Kelas rama sedang riuh pagi ini karena adanya ulangan matematika seperti yang dijanjikan Pak Riko kemarin.
Rama paham betul. Matematika dan Ipa adalah mata pelajaran yang (sangat dan paling) tidak disukai oleh seluruh teman temannya. Rata rata dari mereka biasanya akan stress berat karenanya. Niscaya mereka akan selalu mencari cari alasan agar tidak mengikuti dua mata pelajaran itu.
Walaupun kelas Rama adalah kelas A, tapi yang namanya siswa ya tetaplah siswa. Mereka ada yang mereka suka dan ada yang tidak mereka suka. Di kelas A itu, rata rata memang semua pintar matematika, tapi entah karena apa mereka tak menyukainya.
Lain halnya dengan Ipa. Mereka lebih menyukai biologi. Alasannya, karena tidak memerlukan rumus rumus dan hitungan seperti halnya matematika. Bagi mereka, biologi sangat mudah karena hanya memerlukan hafalan.
Bagi Rama, mau biologi ataupun fisika sama saja. Biologi banyak teori dan hafalannya. Sedangkan fisika tidak memiliki terlalu banyak teori, tapi lebih menitik beratkan ke rumus. Tapi Rama lebih menyukai fisika dibanding biologi.
Bagi Rama, fisika lebih menantang dibanding biologi. Rama memang jago di biologi, tapi terkadang ia tak sanggup harus setiap hari menghafal teori yang banyak. Ia lebih menyukai fisika karena teorinya lebih singkat.
Rama melihat ke bangku sebelahnya. Bangku Siska.
Siska semakin lama semakin populer di sekolah itu. Apabila Siska sedang berjalan jalan bersama teman temannya, selalu ada pasang mata laki laki yang memperhatikannya. Di kantin, laki laki yang biasanya ribut, akan menjadi diam saat Siska masuk.
Laki laki yang biasanya berbicara kasar dan keras, niscaya akan merendahkan suaranya dan mencoba bersikap sehalus mungkin. Kalau Siska muncul saat jam pelajaran olahraga kelas lain, maka para kaum Adam akan mencoba menarik perhatian Siska dengan memamerkan kehebatannya. Hal itu tak lain tak bukan demi menarik perhatian sang Hawa.
Rama masih belum bisa mencoba mengakrabkan diri dengan Siska. Rama juga teringat dengan salah satu kelemahannya. Tidak bisa berbicara dengan lancar di hadapan perempuan kecuali guru guru.
Bila Rama berbincang dengan Siska, itupun hanyalah tentang hal sepele seperti meminjam pena, pinjam buku, dan sebagainya. Rama tak tahu bahan obrolan apa yang kita pakai untuk membuka sebuah pembicaraan kepada Siska.
Satu satunya obrolan yang Rama bisa adalah dengan membahas tentang mata pelajaran.
Ia hanya tidak sanggup saja membayangkan apa jadinya seandainya dia berbicara ke seseorang seperti ini, ''Hei, mari kita diskusi soal pelajaran Fisika?'' atau ''Bagaimana bila kita menghafal rumus yang kemarin daripada diam diaman seperti ini?''
Walaupun begitu, ada satu hal yang Rama sesalkan dari Siska. Siska tidak berhijab.
Rama yakin sekali, bila wajah cantik Siska itu dibalut dengan jilbab, tak ada satupun perempuan yang mampu menyamai kecantikannya. Tak ada satu siswa laki laki yang tidak akan meliriknya.
Siska sudah mendapat teman banyak. Entah itu perempuan ataupun laki laki. Tapi yang Rama perhatikan, Siska lebih akrab dengan perempuan.
Rama masih teringat dengan perkataan temannya. Siska itu jago fisika. Itu benar. Siska benar benar menguasai semua rumus dan teori, entah itu fisika, kimia, ataupun biologi. Siska juga anak yang cepat. Dia bisa mendahului Rama dalam menjawab pertanyaan guru. Hanya satu yang belum Rama buktikan dari Siska. Matematika.
Kebetulan sekali, gumam Rama. Nanti ulangan matematika. Rama bisa memantaunya. Rama membuka buku catatannya. Ia sesekali mencoba memahami setiap rumus di dalam buku catatan itu. Tepat saat itu, masuk Siska.
Hari itu sedikit mendung, jadi banyak yang memakai jaket. Kecuali Rama. Ia memakai sweater putih strip abu abu kemarin. Yang tidak ia tahu, ternyata Siska tidak mengenakan jaket, melainkan sweater seperti dirinya. Dan sweater itu adalah yang dipakai Siska saat ia bertabrakan dengan Rama. Hal itu membuat Rama teringat dengan perkataanya.
Siska tidak duduk berdua lagi dengan Rama. Lebih tepatnya di sebelah meja Rama. Kelas Rama tidak memiliki teori 'satu meja untuk dua orang', melainkan 'satu meja satu orang'. Rama memilih di bagian tengah nomor tiga. Bagi Rama, ini adalah posisi aman. Siska berada di sebelah kirinya.
Saat Siska duduk di sebelahnya, Rama teringat lagi dengan buku kecil putih yang dimiliki Siska.
''Emm, Siska, kamu bawa buku yang kemarin nggak?''tanya Rama.
Siska menoleh. ''Buku yang mana?''
''Buku kecil berwarna putih yang kemarin itu?''
''Ada.''
''Boleh kulihat?''
Saat Siska membuka tasnya, berbarengan dengan masuknya Pak Riko.
''Nanti aja.''kata Siska.
Rama mengangguk dengan sedikit kecewa. Pak Riko membagikan kertas ulangan.
Rama memperhatikan kertas dan soalnya. Rama tersenyum. Mudah!
Rama dengan lancar mengerjakan soalnya. Sesekali ia harus mengingat rumus rumus yang ia pelajari tadi. Tidak butuh waktu satu jam, Rama selesai. Rama menutup kertas jawabannya dan mengeluarkan kertas yang ia siapkan tadi dan mulai menggambar.
Ada satu hal yang tidak diketahui orang tentang Rama. Rama suka sekali menggambar. Entah itu gambar rumah, huruf, angka, apapun itu, yang penting menggambar.
Kebiasaan menyimpan kertas setelah ulangan ini telah dilakukan Rama sejak kelas 1 SMA dulu. Guru guru biasanya tak akan tahu. Bila guru mendekat, Rama dengan cepat menutupi kertas gambarnya dengan kertas ulangannya.
Saat sedang asyik menggambar, tiba tiba penanya jatuh ke arah meja Siska. Rama membungkuk untuk mengambilnya. Setelah mengambil, Rama melihat Siska tidak lagi menulis. Siska sedang menatap ke luar jendela.
''Udah?''tanya Rama pada Siska.
Siska menoleh, mengangguk. ''Dari tadi.''
Rama terperangah. Bukan main Siska saat cepat menyelesaikannya. Soal soal yang dibuat oleh Pak Riko terkenal sulit dan rumit. Tapi Siska bisa dengan mudah menyelesaikannya.
Jangan jangan Siska memang pintar matematika dan ipa, kata Rama dalam hati.
Rama menutup kertas gambarnya. ''Boleh kulihat buku yang tadi?''kata Rama.
Siska mengangguk. Ia membuka tasnya. Beberapa menit kemudian, tangan Siska muncul tanpa membawa apa apa.
''Aduh, maaf ya. Kayaknya ketinggalan nih.''kata Siska.
Rama mengangguk. Ia membuka kembali kertas gambarnya dan melanjutkan menggambarnya.
2 jam kemudian, jam belajar dengan Pak Riko habis.
''Anak anak, waktu sudah habis. Kumpulkan.''
Rama berdiri mengumpulkan kertasnya diikuti yang lain.
''Besok akan Bapak bagikan.''kata Pak Riko lagi.
Rama duduk di kursinya.
. . . . . . . . . . .
Rama terduduk lesu di dekat pendopo sekolahnya sambil memegang kertas ulangan matematikanya yang kemarin. Di kertas itu terukir nilai 97,5.
Nilai tertinggi adalah, Siska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Science, or You?
Teen Fiction"Mengejar fisika, atau dirinya?" Rama itu cinta banget dengan yang namanya 'matematika' dan 'fisika'. Yah, dia nggak jago jago amat sih, tapi dia itu paling minat sama dua pelajaran itu. Tapi sayangnya, Rama sama sekali nggak ada bakat buat bersosia...