Sore itu, pada jam setengah empat sore, Rama pergi ke sekolahnya untuk melihat Lia bertanding dengan sekolah lain.
Di pagar sekolah, ada Bang Iwan, pelatih basket sekolah Rama sekaligus pelatih Lia. Rama menghampirinya.
''Ada Lia, Bang?''tanya Rama.
Bang Iwan mengangguk. ''Ada, coba lihat kesana. Tumben jemput Lia kesini.''kata Bang Iwan sambil tersenyum.
Rama juga tersenyum.
Sesampainya disana, Rama melihat Lia sedang duduk istirahat di dekat kelasnya sambil bermain handphone. Rama menghampirinya.
''Udah lombanya?''tanya Rama sambil duduk di samping Lia.
Lia menggeleng. ''Belum, jam empat nanti. Sekarang masih latihan.''jawab Lia.
Rama mengangguk paham. Rama melihat ke atas, melihat ke langit. Biru dengan awan putih. Rama masih teringat dengan perkataan Doni tentang Siska.
Rama mau tidak mau harus mengakui bahwa Doni benar. Siska memang pintar, bahkan melebihi Rama. Walaupun Rama pintar di fisika, tetapi terkadang Rama masih harus membuka buku atau melihat rumus. Sedangkan Siska tanpa perlu membuka buku, bisa langsung menjawabnya.
Rama teringat dengan buku kecil milik Siska. Buku kecil bersampul putih. Rama sangat yakin ia pernah melihat buku itu. Tapi ia tak bisa mengingatnya. Rama mencoba memutar ingatannya. Tapi nihil.
Sekarang, yang ada di pikiran Rama, bagaimana cara agar ia bisa mendahului Siska.
Lia memperhatikan Rama yang tampak serius berpikir.
''Hei, Rama?''Lia melambaikan tangannya di depan wajah Rama.
Rama tersadar dari lamunannya. ''Eh, iya?''
Lia tersenyum. ''Kamu kok, masih suka melamun, ya?''
Rama meringis. ''Kebiasaan dari dulu.''
''Ya dihilangkan dong.''
''Kebiasaan itu susah dihilangkan.''
Lia kembali ke hapenya. Rama teringat tujuan di kesini.
''Emm...Lia...aku..''Rama mencoba berbicara dengan pelan.
Sayangnya, pertandingan Lia sudah dimulai.
''Eh, Rama, pertandingan aku udah dimulai nih. Nanti lanjut ya.''kata Lia. Lalu Lia berlari menuju lapangan.
Rama diam tak menjawab. Rama memutuskan untuk ikut menyaksikan pertandingan Lia. Rama duduk di atas pendopo. Lia dan teman temannya sedang berada di tengah lapangan. Sepertinya sedang mengatur strategi. Beberapa menit kemudian, pertandingan pun dimulai.
Lia menjadi bintang di pertandingan hari itu. Lia berhasil mencetak skor tiga kali. Rama melihat tim lawan sudah panik. Rama juga melihat beberapa kali Lia bersorak bersama teman satu timnya.
Rasa iri muncul lagi di hati Rama. Rama ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki banyak teman. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya bergembira bersama seorang teman. Mencari teman itu sulit, kata Rama dalam hati.
Tim sekolah Rama unggul 1-0. Peluit berbunyi, istirahat 30 menit. Lia berjalan menuju Rama. Rama menyodorkan sebotol air.
''Hebat sekali.''kata Rama.
Lia tersenyum. ''Makasih.''Lia duduk di samping Rama.
Rama memperhatikan Lia. Bagi Rama, kalau diamati dengan jelas, Lia tak kalah cantik dengan Siska. Rambut hitam legam yang sama panjang, kulit putih bersih dan mata berwarna coklat jernih. Uniknya, menurut Rama, Lia jauh lebih cantik dibandingkan Siska apabila rambutnya dikuncir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Science, or You?
Teen Fiction"Mengejar fisika, atau dirinya?" Rama itu cinta banget dengan yang namanya 'matematika' dan 'fisika'. Yah, dia nggak jago jago amat sih, tapi dia itu paling minat sama dua pelajaran itu. Tapi sayangnya, Rama sama sekali nggak ada bakat buat bersosia...