Bagian 9 ( Bicara Dengan Hati )

10.3K 977 41
                                    

Maafkan jika ada typo ^^

"Kata Dilan yang berat itu rindu tapi kalau kata aku yang berat itu melupakan kamu"

Selesai memainkan biolanya, Symponi merasa lega. Semua emosinya tertuang dalam alunan musik itu.

Diva yang sedari tadi berada di ujung taman kini memilih untuk mendekat. Dia tak menyangka jika permainan biola Symponi begitu indah, seindah yang memainkannya.

"Saya suka mendengar permainan kamu, bagus" ungkap Diva jujur.

Symponi tersenyum dan menepuk sisi disampingnya, "silakan duduk, dok"

"Masih panggil dok? Kan sudah saya bilang panggil saja Diva. Kita kan teman"

"Baiklah, Diva" Symponi terkekeh. Entah sejak kapan tapi sekarang Symponi lebih nyaman ketika mengobrol dengan Diva.

"Begitu lebih nyaman didengar" ucap Diva.

Symponi tak mengatakan apa-apa lagi. Mereka saling diam selama beberapa menit.

Diva tak tahu harus memulai dengan apa, diamnya Symponi membuat Diva bingung.

"Apa perasaan kamu sudah lebih baik sekarang?" Diva memulai percakapan.

"Hmm" Symponi menganggukan kepalanya.

"Syukurlah. Sebenarnya akan lebih nyaman jika kamu mau membaginya dengan orang lain. Bisa saudara, ayah atau ibu kamu. Mana saja yang menurut kamu bisa dipercaya"  Diva menatap Symponi dari samping.

Terdengar helaan nafas yang berat.

"Saya memang biasa memendam semuanya sendiri, walau terkadang adik saya Melodi bisa memahami perasaan saya"

"Itu jelas berbeda Symponi, yang kamu butuhkan adalah mengeluarkan semua yang ada di hati kamu"

"Saya tau Diva, tapi itu sulit" Symponi menatap Diva sekilas lalu kembali melihat ke depan.

"Tidak sulit jika kamu mau mencobanya. Kalau kamu mau, saya bisa mendengarkan. Ya, walau tidak saya fungkiri bahwa saya sebenarnya sudah mengetahui masalah kamu secara garis besar dari keluarga kamu. Maaf bukan saya lancang tapi karena saya butuh tau apa yang bisa membuat kamu seperti ini"

Symponi tersenyum tipis, "tak apa Diva. Saya mengerti"

"Kamu tau, kondisi kamu sekarang jauh lebih baik dari seminggu yang lalu saat pertama kali kamu datang kesini. Kamu sudah mau diajak mengobrol seperti ini. Ini kemajuan yang bagus"

Diva dan Symponi sama-sama memandang ke arah taman yang ada di depan mereka.

"Kamu tau tidak, wanita yang ada di depan kita sekarang, yang sedang dituntun oleh perawat itu. 2 bulan yang lalu dia pernah mencoba bunuh diri sebanyak 5 kali"

Symponi menatap Diva sekarang, "dia pasien ayah saya dan kata ayah, dia diselingkuhin suaminya dengan sahabat baiknya sendiri yang dia tampung di rumah pasca sahabatnya itu bercerai. Luar biasa bukan? Dia sampai disini dengan tangan diikat karena terus saja mencoba bunuh diri. Saya miris melihatnya. Jiwanya benar-benar terguncang saat itu sampai dia melupakan anak-anaknya."

"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?" Tanya Symponi penasaran.

"Dia sudah lebih baik. Dia menceritakan semua penderitaannya pada ayah dan perawat yang mendampinginya"

"Apa hanya karena itu?"

"Bukan, itu hanya sebagian kecil dari proses penyembuhannya. Dia kami berikan obat dan terapi lainnya juga. Setelah dia sudah bisa kami ajak bicara, kami memanggil seorang ustadz untuk membimbingnya kembali ke jalan Tuhan. Yang dia perlukan bukan hanya kami tapi juga Tuhan tempatnya mengadu dan berserah diri. Agar dia tahu bahwa perbuatannya itu adalah dosa besar yang dibenci Tuhan. Jika kita kehilangan manusia sebagai pijakan maka kita tak boleh lupa bahwa masih ada Tuhan yang selalu bersama kita."

Tiba-tiba Symponi menangis, "saya merasa malu Diva" ucap Symponi sambil terisak.

Diva memberikan Symponi sapu tangannya, "malu kenapa?"

"Saya pernah berfikir jika hidup saya akan berakhir jika Azzam meninggalkan saya. Saya lupa bahwa saya punya Tuhan."

Diva merubah posisi duduknya menjadi menghadap Symponi, "semua orang punya salah tapi Tuhan memberi waktu pada kita untuk memperbaiki diri bukan malah melenyapkan diri"

"Saat itu dunia saya hanya berpusat pada Azzam. Dia segalanya bagi saya, saya mencintainya lebih dari saya mencintai diri saya sendiri. Saya tak menyangka jika perasaan saya itu akan menjadi bomerang untuk saya akhirnya"

"Manusia tempatnya salah Symponi"

Symponi mengangguk, "saya merasa benar-benar malu sekarang" Symponi kembali terisak.

"Saya belum pernah menjalin kasih tapi bukan berarti saya tidak pernah mencintai tapi yang saya tau kehilangan itu memang sakit." Ucap Diva mencoba merasakan kesakitan yang dirasakan Symponi.

"Apa saya masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya?"

Diva menagngguk, "tentu saja. Selama nafas ini masih berhembus, kesempatan itu akan selalu ada"

"Diva-" Symponi kembali menatap Diva. "Saya berterima kasih kerena obrolan kita ini, saya jadi menyadari jika yang saya lakukan ini adalah salah"

Diva tersenyum, "itu gunanya saya disini. Saya juga senang bisa bicara dengan hati sama kamu"

"Rasa sakit karena dikhianati oleh tunangan dan sepupu sendiri memang sakit tapi saya yakin pasti akan lebih sakit jika saya memutuskan hidup saya hanya untuk memikirkan mereka"

"Ya betul. Mungkin saja mereka sedang tertawa di luar sana" jawab Diva sambil tersenyum.

Symponi terkekeh, "benar juga. Saya hanya membuang waktu saya menangis disini" jawab Symponi.

"Wah, sepertinya pasien saya ini sudah sembuh" ucap Diva mencoba bercanda.

"Kalau memang benar, saya ingin segera pulang" Symponi tersenyum pada Diva.

Tiba-tiba wajah Diva berubah sedikit muram. Jika Symponi sembuh, apa ada kesempatan baginya untuk mereka bertemu lagi? Melihat Symponi di pagi hari merupakan sebuah kegiatan yang menyenagkan untuk Diva tapi mungkin Diva harus belajar mulai sekarang, Symponi akan segera kembali ke tengah-tengah keluarganya. Dan kesembuhan Symponi adalah prioritasnya sekarang.

"Pasti kamu akan segera pulang, Symponi"

Walau mungkin saya akan merindukan kamu. Sambung Diva dalam hati.

***

Med siang....
Alhamdulillah bisa Update cerita ini lagi ditengah tengah sibuknya merevisi cetita BCM..hehe

Semoga suka dan terhibur yaa^^

Banjarbaru, 5 Feb 18

Symponi (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang