7.6K 1.2K 174
                                    

PAGI itu, Jungkook menikmati sarapan buatan istrinya tanpa semangat. Bukan. Bukan karena masakan Yeri tidak enak. Tapi karena sejak bangun tidur tadi, ia merasakan sakit di bagian lehernya. Ia meringis, memegangi leher bagian kanan, memijatnya pelan.

ㅤYeri yang saat itu baru selesai membuatkan susu cokelat panas untuk Jungkook lantas mengernyit, bingung melihat suaminya yang tidak melanjutkan makanan. Padahal, isi piring laki-laki itu masih penuh oleh nasi dan lauk. Yeri jadi berpikir, mungkinkah Jungkook tidak menyukai makanan buatannya?

ㅤ"Kamu kok nggak habisin makanannya? Kamu... nggak suka sama makanan buatan aku, ya?" tanya Yeri hati-hati.

ㅤJungkook menggeleng.

ㅤ"Terus kenapa? Kok nggak dihabisin?"

ㅤPria itu hanya diam, tak menjawab. Sejujurnya, ia ingin berkata kalau lehernya sedang sakit. Tapi, rasanya Jungkook terlalu gengsi.

ㅤYeri lantas mendekat, menaruh secangkir susu cokelat itu di atas meja makan, kemudian berdiri tepat di belakang Jungkook. Akhirnya, dia mengerti kenapa suaminya terus diam sejak awal bangun tidur tadi.

ㅤ"Leher kamu sakit, ya?" tanya Yeri, terlalu pamdai menebak sampai-sampai Jungkook dibuat diam lagi olehnya. Perempuan itu tersenyum, segera mendaratkan kedua telapak tangannya di leher Jungkook. "Kamu nggak usah gengsi gitu deh kalau sakit. Aku pijitin bentar, ya?"

ㅤ"Hmm."

ㅤKali ini, Jungkook tidak menolak―memilih untuk membiarkan Yeri memijat lehernya sejenak.

ㅤ"Kamu tahu nggak kenapa leher kamu bisa sakit begini?" tanya Yeri, mengulum senyum. Jungkook lantas menautkan alis, bingung. Kontan, perempuan itu terkekeh. "Semalem kamu tidurnya nggak bener. Ngeyel sih. Disuruh berhenti ngerjain pekerjaan, tapi kamu malah maksain. Akhirnya kamu ketiduran di bahu aku."

ㅤJungkook langsung tertegun, menelan ludah susah payah. Heh, memangnya iya? Tapi, kenapa tadi pagi ia tidak sadar?

ㅤ"Pas subuh, kamu langsung tiduran di atas bantal. Tapi mungkin kamu belum sadar leher kamu sakit kali, ya?" lanjut Yeri, seakan-akan tengah menjawab pertanyaan dalam benak Jungkook. "Lain kali, kalau ngantuk ya tidur. Jangan maksain lagi buat begadang, ya? Nggak baik, loh."

ㅤPria itu hanya diam, tidak menanggapi.

ㅤ"Masih sakit?" tanya Yeri, memecah keheningan.

ㅤ"Hm... masih."

ㅤYeri mengangguk pelan, mengerti. Tangannya terus memijat leher Jungkook dengan gerakan pelan. Lima menit kemudian, Yeri menghentikan aktivitasnya, segera meraih piring Jungkook yang masih penuh oleh makanan.

ㅤ"Aku suapin aja, sini."

ㅤJungkook menggeleng, "Bisa mak―"

ㅤBelum sempat Jungkook melanjutkan perkataannya, satu sendok nasi beserta lauk-pauk di atasnya sudah mendarat duluan di mulutnya. "Hehehe, aku suapin aja. Kasian kamu kalau makan sendiri, pasti lama banget habisnya."

ㅤOke. Untuk kali ini, Jungkook benar-benar tidak mengerti kenapa Yeri begitu perhatian padanya. Tidak. Sebetulnya, bukan hanya hari ini. Tapi, sejak awal, perempuan itu sudah memberikan perhatian pada Jungkook dalam berbagai bentuk. Mirisnya, Jungkook selalu membalasnya dengan perlakuan dingin.

ㅤHei, sejak awal pernikahan pun, Jungkook sudah mempunyai komitmen sejak awal untuk tidak jatuh cinta pada perempuan bermarga Kim itu. Lagipula, untuk apa? Untuk apa ia mencintai Yeri kalau nyatanya saja perempuan itu masih mencintai almarhum kakaknya sendiri?

ㅤItulah sebabnya kenapa Jungkook berkata pernikahannya dengan Yeri adalah pernikahan yang sia-sia. Karena semuanya tidak berlandaskan rasa cinta.

Am I Your Wife?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang