20

6.3K 859 102
                                    

ㅤPAGI itu, Yeri termenung di atas ranjang rumah sakit, seraya memeluk kedua lututnya erat-erat. Tatapannya kosong, sama seperti pikirannya saat itu. Kejadian yang terjadi semalam benar-benar di luar dugaannya. Sampai sekarang, Yeri masih tak menyangka jika dirinya masih benar-benar hidup. Satu hal yang ia pikirkan ketika mobil itu akan menabraknya.

Aku akan pergi selamanya.

ㅤTapi rupanya tidak. Tuhan masih memberikannya keajaiban sekarang. Meskipun memang saat ini keadaannya sedang tidak baik-baik saja, setidaknya Yeri ingin bersyukur karena Tuhan masih ingin memberikan kesempatan untuknya untuk menghirup napas lagi. Sungguh, ini benar-benar mukjizat yang nyata.

ㅤ"Yeri, ini... sarapanmu. Ayo dimakan." Suara Irene memecah keheningan saat itu juga. Ya, sejak semalam mendengar kabar Yeri yang kecelakaan, tanpa pikir panjang Irene segera datang dengan Taehyung. Hanya saja, Taehyung sudah pamit pulang lebih awal karena ia harus lanjut bekerja. "Yeri, makan dong. Nanti buburnya keburu dingin. Aku suapin kamu, ya?"

ㅤYeri tetap diam, tak mengindahkan ucapan Irene yang terduduk di samping ranjangnya. Lagi, perempuan berambut panjang itu menarik napas, menatap sahabatnya penuh rasa iba. "Jangan dipikirin dulu soal itu. Sekarang, lebih baik kamu makan dulu, deh. Ya?" Irene mengangkat mangkuk bubur, bersiap untuk menyuapi makanan ke dalam mulut Yeri. Namun, lagi-lagi perempuan itu diam tak bergeming.

ㅤIrene jadi merasa bersalah sekarang. Tidak seharusnya ia berkata secepat itu tentang peristiwa yang terjadi semalam. Dia tahu, Yeri sedang dalam kondisi sakit. Tapi tentu, dengan cara ia memberi kabar buruk kepada Yeri, tentunya akan membuat kondisi sahabatnya itu semakin down.

ㅤ"Yeri―"

ㅤ"Kamu bisa keluar sebentar, Rene?" Yeri tiba-tiba bersuara, menoleh. "Aku... aku mau sendiri dulu di sini sebentar."

ㅤIrene tidak bisa berbuat banyak. Dia tahu, Yeri perlu banyak waktu untuk menenangkan dirinya kembali saat ini. Rasanya, ia tidak tega juga melihat masalah yang terus menimpa sahabatnya itu. Perlahan, Irene mengangguk, lantas bangkit dari kursinya. Kemudian, perempuan itu melangkah keluar ruangan, meninggalkan Yeri sendirian dalam keheningan.

ㅤYeri kembali menekuk kedua lutut, memeluknya erat-erat, tertunduk. Sebuah kristal bening berhasil mengalir membasahi wajahnya. Ia menangis lagi dalam diam. Tidak perlu ditanya apa alasan Yeri menangis saat ini. Tentu, karena memikirkan banyak hal. Bahkan, salah satu alasan mengapa sekarang ia menangis pun itu karena tiba-tiba saja ia teringat sosok Jungkook.

ㅤSungguh. Yeri rindu.

ㅤDi tengah-tengah keheningan yang menyelimuti, mendadak terdengar suara pintu ruangan yang terbuka. Yeri mendengarnya. Namun, ia sama sekali tak berniat mengalihkan pandangan untuk melihat siapakah seseorang yang masuk ke dalam kamarnya itu. Masih menatap lantai kosong, Yeri kembali diam, memeluk erat kedua lututnya. Tanpa ia menengok ke samping saja, Yeri sudah tahu siapa yang datang.

ㅤ"Kamu ke mana aja?" Suara berat Jungkook langsung memecah keheningan detik itu juga. Ia tertunduk di kursi, terdiam beberapa saat seraya menautkan kedua tangannya. "Saya kangen."

ㅤCukup dengan dua kata hati Yeri sukses bergetar. Dia rindu kalimat mendengar ini―ralat―lebih tepatnya, ia rindu dengan sang pemilik suara. Ya Tuhan, kenapa Jungkook selalu saja pandai membuat hatinya terenyuh?

ㅤ"Kamu belum sarapan?" Suara Jungkook mendadak mengecil. Entah kenapa. Tatapannya yang semula tajam, kini melunak begitu melihat Yeri yang menangis dalam diam. "Saya suap―"

ㅤ"Pergi, Jungkook." Yeri membuka mulut, masih tak ingin menengok. Perempuan itu memejamkan matanya sekilas. "Aku mau sendiri. Aku nggak mau diganggu. Tolong tinggalin aku sendirian di sini."

Am I Your Wife?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang