Enjoy guys...
Happy reading.
HENGSHO...Mata dara terbuka ketika dia merasakan sebuah semburan air mengalir dari aras kepalanya. Dia mendongak menatap mata itu. Dengan tak peduli mata itu menatapnya dingin, tangannya lalu menjambak rambut dara membuatnya merintih.
"Appa..."rintih dara menahan tangis, setiap detik jambakan itu terus mengencang seakan menahan laju pernapasannya. Dara seakan kehilangan suara karena sakit yang ia rasakan.
"Jangan mati dulu. Ada waktunya kau mati disini. Kau sendiri pun tahu itu bukan?" Dara terkejut mendengarnya.
"Bagaimana omma bisa tahu?"
"Omma? Ha .. Aku ini bukan ommamu. Lagipula itu bukan hal yang penting, saat ini kau hanya harus berdoa bahwa seseorang tidak akan menghianatimu dan BOOM... Memilihmu mati ditangannya."
Dara menatap mata omma jiyong dengan lirih. Dia tahu cepat atau lambat semua ini akan terjadi tapi dia masih berharap bahwa semua ini hanya mimpi.
"Ji-jiyong.. Bagaimana keadaannya?" Dara merangkak mendekatinya.
"Dia.. Pastinya baik-baik saja."
"Tapi donghae akan membunuhnya." Sentak dara.
"Ha.. Dia tidak akan bisa membunuh anakku walau apapun caranya."
Dahi dara mengerut kebingungan. Mengapa perkataan omma dengan donghae begitu bertolak brlakang. Dara menggeleng, tidak jiyong tidak baik-baik saja. Jika semua percis jatuh seperti yang dia mimpikan, jiyong akan mati dibunuh. Hanya saja dara memang belum tahu oleh siapa.
Banyak pikiran negatif yang muncul dalam benak dara dan dia tidak bisa menebak lagi apa yang akan terjadi. Dia mencoba membaca situasi dan beberapa pikiran yang bertebaran di sekitarnya namun dia tidak bisa menangkap maksud semua ini. jika tujuan omma jiyong adalah membunuhnya mengapa jiyong juga harus disakiti dan mengapa mereka harus dipisahkan di tempat berbeda.
Prak. Sebuah tamparan tersemat pada kedua pipinya. Dara meringis dan menatap omma jiyong dengan tanya.
"sakit hah? Sakit itu tak akan seberapa saat kau mati nanti, jadi jangan banyak melamun di hadapanku."
Dara mendongak ke atas menahan air matanya untuk jatuh. Iya sakit. Sakit sekali,kata hatinya. Bagaimana bisa wajah tulus dan keibuan itu bisa berubah menjadi sangat kejam seperti ini. dia tidak menyangka tatapan yang selalu hangat dan tenang kepada jiyong itu kini menjadi menyeramkan.
Dara menunduk dan menerima semua perlakuan omma jiyong kepadanya. Beberapa pukulan tamparan jambakan dan cacian hanya mampu dara terima dengan rintihan. Dia hanya harus menahan sampai semuanya berhenti. Entah rasa sakit ini berhenti karena dia mati atau apapun. Bukankah ini keahlian, menahan diri dari rasa sakit.
Ketika omma jiyong menjambak rambut lagi dan menendang tubuhnya sampai terlempar dan tersungkur, tiba-tiba dia merasa semua seperti gelap. Bahkan rasa sakit dan darah segar yang mengalir disudut bibirnya sama sekali tak mampu ia rasakan. Dara mengedipkan matanya beberapa kali namun semua malah semakin menggelap, apakah ini pertanda dia sebentar lagi mati. Dara mencoba berontak namun semakin semuanya memudar. Andwe.... lirih hatinya. Dia harus sadar dan bertahan. Bayangan wajah jiyong terbesit sepersekian detik. Mata dara terbuka dengan utuh, dia menatap langit-langit kusam diatasnya dan menarik napas dengan tergesa.
"ji-ji-jiyong.." lirihnya menangis. Tak mampu menahan lagi, air mata itu mengalir begitu saja.
Sementara di lain tempat, jiyong tengah merintih, menahan sakit. Semua pukulan yang tersemat kepada wajahnya sudah menjadi tak berasa. Dia sudah tidak kuat lagi bahkan untuk merassakan rasa sakit. Tubuhnya sudah tak bernampak lagi. Penuh darah dari kering sampai darah yang baru basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glory Of LOVE {Complete💙}
FanfictionDARAGON HIS AND HER SECRET Dia hanya seorang gadis. Gadis yang butuh ketenangan. Dia hanya seorang manusia. Manusia yang ingin menyendiri. Dia bukan wanita aneh. Bukan mengucilkan diri dari dunia, tapi hanya ingin menghindari kecaman dunia. Dia buk...