku. Tangisan yang sudah aku pendam kini malah membuat wajahku semuanya basah. Tidak peduli dengan keadaan Ayah, aku peluk dia.

"Ayah bohong sama aku," Ayah tersenyum. "Ayah nggak bilang kalau Ayah sakit, tau gitu dari kemarin kan bisa di rawat." Aku tidak tau soal Mas sesialan yang lagi berdiri, mungkin dia menahan tangisan atau penyesalan .

"Ayah senang lihat kalian di sini. Nanti akan Ayah ceritakan sama Bunda," gaess kalau penyakit jantung tuh amat susah, aku juga tidak tau kenapa Ayah tiba-tiba kena serangan jantung. Maksudku, Ayah punya penyakit jantung, dan aku tidak tau penyebab Ayah ada di ruang rawat sekarang.

"Danu bakal sembuhin Ayah," Mas sesialan menahan segala emosi. "Dan tolong jangan biarin Danu sendiri lagi. L"

Ayah tersenyum hangat, Ayah menarik kami berdua ke dalam pelukannya. Aku tau ini akhir cerita dari pengorbanan Ayah. Mas sesialan terisak kala Ayah mengucapkan rasa bangga padanya.

"Mas, tetap jadi jagoan Ayah. De, Ayah bersyukur bisa lihat kamu meski pada akhirnya Ayah pergi. Semuanya udah takdir, titip salam untuk Teguh." Dan aku mengangguk tersenyum pedih. Dokter datang dengan membawa 2 suster. Padahal Ayah nggak kenapa-napa. Lihat saja Ayah masih bisa tersenyum.

"Pak Danu, bisa keluar ?" Aku keluar dengan rasa sesak, tolong untuk saat ini aku tidak mau kehilangan lagi. Semuanya hening, Ibu sama Ayah bahkan tidak ingin pulang. Badanku tertarik ke dalam sebuah pelukan. Aku tau, ini pasti akan terjadi.

"Ikhlas," itulah kata semangat dari orang yang tengah memelukku. "Jangan nangis terus, capek." Lagi Oka seolah menguatkan aku, bahkan aku tidak sadar sejak kapan Oka di sini ?.

Pintu ruang rawat terbuka, menampakkan sosok Dokter.

"Dokter ? Ayah saya," Mas sesialan meluruh ke lantai, aku belum siap.

"Pasien meninggal jam 18:23" tangisan kembali pecah, semuanya hilang. "Beliau terlalu lama mengidap penyakit jantung, sepertinya telat di periksa."

Alam lo kembali jahat.

Aku diam, semuanya tidak aku pedulikan. Bahkan pelukan Ola aja, bisa aku lepaskan. Tujuan aku adalah meminta kakek Arman mengembalikan nyawa Ayah. Karena gara-gara dia Ayah pergi.

Teriakkan Mas Danu, bahkan suara Ayah. Sama sekali tidak aku dengarkan. Untuk saat ini biarkan aku memperjuangkan keinginan aku. Tapi aku tidak tau kakek Arman di mana ? Karena saat ikut Oka ke rumahnya, tidak terlihat Kakek Arman. Aku diam dengan tangisan. Oka memanggilku berulang kali. Bahkan Ayah dan Mas sesialan mengejarku.

MOVE ON DAN MAKAN ( KELAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang