Maafkan kalau ada typo ya ^^
"Kataku, aku akan baik-baik saja tanpamu tapi ternyata aku sampai di tempat ini sebagai pasien dari ulah kejammu"
Diva Suara Azhan, lelaki dengan hidung mancung, kulit putih dan mata oriental ini baru saja menginjak usia 30 tahun 2 hari yang lalu, hari ini dia akan pergi ke tempat dimana ayahnya bekerja. Diva baru saja menyelesaikan pendidikan spesialisnya dan sudah satu bulan dia mulai bekerja disebuah rumah sakit milik keluarga dan ayahnya adalah pimpinan di rumah sakit itu.
Sambil membenahi kerah kemeja slim fit nya kemudian melampirkan jas putih kebanggaannya di tangan, Diva melihat ke arah cermin besar di depannya, lalu merapikan sedikit rambut yang sudah di pomade sempurna.
"Oke, udah ganteng. Tinggal berangkat aja" gumamnya sambil terkekeh pada kaca.
.
.
.Diva menuruni anak tangga dengan perlahan, sambil melihat ke arah dapur, Diva memanggil manggil mamahnya yang biasa bertarung di dapurnya.
"Mah, mamah"
Dewi mengelap tangannya yang basah dan segera menuju meja makan, "ada apa, va?"
"Abah sudah berangkat?" Diva duduk lalu meraih pisau dan buah untuk dipotong.
"Udah, dari jam 6.30 tadi. Abah kamu kan harus ke kliniknya dulu baru ke rumah sakit. Apalagi disana ada pasien baru"
Diva menghentikan gerakan tangannya memotong buah, "pasien baru?"
Dewi mengangguk, lalu duduk di kursi tepat di samping Diva, "iya, baru kemaren datang dan kata abah sih dia masih muda, cantik lagi"
Diva melanjutkan momotong buah dan menaruhnya di atas piring, "masa sih? Diva jadi penasaran" lanjut memasukan buah ke dalam mulutnya.
Dewi mengangkat bahu, "kan mamah juga kata abah, belum liat sendiri. Kamu main sana ke klinik abah, sering-sering. Nanti klinik itu juga jadi milik kamu"
Diva tak menjawab, lebih memilih untuk melanjutkan makannya sampai selesai.
"Diva berangkat ya, mah"
"Mau bawa bekal?"
"Ga usah, mah, nanti Diva pulang aja. Ne mau mampir ke klik abah dulu" Diva berdiri dan mencium kening Dewi lalu lanjut mencium tangannya, "assalamualaikum"
"Waalikumsalam, Diva, Nanti kasih tau mamah ya, beneran cantik apa engga"
Diva terkekeh, "cemburu?"
Dewi cepat menggeleng sambil mengibaskan tangannya, "bukan, mamah penasaran aja. Jarang ada pasien cantik dan muda disana"
Diva tersenyum sambil mengangguk, lalu pergi.
.
.
."Pagi dok" sapa Salma.
"Pagi, bagaimana Symponi? Apa dia udah minum obatnya?" Tanya Alex.
"Udah dok, baru saja"
"Apa dia sudah mau bicara?"
Salma menggeleng, "belum dok"
Alex menepuk pelan bahu Salma, "yang sabar ya, ini baru permulaan. Jangan menyerah"
Salma tersenyum dan mengangguk, "iya dok. Saya pasti sabar" Salma baru 2 bulan bekerka disini dan ini pertama kalinya dia mendampingi seorang pasien secara langsung.
"Ya sudah, saya liat Symponi dan yang lain dulu" pamit dr. Alex
Symponi kini tengah duduk di kursi depan jendela kamarnya. Matanya menatap kosong ke depan. Kadang dia masih menangis saat malam hari dan menyebutkan nama Azzam di dalam tangisnya.
"Selamat pagi, Symponi" sapa dr. Alex sambil menarik kursi dan duduk di samping Symponi, "bagaimana betah tinggal di sini? Saya harap begitu ya. Saya juga mau kamu bisa bekerja sama dengan kami, kamu pasti bisa sembuh" ucap Alex sambil memeriksa tekanan darah dan lain lain.
"Ya sudah, saya permisi dulu ya" dr. Alex beranjak dari duduknya.
Symponi tak menyahut apapun, dia hanya diam dan pandangannya masih tetap kosong.
Diva memarkirkan motor sport nya dan bergegas memasuki 'Rumah Bambu'. Hampir semua mata para wanita di sini betah memandang ke arah Diva yang selalu tampil modis dan tentu saja jas warna putih yang melekat pada tubuhnya ini menjadi point plus bagi para wanita. Bagi para pengunjung sampai pekerja disini, melihat kedatangan Diva adalah sebuah anugrah.
Begitu Diva sampai di ruang kerja abahnya, dia tak melihat siapapun disana. "Mungkin abah lagi visit pasien nya" gumam Diva sambil melangkah keluar dan menuju kamar-kamar perawatan.
Teringat dengan pesan mamahnya untuk melihat si pasien baru, Diva bertanya pada salah satu perawat disana dimana letak kamar milik pasien baru itu. Setelah mendapat informasi, Diva buru-buru melangkah menuju kamar itu. Ntah ada apa dengan dirinya, kali ini dia begitu penasaran dengan pasien ini.
Begitu kakinya sampai di depan sebuah kamar, Diva dapat melihat dari sini, di depan jendela ada seorang perempuan muda, cantik,eh bukan ini sangat cantik dengan rambut agak coklat terurai dihempas angin halus sehingga menutupi sebagian wajahnya.
Diva terpesona sejenak, sebelum sebuah tepukan dibahunya mengembalikan Diva ke alam nyata.
"Cantik kan?" Ucapnya pada Diva.
Diva yang sudah kembali sadar langsung berbalik dan mendapati dr. Alex sedang tersenyum penuh arti padanya.
"Ehem... iya bah, cantik. Dia pasien baru itu?" Tanya Diva.
dr. Alex mengangguk, "keweca dan patah hati" jawabnya sambil menunjuk Symponi dengan dagunya.
Diva melihat kembali ke arah wanita cantik itu dan entah ada apa dengan dirinya yang tiba tiba merasa betah memandang wajah penuh kesedihan itu berlama-lama.
"Apa dia hanya diam seperti itu, bah?"
"Iya, kata keluarganya itu sudah berlangsung hampir satu bulan. Mereka begitu khawtir dan mengantarkannya ke sini"
"Siapa namanya, bah?"
"Symponi Cahaya Dhuha"
"Nama yang indah" gumam Diva tanpa sadar. dr. Alex terkekeh mendengarnya.
"Apa Diva boleh ikut merawatnya?"
Permintaan tiba-tiba dari Diva barusan sukses membuat dr. Alex melihat ke arahnya sejenak lalu mengangguk setuju.
"Tentu saja. Dia pasienmu mulai hari ini" jawab dr. Alex.
***
Selamat siang....
Semoga masih pada suka baca cerita Symponi yaa^^Oya, aku mau ngucapin maafff bgt atas kejadian kemarin yaa.. bukan WP lagi gangguan atau apapun itu tapi itu murni salah aku yang niatnya mau pratinjau tulisan malah ke pencet publish..hehe
Buat yang udah inbox lwt WP, IG dan komen juga..aku minta maaf yaaMaksih
Banjarbaru, 2 Jan 18
KAMU SEDANG MEMBACA
Symponi (SELESAI)
RomanceDitinggalkan dan dikhianati. itu yang yang dialami oleh Symponi Cahaya Dhuha. Tepat dihari pernikahannya, saat para undangan sudah hadir Symponi mendapat surat yang berisi tentang sebuah pengakuan dan permintaan maaf dari tunangan dan sepupunya. Ha...