Aku tahu, dibanding dirinya, aku memang bukan apa apa. Kuterima hal itu begitu saja. Aku memang apa adanya, tapi aku tak akan menyerah begitu saja.
-Elz.
- - - - - -- - - - - - - - - - - - - -
Rama menyentuh bunga mawar yang ia tanam di depan rumahnya. Ia ingat, dulu ia dan ibunya suka sekali dengan bunga. Sejak kecil ia sudah hidup diantara bunga bunga. Tidak heran di setiap jengkal rumahnya pasti ada bunga. Rama masih ingat, bunga favorit ibunya adalah mawar. Karena itu, di depan rumahnya ada berbagai macam mawar. Sedangkan bunga favoritnya adalah bunga matahari. Ayahnya sendiri menyukai bunga tulip.
Bunga mawar yang disentuhnya ini berwarna oranye. Bunga mawar yang bernama mawar talitha. Mawar talitha inilah favorit ibunya. Mawar ini pula yang paling banyak di halaman rumahnya. Uniknya sudah 3 tahun ditinggalkan, mawar ini masih tumbuh subur walau dilapisi dengan rumput rumput. Bunga matahari yang ia tanam terdapat tepat di samping rumahnya, dekat kamarnya.
Rama berdiri, meniup telapak tangannya. Hari ini sangat dingin.
Hari ini Rama mengambil cuti 4 hari di sekolahnya. Ia berkunjung ke rumah lamanya. Rumah disaat ia masih bersama kedua orangtuanya. Rumah tempat ia bermain dan tertawa bersama ayah dan ibunya. Rumah disaat ia melalui masa kecilnya.
Rumah itu berwarna putih dipadukan warna biru, warna favorit ibunya. Dulu, rumah itu amat cantik dan berkilau bila diterpa sinar matahari, namun kini setelah 6 tahun ditinggalkan, catnya mulai luntur dan mengelupas. Kecantikannya sudah pudar seiring waktu.
Rama mengetuk pintu rumahnya, walau ia tahu itu tindakan bodoh, tidak akan ada yang menjawab atau menyambutnya kedatangannya sekarang. Saat ia masih disana, ibunya selalu menyambutnya dengan senyum lebar dan pelukan hangat. Kini, hanya keheningan yang menyambutnya.
Rama masuk, ruangan pertama, ruang tamu. Ruang tamu ini bercampur dengan ruang santai. Televisi dan sofa masih tersedia di sana. Sofanya sudah berantakan dan berdebu. Lantainya juga berdebu. Rama berjalan ke dapur.Dapurnya tak ada yang berubah, hanya pecahan gelas dan piring. Ia melangkah ke kamarnya. Kamar itu sudah berubah total, kini benar benar berantakan dan tidak karuan. Kaca jendelanya sudah pecah. Seprai kasur sudah robek. Buku buku sudah berjatuhan dan hancur.
Rama duduk di kasur lamanya. Masih empuk, walau tampilannya mengerikan. Rama menoleh, dekat kasurnya ada sebuah meja kecil. Di meja kecil itu, sebuah buku, jam dan foto. Rama meraih foto itu. Di foto itu, fotonya saat masih kecil bersama orangtuanya di depan rumanhnya. Rama tersenyum, lalu menangis. Betapa ia masih teringat masa masa menyenangkan itu.
. . . . . ... . .
[ Flashback ]
Seorang lelaki berjas turun dari mobil. Ia masuk ke rumahnya. Ia duduk di sofa. Anak laki lakinya sedang menonton televisi. Ia menghembuskan nafas. Tak lama, istrinya datang dan duduk di sampingnya.
Laki laki itu menatap tajam istrinya. ''Dari mana?''
Istrinya memasang muka masam. ''Harusnya aku yang tanya begitu, Mas dari mana saja? Kenapa baru sekarang pulang?''
''Mas tanya duluan, kamu dari mana?''ulang laki laki berjas itu.
''Dari pasar.''jawab istrinya.
''Aku dari kantor, banyak kerjaan. Numpuk sana sin-''
PLAK!
Istrinya menamparnya. Ia agak kaget, tapi ia mencoba menguasai diri. Ada kemarahan muncul di dalam dirinya. Terbesit keinginan untuk balas menampar istrinya, tapi ia tahan. ''Apa apaan ini?!''katanya.
Istrinya lalu mengeluarkan sebuah foto dan map, lalu ia lempar ke suaminya. Di foto itu, terlihat jelas suaminya sedang makan malam bersama perempuan lain. Di map itu tertulis : SURAT PEMECATAN.
Suaminya meraih map itu, lalu menyembunyikan foto itu di saku celananya. Dengan terisak istrinya berkata,
''Kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu selingkuh?! Dipecat?!''kata istrinya.
Laki laki itu sangat terkejut. ''Tunggu, tenang-''
''NGGAK ADA TENANG LAGI MAS! Masalah pemecatan itu aku nggak peduli, tapi yang kubenci itu kamu selingkuh! Nggak pulang! Alasan banyak kerja, padahal udah dipecat, parahnya lagi jalan sama perempuan lain terus ninggalin istri dan anakmu disini!''pekik istrinya.
Laki laki berjas itu diam seribu kata. Ia tak mampu berbicara atau melawan. Seluruh keburukannya terbongkar sudah. ''Maaf.''lirihnya. ''Maafkan.''katanya lagi.
Istrinya menggeleng. ''Sulit bagiku untuk memaafkanmu, Mas!''
''Lalu?''
''Cerai saja!''
Suaminya bagai disambar petir. ''Gila ya kamu? Anak kita baru kelas 2 SD, bagaimana? Siapa yang akan memasak untuknya? Siapa yang akan menjaganya?''
''Pikir sendiri, sudah cukup ini semua!''istrinya lalu beranjak pergi. Ia lalu memeluk anaknya. ''Kamu baik baik ya.''kata perempuan itu.
Anaknya menatapnya dengan bingung. ''Mama mau kemana?''tanya anaknya.
''Sari!''kata suaminya. Sari itu nama istrinya.
Istrinya tidak berkata apa apa, ia hanya melenggang pergi.
Laki laki berjas itu mengurut dahinya. Ia melirik putranya yang sekarang duduk di pangkuannya. Ia berpikir keras, apakah ia akan menjaga putranya atau ia pergi juga?
Sebuah pikiran terbesit di kepalanya. Ia lalu masuk ke kamarnya, memberesi pakaiannya dan pergi. Ia tinggalkan putranya seorang diri. Ia mengikuti apa yang dilakukan istrinya, pergi. Putranya kini sendirian di ruang tamu itu.
''Maafkan Papa, Rama.''ujar lelaki berjas itu dengan isak tangis.
[ Flashback END ]
. . . . . ... . .
Rama menepuk kepalanya. Masa lalu menyebalkan, lirihnya. Ia menaruh foto itu di tempatnya semula. Ia keluar, masuk ke kamar ayah dan ibunya.
Di kamar itu, sebuah foto besar tergantung. Itu adalah foto ayah dan ibunya di hari pernikahan mereka. Rama menatap lama lama foto itu. Ayahnya tampak gagah dengan pakaian adat khas Jawa Timur, begitupun ibunya. Tampak senyum menghiasi mereka. Di dekat foto itu, foto ia saat masih bayi juga tergantung.
Di kamar itu, ada meja kerja ayahnya. Di meja kerja itu, foto foto ia bersama orangtuanya bertumpuk. Rama kembali menatap sebuah foto dengan bingkai. Di foto itu, ia bersama ibunya saat memetik bunga. Rama
PRANG!
Rama melempar foto itu ke dinding kamar. Kacanya berserakan sana sini. Rama menatap foto itu. Ia hanya menatap, tanpa bersuara. Rama meninggalkan kamar itu.
Rama lalu masuk lagi ke kamarnya. Meja di samping kasurnya ternyata memiliki sebuah laci. Ia buka laci itu. Isinya cuma lembaran kertas, dan sebuah surat. Rama mengambil surat itu.
''Surat apa?''katanya. Di pojok kana surat itu tertulis : untuk Al
Al itu adalah nama panggilan Rama saat masih kecil dulu. Nama lengkapnya adalah Muhammad Al Rama, terkadang ia dipanggil Al, namun panggilan akrabnya Rama.
''Jadi ini surat buatku?''pikir Rama. ''Tapi dari siapa?''
Rama membuka surat itu.
Kepada Al, teman terbaikku.
Memang sedih rasanya harus pergi. Tapi mau bagaimana lagi. Terima kasih. Kamu teman terbaik. Aku menemukan sesuatu yang berharga, yaitu persahabatan.
Aku harap kita bertemu lagi. Tapi kamu jangan risau, suatu hari nanti, Insya Allah aku akan kembali kesini, mencarimu. Tunggulah.
Jaga dirimu baik baik ya.
S.
''Hah?''kata Rama. Nama pengirim itu ditulis dengan tinta dan tintanya luntur. Hanya huruf S.
''Siapa S?''pikir Rama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Science, or You?
Teen Fiction"Mengejar fisika, atau dirinya?" Rama itu cinta banget dengan yang namanya 'matematika' dan 'fisika'. Yah, dia nggak jago jago amat sih, tapi dia itu paling minat sama dua pelajaran itu. Tapi sayangnya, Rama sama sekali nggak ada bakat buat bersosia...