Maaf jika ada typo ya ^^
"Diva jatuh cinta?"
Diva yang ditanya begitu to the point, bingung harus menjawab bagaimana.
"Mamah ga salah kan?" Tanya Dewi lagi.
Akhirnya Diva mengangguk dan Dewi tersenyum.
"Mamah senang. Kapan-kapan ajak dia ke sini"
"Tidak semudah itu mah. Hubungan Diva dan Symponi tidak seakrab itu hingga bisa membawanya untuk ketemu mamah"
"Oyah? Jadi si dokter tampan ini masih cinta sendiri?" Dewi terkekeh.
"Ya, menurut Diva ini masih belum saatnya, mah. Symponi baru akan melupakan dan tidak mungkin tiba-tiba Diva datang dengan menawarkan cinta kan? Seseorang itu paling tidak membutuhkan waktu 40 hari untuk move on tapi Diva yakin, Symponi akan butuh waktu lama untuk melupakan semuanya"
"Membantu melupakan dengan memberikan cinta yang baru dan lebih tulus juga ga salah kan. Tinggal bagaimana kamu mau mencobanya atau tidak. Siapa tahu Symponi akan membuka hatinya untuk kamu"
.
.
.Hari ini Symponi akan keluar dari rumah bambu. Tempat dimana dirinya mendapat terapi yang tepat dan mempunyai keluarga baru.
Semua baju Symponi telah siap dan keluarganya juga sudah datang. Tapi masih ada satu orang yang masih Symponi tunggu, Diva. Sudah lewat dari satu jam Symponi menunggu tapi Diva tak kunjung datang.
"Apa kita bisa berangkat sekarang?" Tanya Fuad. Tapi melihat Salamah istrinya menggeleng membuat Fuad mengurungkan niatnya.
Dia melihat Symponi berdiri di depan jendela dengan gerak gerik yang gelisah.
"Tunggu sebentar lagi, bi. Symponi sedang menunggu dokternya. Mungkin dia ingin mengucapkan terimakasih" ucap Salamah dan Fuad setuju.
Setengah jam kembali berlalu dan Diva masih belum datang.
Di tempat yang berbeda, Diva tengah ngebut mengendarai motor sport nya. Dia telah terlambat untuk berpamitan dengan Symponi.
Saat motornya memasuki halaman rumah bambu, Diva melihat Symponi masuk ke dalam mobil bersama kedua orang tuanya.
"Symponi...." panggil Diva yang berjalan cepat ke arah mobil milik Fuad.
Symponi yang melihat Diva, kembali turun dan meminta waktu sebentar untuk berbicara dengan Diva.
"Hai..." Symponi dapat melihat nafas Diva yang nampak terengah-engah.
"Maaf... saya...telat" ucap Diva putus-putus karena nafasnya yang ngos-ngosan.
Symponi menyerahkan Diva sebuah sapu tangan untuk mengelap keringat yang berjatuhan di pilipis Diva.
"Makasih" Diva mengelapnya cepat lalu mengatur nafasnya menjadi teratur.
"Saya akan pulang hari ini. Terimakasih untuk semuanya, Diva"
Diva mengangguk.
"Maaf karena telah merepotkan kamu selama ini. Saya senang bisa bertemu dengan kalian semua. Kalian yang terbaik" merasa tak mendapat jawaban dari Diva, Symponi mengakhiri ucapannya
"Saya pamit" ucap Symponi menutup kalimatnya.
Diva menguatkan tekadnya. Kali ini dia harus bisa.
"Tunggu..." Symponi berbalik dan menaikan satu alisnya.
"Saya harap ini bukan pertemuan terakhir kita. Ini kartu nama saya. Saya harap kamu mau menghubungi saya suatu saat"
"Saya tidak berharap sakit lagi" jawab Symponi tersenyum.
"Bukan, maksud saya... hubungi saya sebagai teman. Saya ingin kita berteman diluar hubungan sebagai dokter dan pasien. Saya mau mengenal kamu lebih jauh lagi"
Symponi terdiam. Dia terkejut mendengar pengakuan Diva. Dia bukan wanita bodoh untuk mengartikan semua maksud dari kata-kata Diva. Diva ingin dekat dengannya?
Tak mau mengecewakan, Symponi tersenyum dan mengangguk.
"Sampai di rumah saya akan menghubungi kamu" jawabnya dan Diva merasa lega.
Setidaknya Symponi tidak menolaknya untuk berteman.
"Hati-hati"
Symponi mengangguk lalu berbalik dan masuk ke dalam mobil.
.
.
."Sepertinya dr. Diva menyukai kamu, nak" ucap Salamah.
Symponi tersenyum, "sebagai teman, umi" tapi Salamah menggeleng.
"Bukan, lebih dari itu. Umi bisa melihatnya. Dia terlihat tulus"
Symponi terdiam.
Salamah melihat perubahan dari wajah Symponi. "Tidak perlu sekarang jika kamu merasa sulit nak. Umi mengerti, mungkin kamu butuh waktu untuk membuka hati kembali. Tapi maksud umi, jangan menutup diri sayang. Mungkin dia adalah orang yang tepat untuk menyembuhkan luka kamu."
Symponi melihat ke arah Salamah, "tapi disini masih sakit, umi. Symponi takut semuanya akan kembali terulang"
Salamah mengenggam jamari Symponi. Memberikan dukungan lewat sentuhannya.
"Tidak harus sekarang tapi cobalah untuk menjalaninya terlebih dahulu. Umi punya firasat bahwa Diva adalah orangnya"
Alis Symponi berkerut, "darimana umi bisa tahu?"
"Ini namanya naluri seorang ibu. Terkadang kami, seorang ibu dapat merasakan mana yang baik dan mana yang tidak untuk anaknya. Termasuk pada Azzam dulu, umi sempat tak menyukainya kan"
Symponi mengangguk. Dia ingat sekali, pertama kali dia membawa Azzam ke rumah, uminya sempat ragu tapi seiring berjalan waktu. Uminya melihat Azzam begitu serius pada Symponi dan berakhir pada restu yang diberikan oleh umi pada mereka. Tapi sekarang terbukti, firasat seoarang ibu tak pernah salah.
Lalu apakah kali ini juga benar? Diva adalah orang tepat untuk dirinya? Symponi tak tahu, untuk saat ini dia hanya ingin menjadi teman untuk Diva. Masalah nanti apakah mereka akan menjadi pasangan atau tidak. Symponi tak tahu, dia hanya berdoa untuk yang terbaik untuk dirinya kelak.
"Sekarang kamu belajarlah untuk menerima orang lain selain Azzam, dihati kamu"
Symponi memeluk Salamah erat.
***
Sorry pendek dan telat yaa ..heeBanjarbaru, 3 Mar 18
KAMU SEDANG MEMBACA
Symponi (SELESAI)
RomanceDitinggalkan dan dikhianati. itu yang yang dialami oleh Symponi Cahaya Dhuha. Tepat dihari pernikahannya, saat para undangan sudah hadir Symponi mendapat surat yang berisi tentang sebuah pengakuan dan permintaan maaf dari tunangan dan sepupunya. Ha...